[CHAPTER 3] Canggung

6.9K 1K 28
                                    

Hari menjelang sore, Renjun sama sekali tak keluar dari dalam kamar, menyibukkan diri dengan merapikan kamar sesuai dengan apa yang ia inginkan dan mengeluarkan buku-buku yang ada di dalam tas dan sekarang perutnya lapar, bahkan sudah berbunyi min...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari menjelang sore, Renjun sama sekali tak keluar dari dalam kamar, menyibukkan diri dengan merapikan kamar sesuai dengan apa yang ia inginkan dan mengeluarkan buku-buku yang ada di dalam tas dan sekarang perutnya lapar, bahkan sudah berbunyi minta di isi. "Ish.. Aku lapar.." Keluh Renjun sambil memegangi perutnya.

Kenapa sang pemilik rumah tidak ada tanda akan menawarkan makan bersama? Padahal Renjun sudah menunggu sejak tadi, biasanya ia tidak selapar ini, akan tetapi, pagi tadi Renjun tidak sarapan sebab Mark sialan Lee yang terlalu buru-buru, membuat Renjun melewatkan sarapan.

Renjun bisa saja keluar dari dalam kamar, kemudian memasak untuk dirinya sendiri. Namun, sekarang ia bukan lagi tinggal di rumah Mark Lee, dimana ia bisa berbuat semaunya, ini adalah rumah Jeno dan akan terlihat tidak sopan sekali jika ia mengacak-acak dapur orang lain tanpa izin.

Renjun mengacak rambutnya fristasi, "Ah, terserah! Aku tidak peduli! Aku akan mencari makanan sekarang juga!" Renjun beranjak dari duduknya, membawa langkah kaki keluar dari dalam kamar.

Renjun menoleh ke kanan dan kiri memastikan apakah ada orang di luar, namun rumah itu tampak lenggang, seolah tak ada kehidupan. Sebenarnya kemana si pemilik rumah? Ah, semasa bodoh, perut Renjun lapar dan dia akan mencari makanan sendiri di dapur.

Renjun berjalan perlahan menuju dapur, sebenarnya Renjun tidak tahu dimana letak dapur, tapi istingnya bilang dapur berada di sisi utara rumah ini bersebelahan dengan ruang makan. Benar saja, Renjun menemukan dapurnya, ini memang tidak sopan tapi salahkan sang pemilik rumah yang bahkan tak menawarkan segelas air untuk Renjun.

"Dimana dia menyimpan bahan makanan? Ishh, merepotkan!" Keluh Renjun, tangannya terulur guna membuka lemari pendingin, akan tetapi betapa terkejutnya Renjun saat tak menemukan apapun di dalam lemari pendingin tersebut, hanya ada dua botol air mineral. Oh astaga yang benar saja! Renjun kembali menutup pintu lemari pendingin.

Masih belum menyerah, Renjun membuka seluruh lemari yang ada di dapur, barangkali ada mie instan atau sesuatu yang bisa di masak. Namun, tidak ada apapun. Oh Tuhan, rasanya Renjun ingin menangis saja. Ini semua salah Mark sialan Lee yang menitipkannya pada orang aneh macam Jeno!

Renjun berjongkok di samping meja makan, memegangi perutnya yang terus berbunyi, protes minta di isi. "Mama, Renjun lapar, Ma.." Gumam Renjun sambil menundukkan kepalanya.

"Sedang apa kau duduk berjongkok disini?"

Mendengar suara yang tak asing, Renjun mengangkat kepalanya, wajah datar Jeno yang menjadi pemandangan pertama saat ia mendongak ke atas. Renjun berdiri, sedikit canggung sebab ia tak kenal dengan Jeno dan takut jika ia salah bicara maka pria ini akan marah, "M-maaf, aku bukannya lancang masuk ke dapurmu, t-tapi.. a-aku lapar.." Ujar Renjun dengan nada suara pelan yang masih mampu di dengar oleh Jeno.

Sebenarnya Jeno lupa jika ada makhluk lain yang hidup di dalam rumahnya, Jeno terlalu fokus menyelesaikan pekerjaannya di dalam ruang kerja, biasanya juga memang seperti itu dan Renjun begitu tenang bahkan sangat tenang hingga Jeno lupa tentang keberadaannya. Jeno jarang makan, bahkan lebih sering memesan makanan di luar kalau memang benar-benar lapar, makanya tidak ada bahan makanan apapun di dapurnya. Kemarin juga ia tak sempat untuk belanja, bukan tidak sempat, tapi memang ia pikir tidak butuh.

Jeno menghela napas, menyorot Renjun dengan tatapan yang sulit untuk di artikan, "Tunggu disini, akan aku pesankan makanan untukmu.." Ujar Jeno lantas membawa langkah kaki meninggalkan Renjun yang masih berdiam diri di tempatnya.

Renjun akhirnya memilih untuk duduk di kursi yang ada di ruang makan milik Jeno, mengetuk-ngetukkkan jari pada meja yang ada di depannya, menunggu Jeno yang katanya memesankan makanan.

Sebenarnya, Renjun punya uang dan bisa pergi keluar untuk membeli makan. Namun, uang yang ia punya adalah milik Mark Lee dan haram bagi Renjun menggunakan uang atau barang pemberian Mark kecuali memang sangat mendesak dan dia benar-benar butuh.

"Berapa lama aku harus menunggu? Tck, ini semua salah Mark! Aku membencinya.." Gerutu Renjun, lantas meletakkan kepalanya di atas meja.

Renjun sedikit tersentak kaget kalau tiba-tiba sebuah kantung plastik berada di hadapannya. Renjun menegangkan kepala, manik matanya bertemu dengan manik mata Jeno, sesaat.

Jeno berdehem pelan, "Aku tidak tahu makanan apa yang kau suka, jadi aku pesankan ini.. Makanlah.." Ujar Jeno lalu tanpa mendengar jawaban Renjun, pria dengan ekspresi dingin itu melangkah pergi dan menghilang di balik pintu kayu yang berada di sebelah kamar Renjun.

Renjun menatap kantung plastik berwarna putih dan pintu kamar Jeno secara bergantian, "Orang itu lebih aneh dibanding Mark Lee.." Ujar Renjun sambil menggelengkan kepalanya, lantas melihat apa yang di pesan Jeno untuk dirinya.

"Uwah~" Ujar Renjun melihat makanan lezat yang telah ia buka, persis seperti apa yang ia inginkan. Renjun makan dengan lahap tak peduli dengan Jeno yang entah sudah makan atau belum.

Sedangkan Jeno, di dalam kamarnya ia berbaring dengan manik mata yang menatap langit-langit. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Jeno bertemu dengan Renjun, sebab dulu sekali ia turut menghadiri pemakaman kedua orang tua Renjun bersama dengan Mark. Waktu itu Renjun masih sangat muda, usianya baru menginjak 17 tahun dan harus kehilangan kedua orang tua bahkan tak ada satupun orang yang menghiburnya. Jeno ingat betul, saat itu Renjun bahkan tidak menangis di hadapan pusara kedua orang tuanya, hanya diam dengan pandangan kosong dan penuh luka, sedang sanak saudara menangis tersendu-sendu atau lebih tepatnya menangis dengan di buat-buat.

Sekarang dia sudah cukup besar dan tentu saja masih sangat membenci sang sahabat yang menyebabkan orang tuanya meninggal, bagaimana Jeno tahu? Sebab, keduanya sudah tinggal dalam satu atap yang sama selama hampir dua tahun, namun Mark bahkan tidak tahu apa hal yang Renjun suka atau sang anak inginkan.

"Ah, sepertinya ini tidak akan mudah dan sedikit merepotkan.." Gumam Jeno memikirkan bahwa mungkin saja ia harus merubah sedikit kebiasaannya untuk menyesuaikan diri dengan Renjun, sebab tak mungkin mereka tak melakukan interaksi selama tinggal di bawah atap yang sama.





- T o b e
C o n t i n u e -

MINE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang