Udah lama banget gak update 🥺 aku lagi sibuk nulis di aplikasi fizzo soalnya dan nyempetin nulis di sini biar dikira masih hidup 😁 kali aja pada berminat buat mampir ke sana, kalian bisa ketikan nama penaku "Veny Agustina". Nanti kalian bakalan ketemu sama novel-novel yang aku tulis di sana. Aplikasi fizzo gratis, ya, cuma pakai data aja kalau mau baca^_^
Happy reading....
_______________________________
Nayla menghela nafas, bersandar pada badan kursi sembari memejamkan mata. Ketrin yang melihat tingkah Nayla merasa penasaran, lalu mendekat untuk mencari tau.
"Disuruh ngapain sama buk Sarah?" tanya Ketrin berbisik.
Perlahan sepasang mata Nayla terbuka, menarik badan dari kursi lalu menghela nafas.
"Cuma bantuin merekap ulang kerjaan yang dikerjain sama Ulan," jawab Nayla, "hampir semuanya nggak ada yang bener," tambahnya.
"Ulan yang baru resign gara-gara hamil itu?" tanya Ketrin, Nayla mengangguk saja membenarkan. "Gimana mau bener. Lah, dia sibuk nutupin perutnya."
Nayla menepuk lengan Ketrin pelan, namun itu sudah cukup menyadarkan Ketrin atas apa yang ia katakan sebelumnya.
"Hati-hati kalau bicara, Rin," bisik Nayla memperingati, "sekarang dinding juga udah bisa ngomong. Orang-orang di kantor udah pada sepakat untuk menutupi aib Ulan. Jangan sampai karena suara kamu justru membuat orang-orang yang berada di luar kantor juga mendengar."
Ketrin menutup mulutnya dengan kedua tangan, mengangguk mengikuti perkataan Nayla.
Nayla menghela nafas, lalu kembali pada pekerjaannya, dan Ketrin pun melakukan hal yang sama. Tidak lagi membahas tentang pekerjaan Ulan yang berantakan, atau pun tentang kehamilannya.
Hari sudah hampir gelap ketika Nayla dan Ketrin ke luar dari kantor. Kedua berpisah di tempat parkir karena menaiki kendaraan masing-masing — memutuskan untuk pulang.
Nayla memarkir motor di depan rumah, tepat di samping motor sang Ayah. Dan ketika memasuki rumah, Nayla melihat kedua orang tuanya tengah duduk berdampingan di ruang tamu.
"Wah, ada apa, nih, tumben banget ngumpul," canda Nayla menghampiri kedua orang tuanya.
"Emang selama ini gimana, sih, Nay?" tanya Midar. Nayla menanggapi dengan tersenyum saja. Bagaimana pun kedua orang tuanya juga pasti tau jika Nayla tengah bercanda.
"Duduk dulu, Nay," ucap Fadil, Nayla mengikuti saja perintah sang ayah. "Kamu capek?" tanyanya kemudian.
Nayla menggeleng. Meski sebenarnya Nayla merasa lelah, tapi untuk berkumpul dengan keluarga, Nayla akan mengesampingkan rasa lelah itu.
"Ada apa, Yah?" tanya Nayla setelah duduk.
Bukannya menjawab pertanyaan Nayla, Midar dan Fadil justru saling berpandangan. Nayla berkerut kening karenanya.
Midar meletakkan selembar foto ke atas meja, lalu menyodorkannya kepada Nayla. Nayla yang kebingungan hanya menatapi saja foto itu, lalu menatap kedua orang tuanya secara bergantian. Namun tidak menanyakan apa maksudnya. Nayla hanya menunggu sampai akhirnya mereka menjelaskan.
"Ini Baim, anak teman Ayah di kelurahan," jelas Midar, tapi tetap saja Nayla tidak mengerti maksud dan tujuannya foto itu diperlihatkan padanya. "Gimana menurut kamu?"
Untuk sesaat Nayla menatap foto di hadapannya, lalu memberikan jawaban. Meski tidak mengerti apa-apa, Nayla harus tetap memberikan jawaban yang sesungguhnya.
"Ganteng," jawab Nayla singkat.
"Lagi?" tanya Midar.
"Lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DERMAGA PENANTIAN.
RandomNayla Amira, gadis berusia 27 tahun. Tiga tahun hidupnya, ia habiskan hanya untuk menantikan kepulangan sang kekasih. Sampai ia tidak menyadari telah tenggelam dalam sebuah harapan dan mengabaikan kehidupannya. __________ Alga Wijaya, pria berusia...