Falling Leaves 6

942 130 15
                                    

🍁 Happy Reading 🍁

🍂🍂🍂

Polisi itu memanggilnya Sean

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Polisi itu memanggilnya Sean..

Sosok pemuda tampan yang berhasil lolos dari pengejaran itu kini berdiri menghadap jendela kaca. Menekan sikut pada kusen jendela, telapaknya kini menopang kepala. Maniknya yang coklat gelap menatap deburan ombak di depan, pasir putih yang menghampar serta segelintir orang yang masih menikmati suasana sore.

Setelah berhasil mengecoh polisi yang mengejarnya, ia kini hanya bisa menikmati kesendirian seperti biasanya. Sore itu ia kembali tidak membuka kafe, merasa kehilangan mood untuk melayani orang-orang serta harus beramah-tamah untuk menyenangkan mereka.

Tidak tahu kenapa, pertemuan kedua kalinya dengan pria yang menurutnya manis itu membuat benaknya tidak bisa menghilangkan bayangan tersebut. Kini ia tahu nama pria itu waktu mendengar kapten polisi itu berseru memanggilnya.

Sean..

Daya tarikmu sangat luar biasa.. Dua kali aku kehilangan fokus hanya dengan melihat dirimu..

Aku tidak tahu siapa dirimu, tapi kau bersama polisi itu. Apakah kita bertemu hanya untuk menjadi musuh?

Kehadiranmu sudah sangat menarikku..

Apa yang terjadi padaku?

Hembusan nafas si pemuda terdengar berat dan panjang. Mengingat dirinya bertahun-tahun ini tidak pernah mengalami hambatan apapun. Semua hal ia lakukan dengan lancar tanpa merasakan sesuatu yang mengganjal, dan ia tidak pernah ingin berubah.

Satu hal yang ia tuju, tidak pernah ingin ada perubahan apapun dalam rencananya.

Lagi-lagi hembusan nafas.

Sesaat tubuhnya menegang sewaktu telepon di atas meja berbunyi nyaring. Memutar langkahnya ia tergesa mendekati meja bar.

“Halo..”

“Aku senang kau bisa lolos,” suara seorang laki-laki, berat dan berwibawa, jelas sekali suara itu keluar dari sosok pria setengah baya.

“Hmm, karena mereka menginginkanku hidup-hidup.”

“Vardy sudah bebas. Sementara ini tidak perlu melakukan apapun.”

Mendengar perkataan dari seberang, entah kenapa dada pemuda itu merasa lega.

“Baik, Ayah.”

Jawabannya langsung keluar seiring terputusnya sambungan dari seberang.

Menghembuskan nafas panjang, pemuda itu meletakkan kembali gagang telepon. Sekian detik termangu hingga akhirnya memutuskan untuk keluar. Ia perlu mendapatkan udara segar. Berjalan menyusuri tepian pantai, tatapan matanya tertuju pada ujung cakrawala. Menyaksikan sinar merah itu semakin turun seolah tenggelam ke dasar lautan.

𝐀𝐔𝐓𝐔𝐌𝐍 𝐋𝐞𝐚𝐯𝐞𝐬 [𝓔𝓷𝓭] (Dibukukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang