Tubuh Nayla seketika mematung. Perhatiannya langsung teralihkan ketika pria di hadapan Ketrin sedikit memutar badan untuk menoleh kepadanya. Jantung Nayla seketika itu juga berdebar. Cepat saja mengalihkan pandangan kembali pada Ketrin yang tengah melambaikan tangan kepadanya — memanggil.
Saat ini Nayla tidak memiliki pilihan lain selain berjalan memasuki warung. Setiap langkah Nayla menjadi bahan perhatian pria di hadapan Ketrin, hingga Nayla merasa canggung dibuatnya. Kecanggungan dan raut penuh tanda tanya itu seakan terlihat jelas oleh Ketrin, hingga belum sempat Nayla bertanya, wanita itu sudah lebih dulu memberi laporan.
"Eeh, ini gue nggak sengaja ketemu Pak Alga di sini. Jadi sekalian aja kita makan bareng. Lebih rame, kan, lebih enak," ucapnya.
Nayla tidak menyahuti, mengangguk saja tanda mengerti. Andai Nayla berada di posisi Ketrin, ia kemungkinan juga akan melakukan hal yang sama. Akan terasa aneh jika duduk sendirian, sedangkan ada seseorang yang kita kenal di tempat itu.
"Duduk, Nay," ucap Ketrin lagi sembari menarik kursi untuk Nayla. Nayla pun duduk, hingga ia berhadapan dengan Alga kini. "Mau pesen apa, Nay?" tanya Ketrin kemudian.
"Kamu udah pesen?" Nayla justru balik bertanya.
"Udah," jawab Ketrin, "gue pesen bakso beranak," ucapnya.
"Emang ada apa aja?" tanya Nayla lagi.
"Banyak," jawab Ketrin, "nih," ia lantas menyodorkan sebuah kertas bertuliskan menu-menu di sana.
Nayla menerima kertas itu dan mulai membacanya. Dan mulai memutuskan menu apa yang akan ia pilih.
"Gue mau bakso mercon aja, deh," pilihnya.
"Lo, kan, nggak tahan pedes, Nay," Ketrin mengingatkan.
"Nggak pa-pa. Aku lagi pengen soalnya," sahut Nayla.
Ketrin menghela nafas saja — merasa tidak yakin sebenarnya. Tapi karena Nayla sudah memilih, Ketrin juga tidak mungkin melarang. Dan andai pun Ketrin ingin melakukan itu, ia cukup merasa sungkan sebab ada Alga yang saat ini duduk bersama mereka. Ketrin lantas melakukan pemesanan untuk Nayla sebagai tambahan.
Setelah beberapa saat makanan yang ditunggu-tunggu akhirnya sampai juga di atas meja. Sepasang mata Nayla dan Ketrin tampak berbinar. Menelan air liur tanda tidak sabaran ingin menyantap makanan di hadapan mereka.
Nayla menambahkan sedikit kecap dan juga saos ke dalam mangkok baksonya. Tanpa basa-basi langsung membelah bakso besar itu, dan langsung disuguhkan oleh daging cincang yang bercampur dengan banyaknya cabai rawit. Seketika saja Nayla menelan ludah. Antara nafsu dan rasa pedas yang seketika saja bersarang dalam mulutnya meski ia belum mulai menikmati.
Nayla mulai memotong bakso itu menjadi beberapa bagian. Saat hendak menyuap ke dalam mulut, tatapan Nayla tertoleh pada Alga yang saat ini terlihat sibuk dengan handphone di tangannya. Untuk sesaat Nayla memperhatikan, merasa heran sebab sejak pertama kali Nayla datang, Alga tidak berbicara.
Nayla memutuskan untuk tidak peduli. Mengedikkan bahu saja tanda tidak acuh, dan langsung memasukkan potongan bakso itu ke dalam mulutnya. Nayla mulai mengunyah. Sampai akhirnya rasa pedas dari cabe rawit juga saos menghantam mulutnya. Semakin terasa pedas dibantu oleh kuah yang masih panas.
"Hah," Nayla membuka mulut — menghembuskan nafas dari dalam sana, tetapi menutupi juga dengan sebelah tangannya. Sepasang mata Nayla sudah terlihat berair, dan wajahnya pun terlihat memerah.
Ketrin yang menyadari akan hal itu buru-buru menuangkan air ke dalam gelas dan langsung disodorkan kepada Nayla. Tanpa basa-basi pula Nayla menerima dan langsung menenggak air itu hingga tandas.
KAMU SEDANG MEMBACA
DERMAGA PENANTIAN.
RandomNayla Amira, gadis berusia 27 tahun. Tiga tahun hidupnya, ia habiskan hanya untuk menantikan kepulangan sang kekasih. Sampai ia tidak menyadari telah tenggelam dalam sebuah harapan dan mengabaikan kehidupannya. __________ Alga Wijaya, pria berusia...