Bonus - SEBUAH KISAH

11.4K 1.2K 302
                                    

Tujuh tahun kemudian

Seorang anak laki-laki berusia lima tahun terlihat membuka-buka laci kabinet tua di ruang keluarga rumah Oma. Tangan mungilnya cekatan mengobrak-abrik tumpukan kertas yang sudah usang dan berdebu. Aku yang sibuk mengangkut cangkir-cangkir berisi teh hangat dengan panik meletakkan bawaan di atas meja ruang keluarga dan segera menghampiri bocah tersebut.

"Marcel, kamu sedang apa nak? Kenapa kertas-kertas Oma dikeluarkan?" Tanyaku lembut menyentuh ubun-ubunnya.

Ia menatapku dengan bola mata bulat menggemaskan miliknya, "Bunda! Acel mau gambal-gambal!"

"Gambar apa, sayang? Buku gambar Marcel kan ada di rak buku depan, bukan disini." Aku mengelus pipi tembemnya.

"Mau gambal kapal tempul yang besal!" Marcel menggerakkan tangannya membentuk lingkaran sebesar mungkin dengan mata berbinar, membuatku tersenyum geli. Lihat betapa menggemaskannya anak ini, sangat aktif dan imajinatif, tak seperti ayahnya.

"Rania, apa kamu lihat Mar... Oh, di sini rupanya kamu nak," Aria dengan napas tersengal menatapku dan Marcel yang sedang duduk di lantai rumah Oma.

"Ayah!" Teriak Marcel girang. Ia segera bangkit dengan payah dan menghampiri ayahnya yang tampak kelelahan mencari sosoknya sedari tadi. Aku hanya tersenyum dan segera membereskan tumpukan kertas yang dikeluarkan Marcel dari laci kabinet tua ini.

"Aku kira Marcel hilang entah kemana, Rania. Baru saja dia bersamaku tadi di teras, saat aku mengobrol sebentar dengan Oma ia sudah hilang," ujar Aria sembari menggendong Marcel dalam pangkuannya.

"Biarkan saja, Aria. Dia berusaha mengikuti rasa penasarannya, tahu?"

"Terakhir kali aku membiarkannya, dia berusaha memanjat pohon jambu tetangga. Dasar anak nakal," Aria mencubit kecil hidung Marcel, membuatnya mengaduh kesal.

"Sakit, ayah! Acel cuma mau cali keltas gambal... Acel lihat tante cantik di situ!" Marcel menunjuk-nunjuk tumpukan kertas yang masih berusaha kukumpulkan. Aku mulai penasaran dan melihat satu persatu kertas yang berserakan, dan menemukan satu potret kuno seorang perempuan. Dahiku mengernyit bingung, sejak kapan ada foto gadis ini di rumah Oma?

"Aria, kamu sudah sampai?" Sebuah suara mengalihkan perhatianku. Hoesni muncul dari taman samping rumah bersama seorang gadis mungil dalam gendongannya. Ia menurunkan gadis itu dan membiarkannya berlari ke arah Aria.

"Acel datang!" Teriak gadis kecil itu girang. Aria segera menurunkan Marcel dan membiarkan mereka menyapa satu sama lain.

"Aihhh, senangnya anak mama ketemu Acel, sampai lupa salim sama mama dan paman," ujarku dengan lembut. Ia melihat ke arahku dan tertawa kecil, kemudian menyalami Aria dan berlari kecil mendekatiku, diikuti Marcel.

"Gue baru nyampe sama Marcel dari Surabaya kemarin, ini nyempatin datang ke rumah karena Marcel mau ketemu Sophia katanya. Lo dan Rania sehat, Hoesni?" Aria mengambil secangkir teh dan membawanya duduk di sofa ruang tengah. Hoesni menyusul dan duduk di hadapannya.

"Aku sehat. Kamu dan Marcel juga tampaknya sehat, ya? Ibunya tidak ikut kemari?"

"Sarah? Dia demam dari kemarin, mungkin kelelahan pulang dari Surabaya."

"Ah, semoga dia lekas pulih," sahutku sambil lanjut membereskan kertas yang tersisa.

"Itu foto siapa, mama? Tantenya cantik!" Sophia menatap foto yang kugenggam penuh binar. Hoesni bangkit dari duduknya dan menghampiriku, wajahnya mengerut bingung tatkala ia menatap foto yang ada di tanganku.

"Kenapa ada foto Elizabeth di rumah ini, Rania?"

***

Aku menutup novel roman yang sedari tadi kubaca. Sejujurnya, aku pun tak fokus pada halaman-halaman buku tebal ini, pikiranku melayang pada selembar foto yang didapati Marcel pagi tadi. Aku bingung, kenapa ada foto Elizabeth di rumah ini? Seingatku dulu Elizabeth tak pernah berhubungan dengan keluarga Kartosoerjawidjaja kecuali bila itu berhubungan denganku. Apa keluarga ini pernah menjalin hubungan dengan keluarga Hartz sehingga foto Elizabeth bisa tersimpan dengan rapi di rumah ini?

Rania van Batavia [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang