Kami memegang perut yang penuh dengan berbagai jenis daging dan sayuran. Padahal aku berjanji hanya akan makan daging dan sayur, tidak menyentuh bihun atau berbagai jenis bakso. Namun janji tinggal janji, aku beberapa kali mencomot bakso dan mengambil sedikit bihun milik Aria dan Mela. Sedikit sedikit, lalu disinilah aku memegangi perutku yang begah. Mela pun tak kalah sama denganku, hanya Aria yang tetap keren, membuatku mendengus kecil.
"Lo ga nambah lagi, Ar?" tanyaku padanya yang sedang sibuk pada ponsel genggamnya.
"Ngga, ntar gue ngga sanggup ngegym habis ini," jawabnya santai.
Aku mencibir, "Pantes badan lo bagus terus ngga bergelambir kayak kita nih."
Aria tertawa, memperlihatkan giginya yang putih dan rapi, "Kalian ngga bergelambir, kok. Ah, mungkin kalau Mela... sedikit," ledeknya mengarah ke Mela. Aku tertawa melihat ekspresi kecut Mela.
"Ngomong-ngomong, kalian udah ngerjain tugas mata kuliah Sejarah Nusantara?" tanya Mela sembari meneguk ocha dingin miliknya.
Aku menggeleng, "Masih nyari referensi nih, lo ambil tema apa, Mel?"
"Gatau nih, kayaknya metode penyebaran agama Islam aja karena ngga terlalu banyak materinya, lo gimana, Ran?" ia menanyaiku balik.
"Gue mau ambil tema pernikahan campuran masa kolonialisme," jawabku santai.
"Wuihh, berat banget tema lo, Ran. Kenapa ambil tema itu?" Aria terlihat sedikit kaget dengan pilihan tema tugas artikel yang harus kami selesaikan minggu depan.
"Kenapa ya? Menarik aja menurut gue. Dari buku yang pernah gue baca bangsa Belanda sangat memandang rendah bangsa Indonesia, atau di zaman itu disebut pribumi, padahal ujung-ujungnya mengambil gadis pribumi untuk melahirkan anak-anak yang disebut sebagai 'indo' atau campuran. Yah masih risetlah ini, belum mulai nulis," jelasku panjang.
"Ini nih mahasiswa maksimal, kalo gue mah ga sanggup yang ribet-ribet ah," sahut Mela, membuatku dan Aria tertawa ringan.
"Eh tapi kalian tahu ngga sih? Ternyata kebiasaan selingkuh dan selir itu udah ada dari jaman dulu banget, termasuk jaman kolonialisme nih. Bangsa Belanda kebanyakan pasti punya selir atau sebutannya gundik sebagai pemuas nafsu selama mereka bertugas di Indonesia gitu. Ntar kalo udah balik ke negara sendiri yaudah deh tuh selir ditinggalin, anaknya dibawa. Dari dulu mereka membawa budaya 'playboy' nih sampe sekarang, makanya banyak buaya darat di Indonesia," jelasku lagi sembari tertawa, diikut tawa Aria dan Mela.
"Tapi gue ngga playboy kan, Ran?" tanya Aria tiba-tiba, aku mencibirnya lagi.
"Dih, siapa bilang lo ga playboy? Kemana tuh neng geulis yang namanya Shinta, yang baru bulan lalu jadiannya? Terus dua bulan lalu siapa tuh namanya? Si De..."
"Sssttt, udah udah ga usah dilanjutin ah!" Aria mengarahkan telunjuknya berusaha membuatku diam, Mela tertawa keras hingga memegangi perutnya yang penuh.
"Semua cowok emang di mulut aja ngomongnya 'Cuma kamu seorang', padahal mah 'Cuma kamu seorang hari ini, besok orang lain lagi', hahaha," tambah Mela yang kali ini diikuti tawa kerasku. Sungguh sangat senang mengerjai temanku yang satu ini, Aria, karena ia akan kebingungan sendiri menghadapi dua perempuan usil, terutama aku yang tidak pernah pacaran bahkan sejak SMA.
"Ah, terserah kalian aja deh, padahal kalian cewek-cewek juga sukanya cowo bad boy gitu. Ada cowo baik-baik pasti bilangnya 'kamu terlalu baik untukku', bener ga?" Aria tidak mau kalah hari ini, dan kami mengangkat tangan mengalah, mengingat makanan hari ini ia yang bayar.
"Jadi, dibanding dulu dengan sekarang, lo lebih pilih cowok dari jaman apa, Ran?" Mela menyaiku asal, kembali pada topik yang tadi kami bahas.
Aku terdiam cukup lama, berusaha mencari jawaban yang tepat.
![](https://img.wattpad.com/cover/239863041-288-k190.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rania van Batavia [✔️]
Historical Fiction# THE WATTYS WINNER 2021 IN HISTORICAL FICTION # Previous Title: "Namanya Hoesni" Aku Rania, seorang mahasiswi tahun akhir ilmu sejarah yang sangat menggemari kisah-kisah menakjubkan dari pergerakan nasional bangsa Indonesia pada masa kolonial. Semu...