Part 21

16 3 0
                                        

3 bulan kemudian...

"Aku mau melamar kamu, Nay," ucap Alga tanpa basa-basi. Bahkan, tidak merasa takut jika Nayla justru akan menolaknya.

Nayla terdiam, tercengang bagaikan patung dengan mulut sedikit terbuka. Menatap Alga terpana, tak bisa berkata-kata.

"K-kamu serius, Mas?" tanya Nayla setelahnya.

"Serius," Alga menjawab dengan cepat, "aku nggak mungkin main-main kalau soal pernikahan, Nay," tambahnya pula.

Nayla diam dengan tatapan sedikit meredup. Nayla sedikit terusik hatinya atas perkataan Alga. Bukan karena tersinggung, melainkan perkataan Alga mengingatkan Nayla akan Damas. Apa selama ini Damas menganggap pernikahan yang mereka rencanakan merupakan main-main? Apa itu sebabnya Damas tidak pernah menghubungi Nayla setelah ia pergi?

"Nay," tegur Alga.

Nayla tersentak, tersadar seketika, menatap Alga setelahnya.

"Gimana, Nay?" tanya Alga kemudian.

"Apa nggak terlalu cepat, Mas?" Nayla justru balik bertanya.

"Untuk kamu mungkin ini terlalu cepat, Nay ... tapi untuk aku enggak," jawab Alga, "cukup lama aku nunggu kamu, nunggu kamu kasih aku kesempatan untuk jadi seseorang dalam hidup kamu ... dan hari ini, aku berharap kamu ngasih aku kesempatan lagi untuk jadi pendamping hidup kamu."

Nayla diam, tampak berpikir. "Tapi, Mas—"

"Kamu nggak perlu jawab sekarang, Nay," sela Alga, "aku bakalan nunggu sampai kamu siap. Nggak perlu terburu-buru."

Nayla diam, tak mengatakan apa-apa. Mungkin Alga mengatakan untuk tidak terburu-buru. Tidak mendesak Nayla untuk memberikan jawaban sekarang. Akan tetapi, perkataan Alga justru membuat Nayla tertekan. Berpikir tentu akan menjadi kegiatannya.

"Dulu waktu nembak, kamu juga ngomongnya gitu, Mas. Nggak perlu jawab sekarang, nggak perlu terburu-buru, tapi kenyataannya kamu desak aku buat jawab, kan," ucap Nayla kemudian.

Alga terdiam, spontan kehabisan kata. Jebakan? Oh, tentu tidak. Alga berkata demikian bukan untuk meyakinkan Nayla saja, melainkan untuk dirinya juga. Alga selalu takut, khawatir jika Nayla akan menolaknya. Mendorongnya menjauh. Kehadiran Damas selalu menjadi bayang-bayang dalam hidup Alga. Bagaimana jika pria itu kembali? Bagaimana jadinya jika Damas meminta Nayla untuk memperbaiki hubungan mereka? Bagaimana perasaan Nayla. Apakah ia sudah benar-benar melupakan Damas, atau justru sebaliknya, menanti kepulangan pria itu seperti yang saat dulu ia lakukan.

"Jadi, kamu nggak mau?" tanya Alga akhirnya. Bagaimana pun ia merasa tidak enak juga, terlebih lagi Nayla mengungkit kembali bagaimana ia bersikap. Untuk Nayla, Alga selalu saja kehilangan akal.

"Ha?" Nayla tercengang, terkejut akan sikap Alga yang justru tampak pasrah menunggu keputusan Nayla, "b-bukan nggak mau, Mas ... cuma apa nggak terlalu cepat?" tanyanya. Namun, sebelum Alga sempat menjawab, Nayla melanjutkan. "Kamu juga tau, kan, Mas, kalau pertunanganku dan Damas baru beberapa bulan berakhir. Dan jika diingat, rasanya sesak, Mas ... aku nggak mau kalau—"

"Aku bukan Damas, Nay," sela Alga. Spontan Nayla terdiam. "Kalau dia ninggalin kamu, bukan berarti aku juga bakalan begitu."

Nayla hanya diam, menatap Alga tenang. Menilai seberapa serius Alga dengan ucapannya.

"Kamu bayangin aku nunggu kamu bertahun-tahun tanpa kepastian, Nay. Bayangin gimana sakitnya aku mencintai tunangan orang. Gimana susahnya meyakinkan kamu. Dan sekarang ... kamu..." Alga menghela nafas mencoba untuk lebih tenang. Meraih kedua tangan Nayla setelahnya. "Intinya, aku nggak bakal lakuin itu. Aku nggak bakal ninggalin kamu."

DERMAGA PENANTIAN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang