Part 22

12 2 0
                                    

Sesuai rencana, Alga dan kedua orang tuanya datang mengunjungi kediaman Nayla untuk meminang. Kedatangan keluarga Alga disambut hangat oleh kedua orang tua Nayla. Bukan hanya Nayla dan kedua orang tuanya saja, Ketrin juga berada di sana. Malam itu, ketika Nayla memasuki kamar. Ia langsung mengirimkan pesan WhatsApp kepada Ketrin. Menceritakan jika Alga berniat melamarnya esok hari, dan Nayla meminta agar Ketrin mau menemani.

Pernyataan Nayla tentu saja membuat Ketrin syok. Meski pun begitu Nayla tidak berniat untuk bercerita. Ya, setidaknya tidak melalui telepon. Nayla akan menceritakan hubungannya dan Alga ketika sudah bertemu saja.

"Ingat! Lo, masih punya hutang sama gue," ucap Ketrin yang tengah berdiri di di hadapan Nayla.

Nayla melirik saja, lalu menyahut. "Iya."

Berulang kali Nayla menghela napas. Tak mampu menutupi kegugupannya meski pun hanya ia dan Ketrin saja yang saat ini berada di dalam kamar

Ya, saat ini Nayla dan Ketrin hanya berada di dalam kamar. Dan, yang menemani Alga dan kedua orang tuanya adalah orang tua Nayla.

"Lo, gugup?"

Nayla mendongak menatap Ketrin. Menarik sudut bibirnya membentuk senyuman. Isyarat jika Nayla benar-benar gugup sekarang.

"Tanganku dingin, Rin," ucap Nayla sembari mengepal kedua tangannya. Ketrin duduk di samping Nayla dan meraih kedua tangan Nayla — berusaha memberikan kehangatan dan semangat.

"Semua pasti berjalan lancar, Nay," ucap Ketrin lembut. Nayla menatap Ketrin memaksa tersenyum.

"Jadi, kalau kami boleh tau. Sebenarnya apa tujuan Pak Alga, dan kedua orang tua datang ke rumah kami?"

"Eh, kayaknya udah mulai," ucap Ketrin langsung melepaskan tangan Nayla dan berjalan menghampiri pintu. Merapatkan telinga pada daun pintu — menguping.

Suara Ayah Fadil terdengar sampai ke dalam kamar. Nayla memejamkan mata sembari menghela napas.

"Begini, Bu, Pak. Tujuan kami datang ke sini untuk melamar Nayla untuk anak kami, Alga," ucap Papa Alga — Rehan.

"Iya, Bu, Pak," sahut Mama Alga pula — Ningrum, "kami sudah banyak mendengar tentang Nayla dari anak kami Alga. Dan, kami merasa kalau Nayla sangat cocok untuk putra kami."

Bunda Midar dan Ayah Fadil saling bertatap. Kemudian Ayah Fatih kembali menatap orang tua Alga.

"Terima kasih atas niat baik Bapak, dan Ibu. Kami sangat menghargai niat baik ini, tapi untuk kelanjutannya biarlah Nayla yang menentukan. Kami sebagai orang tua hanya menerima keputusan saja," Ayah Fadil menatap Bunda Midar. "Tolong panggilkan Nayla, ya, Bun."

Bunda Midar menyunggingkan senyum sembari mengangguk, lalu menatap Alga dan kedua orang tuanya bergantian.

"Sebentar, ya, Bu, Pak, Pak Alga. Saya panggilkan Nayla dulu." Bunda Midar lantas beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju kamar Nayla yang tak jauh dari ruang tamu. Bunda Midar mengetuk pintu kamar. "Nay, keluar sebentar, Nak."

Di dalam kamar, Nayla yang mendengar suara Bunda Midar seketika berdebar. "Riin," rengek Nayla menatap Ketrin yang sudah lebih dulu melarikan diri — menjauh dari pintu tepat ketika Bunda Midar mengetuk pintu.

"Ayo, aku temenin," ucap Ketrin, lalu mengulurkan tangan.

Nayla menatap uluran tangan Ketrin, lalu menyambutnya. Keduanya lantas berdiri berhadapan.

"Semangat," Ketrin mengangkat kepalan tangan, "hari ini, hari penentuan hidup lo kedepannya. Jadi, jangan ragu membuat keputusan."

Nayla mengangguk. Setelahnya Nayla dan Ketrin keluar dari kamar. Tersenyum kepada bunda Midar yang sudah menunggu di depan pintu.

DERMAGA PENANTIAN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang