📖 Selamat Membaca 📖
Aksa yang baru saja turun dari undakan tangga terdiam ditempatnya. Matanya menelisik ruangan yang ia datangi. Tetapi matanya belum menemukan seseorang yang ia cari.Celana training berwarna hitam dengan kaos oblong biru tua itu terlihat pas di tubuh besarnya. Tangan kanannya keluar dari saku celana depan. Ia kembali menggerakkan kakinya, siapa tau seseorang yang ia cari ada di dapur.
"Malam, tuan muda." sapa kepala maid usianya sudah menginjak 60 tahun. Tetapi masih cukup kuat dan muda untuk mengatur mansion Aksa.
Kepala maid itu pilihan orang tua Aksa. Diambil dari bagian maid dimansion orang tuanya. Aksa tidak peduli itu.
"Kemana Naura?" tanyanya dingin seperti biasa. Tatapannya pun tak bisa lembut.
Kepala maid itu menunduk,"Nona belum turun tuan muda. Nina dan Oka sudah membujuknya tetapi tetap tidak mau keluar."
Aksa berdesis mendengar itu. Ia kembali berjalan dan berhenti pada meja makan yang menghidangkan berbagai makanan.
Lelaki mendongak ke atas tertuju pada undakan tangga yang terlihat dari sini. Ia putuskan untuk ke kamar gadisnya sendiri. Mungkin gadis itu merajuk sebab ia belum mengijinkan untuk sekolah lagi.
Aksa melakukan itu tanpa alasan. Yang pertama bisa saja gadis itu pergi saat bersekolah. Yang kedua, ia cemburu karena gadis itu di sekolah sangat di kagumi karena cantik dan imutnya yang sangat condong.
Kini dirinya sudah berada didepan pintu berwarna pastel. Iya, lelaki itu begitu tergila gila dengan Naura. Apapun yang gadis itu sukai, ia tahu.
Naura penyuka warna pastel. Dirumah orang tua Naura juga memiliki pintu berwarna pastel. Ruangannya pun tak urung dari warna pastel.
Tangannya bergerak untuk mengetuk pintu itu. Dirasa sudah tiga kali ketukan ia pun menunggu si empu membukanya. Tetapi beberapa detik setelahnya pintu itu tak kunjung dibuka. Apa yang sedang Naura lakukan didalam?
Ia kembali mengetuk pintu itu. Tapi tetap sama tidak ada sahutan juga. Akhirnya dengan terpaksa lelaki itu menarik kebawah gagang pintu itu.
Naura tidak bisa menguncinya sebab hanya dirinya yang tahu password angka kamarnya. Ia memang tidak menguncinya setelah kejadian sore tadi. Ia pikir ia berada di mansion, dan penjagaan juga ketat. Naura tidak akan bisa keluar barang dari kamar.
Ceklek
Pintu itu terbuka setengah. Aksa melangkah lebih maju untuk masuk. Lelaki itu terpaku melihat Naura yang berdiri menyamping di balkon dengan rambut dicepol acak.
Meninggalkan jejak jejak rambut yang tersisa di sisi sisi wajahnya. Matanya terlihat terpejam menikmati angin malam yang sedikit bertiup kencang.
Lelaki itu juga belum bereaksi apapun. Ia betah melihat gadis itu. Namun kesadaran mengambilnya. Gadisnya belum makan malam. Ia tidak mau gadis itu sampai sakit.
Kakinya berjalan maju dengan pelan. Naura belum menyadari kedatangan Aksa. Bahkan kini gadis itu tersenyum, entah apa yang menjadi alasan senyumnya.
"Angin malam tidak baik buat kesehatan." suara berat itu mengejutkan Naura. Gadis itu sedikit menegang ditempatnya. Lalu menoleh ke kanan mendapati Aksa yang berdiri satu meter di sampingnya.
"Kenapa kamu disini? Pergi!" usir Naura tegas.
"Aku pemilik mansion ini." peringat Aksa jikalau gadisnya lupa. Meskipun Naura tidak tahu, kalau Aksa membuat mansion ini alasannya karena gadis itu.
Ia berfikir jalannya akan mudah setelah mengambil gadis itu. Ternyata dugaannya meleset.
Aksi Naura yang mau membantah pun terhenti di udara. Gadis itu melipat bibinya ke dalam.
"Kenapa kamu ke sini?" tanya Naura menaikan sebelah alisnya yang tidak tebal dan tidak tipis itu.
"Kamu belum makan malam. Ayo, kita makan. Maid sudah membuatkan makanan favorit mu." jelas Aksa memberi senyum. Apa Naura ingat jika Aksa sangat jarang tersenyum. Senyumnya sering kali ditunjukkan hanya pada Naura sendiri. Apa kah gadis itu mengingat?
"Aku tidak lapar!" ucap Naura melipat tangannya dan berbalik badan membelakangi Aksa.
"Nanti kamu bisa sakit." tegas Aksa.
"Aku pikir itu akan lebih baik, dari pada harus makan bersama mu." tatapan Aksa menerawang disana. Keheningan menyelimuti keduanya diruang serba pastel ini.
"Aku akan menyuruh Nina dan Oka menemanimu makan. Jangan khawatir," ucap Aksa kembali. Lelaki itu berjalan ke arah walk in closet dan kembali membawa sebuah cardigan berwarna coklat.
"Pakai ini," Aksa hendak menyampirkannya pada tubuh gadis itu. Namun Naura memilih mundur dengan memberi jarak.
Tak ada pilihan, Aksa menarik gadis itu paksa sampai tubuhnya tidak ada jarak dengannya. Aksa langsung menyampirkannya pada tubuhnya. Gadis itu hanya mengenakan dress dengan tali spaghetti dibahunya.
"Kamu harus makan, aku akan menguncimu jika kamu tidak menurut!" ancam Aksa tegas. Naura menoleh ke kiri tidak mau wajahnya sampai bersentuhan.
Apalagi hidung lelaki itu mancung. Pastinya akan berpotensi pada kulitnya.
***
Keadaan rumah Deni cukup sepi. Biasanya akan ramai karena putrinya.
"Mas?"
"Ada apa?" sahut Deni menoleh sepenuhnya pada istrinya yang baru saja duduk di sofa. Mereka berada di kamarnya.
"Aku rindu Naura. Kenapa kamu tidak membawanya saja kembali?" tanya Ratih wanita berumur itu menatap sendu suaminya. Ia rindu dengan keributan rumah yang putrinya lakukan. Merecokinya di dapur, menonton film horor bersama.
Deni menghela nafasnya. Ia juga merindukan putri cantiknya itu. Tetapi, Aksa membawa putrinya ke mansion yang Deni sendiri belum tahu keberadaanya.
Aksa sudah memberitahu jika Naura bersamanya. Tetapi lelaki itu tidak memberitahu dimana keberadaannya. Sontak saja Deni marah, pria itu hampir saja menghajarnya jikalau istrinya tidak menahan.
"Aku akan meminta orang untuk mencari tahu dimana mansionnya. Kamu jangan terlalu khawatir, ya?"
"Tapi Mas--"
"Ratih, kamu tahu Aksa bagaimana 'kan? Dia sangat ambisius tanpa disadari. Aksa sudah mencintai Naura sejak usianya 12 tahun. Dan sekarang umurnya sudah 25 tahun kamu tahu bagaimana tersiksanya dia mencari Naura selama itu? 14 tahun bukan waktu yang lama Ratih."
Wanita itu menghela nafasnya juga. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi.
***
Setelah dari kamar gadis kecil itu, Aksa tidak kembali ke ruang makan. Ia akan membiarkan gadisnya makan terlebih dahulu.
Kini Aksa lebih memilih ke ruang kerjanya. Tumpukan berkas sudah ada di depan matanya. Ia mengambil pulpen di sebelah pigura kecil yang fotonya ialah Naura.
Ia mencoret kalimat yang tidak sesuai dengan keinginannya. Ia mengkoreksi angka yang hasilnya kurang benar.
Selanjutnya membaca dokumen dari klien yang mengajukan diri sebagai rekan kerja. Semua yang Aksa mau sudah ada di genggamannya. Materi, kesuksesan, popularitas perusahaan, semuanya ada.
Tetapi rasanya masih sama seperti sejak Naura meninggalkannya. Ia mendapatkan raganya tapi tidak hatinya.
Apa yang terjadi selama ini? Apa yang membuat Naura berlaku tidak mengenal dirinya.
Aksa tersiksa hatinya. Fokusnya selalu pecah saat mengingat gadis itu. Pikirannya juga tidak bisa tenang.
Padahal Naura ada di didekatnya.
Memikirkan itu membuat kepalanya terasa berat. Ia berteriak tertahan, ia ingin rasanya air matanya tumpah. Agar hatinya merasa lega.
"Apa yang salah?"
"Apa yang aku lakukan?" ucapnya bertanya pada diri sendiri. Matanya menatap kedua tangannya.
Ia menyugar rambutnya lalu menoleh pada pintu berwarna hitam. Ia berharap Naura akan masuk dan mengajaknya makan malam bersamanya.
Tetapi tidak ada, ia menelungkup kepalanya pada lipatan tangannya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
MY SAVAGE BOY
Roman pour AdolescentsRomance - teenfiction Keretakan dalam hubungan yang audah terjalin sejak kecil. Di sebabkan karena kesalahpahaman. Keegoisan yang ingin menginginkan, dan kesabaran yang Aksa pertahankan. Mulai: 20 September 2022