Angin laut berhembus hingga ke daratan, memberikan kesan sejuk yang menyegarkan. Namun kesegaran itu tidak mampu menyejukkan hati Nayla yang terasa panas yang disebabkan oleh patah hati.
Setelah memutuskan untuk menyerah atas segala penantian. Tidak bisa Nayla pungkiri jika hatinya lebih sakit dari sebelumnya. Rasa rindu yang semakin kuat membuat ia merasa menyesal atas keputusannya. Merasa terlalu mudah menyerah meski pun sudah tiga tahun lamanya ia menanti dalam ketidakpastian.
Nayla mengangkat kepala. Pandangannya tidak sengaja menangkap sebuah dress yang tergantung dan terbungkus plastik putih transparan. Satu tahun lalu, Nayla membeli bahan kain dan menjahitkan bahan itu pada tukang jahit. Baju khusus yang ingin Nayla kenakan untuk menyambut kepulangan Damas nantinya. Tapi siapa sangka kalau pada akhirnya baju itu hanya akan menjadi pajangan saja dalam kamarnya.
Sambil menanti kepulangan Damas. Nayla terus membayangkan saat ia mengenakan baju itu dan menyambut Damas pulang. Pria itu akan tersenyum lebar lalu mengatakan Nayla cantik dan sangat pantas mengenakan baju itu. Kala itu, saat membayangkannya saja Nayla sudah tersipu malu. Tapi hari ini, saat memikirkan hal itu Nayla menangis. Air matanya jatuh lebih deras dari sebelumnya. Jantungnya serasa ditekan dengan keras, sesak.
Setelah kehilangan sesuatu yang disayangkan, ternyata jauh lebih menyakitkan dari apa yang Nayla bayangkan. Sakit disebabkan oleh penantian, Nayla berpikir akan melegakan jika pengikat itu ia lepaskan. Dan setelah ia lakukan, seperti inilah ia sekarang. Menangis dalam kesedihan. Menyesal, tapi takut kecewa jika harus kembali.
"Keputusan yang kamu ambil itu udah benar, Nak."
Nayla menoleh, mendengar suara sang Bunda terasa dekat dengannya. Dan mendapati sang Bunda berdiri di depan pintu, menatapnya penuh perhatikan sambil berjalan masuk.
"Bunda," lirih Nayla menatap sang Bunda yang kini ikut duduk bersamanya di atas lantai kamar.
Bunda Midar merangkul pundak Nayla pelan lalu mengarahkan putrinya itu untuk tidur dalam pangkuannya. Nayla menurut saja, dan merasakan bunda Midar mengelus kepalanya dengan lembut.
"Hari ini kamu sakit. Tapi besok, keadaan kamu akan lebih baik," kata bunda Midar, Nayla diam saja mendengarkan, "kehilangan seseorang yang kita sayang itu memang menyakitkan. Bunda paham perasaan kamu. Tapi kamu juga harus memahami hati kamu, kalau dia juga pasti lelah."
"Tapi Nayla sayang Damas, Bunda," lirih Nayla, air matanya kembali mengalir.
"Bunda tau ... kalau kamu nggak sayang, nggak mungkin kamu nungguin dia, kan?" tanya Bunda, bukan berniat bertanya sebenarnya, "tapi kamu juga harus tau, Nay ... dibalik keputusasaan kamu, ada orang lain yang pengen liat kamu bahagia. Dibalik penantian kamu, ada orang lain juga yang mengharapkan perhatian kamu."
Nayla diam saja, mendengarkan. Siapa pula yang ingin mendapatkan perhatiannya. Ia saja tidak pernah dekat dengan lelaki mana pun.
"Kamu harus tau kalau kamu itu berharga, sayang," kata Bunda Midar lembut, "dan ditangan orang yang tepat, kamu akan menjadi ratu."
"Jadi menurut Bunda, Damas bukan orang yang tepat untuk, Nay?" tanya Nayla.
"Bisa jadi," Bunda Midar tidak yakin juga, "tapi kalau dia memang sayang dan peduli sama kamu. Dia pasti bakalan menjadikan kamu prioritasnya, paling enggak setelah keluarganya."
"Mana ada yang kayak gitu Bunda," keluh Nayla.
"Ada," bantah Bunda Midar, "cuma kebetulan kamu belum ketemu aja," tambahnya. "Kayak kamu yang menjadikan Damas prioritas kamu, pria yang kamu temui nanti juga pasti bakalan jadiin kamu prioritasnya ... kalau dia benar-benar peduli sama kamu, tentunya."
![](https://img.wattpad.com/cover/291944052-288-k720490.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DERMAGA PENANTIAN.
RandomNayla Amira, gadis berusia 27 tahun. Tiga tahun hidupnya, ia habiskan hanya untuk menantikan kepulangan sang kekasih. Sampai ia tidak menyadari telah tenggelam dalam sebuah harapan dan mengabaikan kehidupannya. __________ Alga Wijaya, pria berusia...