Dua Puluh Lima ; Felix

1.1K 151 21
                                    

Aku sudah tinggal bersama wanita cantik yang menemaniku sejak memulai band itu, ia tampak semakin indah. Namun kami diberi cobaan oleh Tuhan, sudah beberapa kali kami berdoa, kami belum juga diberi keturunan. Padahal, kami sudah lebih dari siap untuk memulai keluarga kecil kami.

"Sayang, aku udah siap!"

Jarak tempat itu tak begitu jauh dari rumah kami. Omong-omong, Damian masih menikmati sisa hidupnya di penjara. Kak Chandra? Sekarang menjadi produser ternama yang memiliki paling banyak kredit lagu. Langit juga masih menjadi penyanyi, di bawah studio yang dinaungi Kak Chandra.

Ah, kalian pasti penasaran juga pada teman-teman Felix. Haikal, kini menjadi pelukis yang memiiki sanggar dan museum sendiri. Sedangkan Hanif memilih untuk menjadi musisi juga, satu studio dengan Langit. Untuk Jeo, karena paling muda, ia masih menjalani kehidupan kuliahnya di jurusan psikologi.

Yuan dan Renjani? Tak kusangka mereka mendirikan restoran yang berkolaborasi dengan kafe milik Leo. Mereka menjadi sukses, cabang kafe Leo juga ada dimana-mana, tak jarang aku mengunjungi mereka demi bertegur sapa.

Sulit bagi Renjani untuk merelakan kepergian Felix, kata ibunya, ia menangis setiap hari saat itu, bahkan juga tidak mau makan. Tetapi kini senyum cerahnya kembali lagi, aku senang.

Oh ya, mama juga datang saat pernikahan kami. Beliau masih betah sendiri, mungkin trauma akan laki-laki. Beliau juga menjenguk makam Felix.

Lalu pekerjaanku?

Ya benar. Mendirikan rumah asuh dengan desain yang kami gambar kala itu, aku dan Julia menemukan banyak kebahagiaan dalam setiap senyuman anak-anak yang kuasuh. Mereka spesial, sama seperti Felix. Tetapi kata Andra, asistenku, terdapat anak baru yang ingin memasuki panti asuhan ini. Kudengar, ia kehilangan kedua orang tua, ayah dan ibunya.

Begitu kami memasuki tempat itu, anak-anak selalu menyambut aku dan istriku dengan gembira. Oh ya, for your information, mereka memanggil kami dengan sebutan kakak. Karena aku ingin menganggap mereka semua adalah adikku, adik kami, lebih tepatnya.

"K-Kak Revalino?"

Perhatianku teralih begitu mendengar suara yang familiar. Dapat kulihat anak itu berdiri membawa setangkai mawar merah, membawakan sekotak kue dan menyerahkannya padaku. Kurasa ia sudah tau namaku, dan anak inilah yang dikatakan Andra.

"Halo, adik manis. Sudah siap bergabung dengan keluarga baru?"

Ia mengangguk antusias, aku terkekeh, anak ini menggemaskan.

"Siapa namamu?"

"Aku cuma punya nama depan..."

"Oh, kakak nggak keberatan. Tolong beritau supaya teman-teman bisa kenal kamu," ujarku lembut, berjongkok agar menyamakan tinggiku dengannya.

Perawakannya mungil, dengan rambut golden blond dan bintik-bintik pada wajahnya yang membuatku deja vu, matanya biru, menatapku dengan penuh harap. Senyumnya mengembang kemudian.

"Felix kak, namaku Felix!"

Matahari & Brownies Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang