[CHAPTER 12] Sang Benalu

5.4K 898 41
                                    

𝐍𝐨𝐰 𝐥𝐨𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝐍𝐨𝐰 𝐥𝐨𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠—
.
.
.
.
.

Semenjak ia masuk ke dalam restoran sembari mendengarkan presentasi sang sekertaris dan rekan bisnisnya, Jeno hanya diam seolah tubuh dan pikirannya tidak berada di tempat yang sama. Pertanyaan Renjun masih berputar dengan jelas dalam benak, membuat pikirannya terbelah, bahkan hingga saat ini Jeno tak mendengar jelas ucapan sang sekertaris.

Selama ini tak pernah ada yang bertanya pada Jeno tentang bagaimana perasaannya, apakah ia bahagia dengan semua pilihan yang telah ia ambil? Apakah keputusannya untuk menjauh dari lingkungan sosial adalah pilihan yang tepat? Jeno hanya melakukan apa yang dia rasa tepat tanpa pernah sekalipun mendengarkan pendapat orang lain. Jeno telah kehilangan alasan mengapa ia harus hidup di dunia ini. Untuk apa? Untuk siapa? Jeno tidak tahu. Namun, setiap kali Jeno berusaha mengakhiri hidupnya yang menyedihkan selalu ada suara yang menahannya dan memintanya untuk tetap hidup.

Jeno bagaimanapun merubah, tak akan bisa membuat keadaan menjadi lebih baik, dia telah kehilangan sesuatu yang teramat berharga dalam hidupnya dan mungkin tak akan ada yang bisa menggantikan hal tersebut. Ya, Jeno tidak bahagia, hatinya tak pernah sekalipun puas dengan apa yang ia lakukan selama ini. Kendati demikian, Jeno pikir ini adalah hal yang paling tepat untuk menghukum dirinya, membuat hatinya mati dan hidup mengasingkan diri.

“.. Jeno.. Tuan Jeno!”

Lamunan Jeno seketika buyar saat panggilan tegas sang sekertaris menyadarkannya. Tiga orang yang duduk di sebrang menatapnya dengan bingung, padahal ini kerja sama yang begitu penting akan tetapi Jeno malah mengacaukannya, hanya karena pertanyaan sederhana yang Renjun lontarkan.

“Anda baik-baik saja, Tuan Lee? Saya lihat sejak tadi, anda sama sekali tidak memperhatikan presentasi yang kami lakukan.” Tutur sang rekan bisnis yang memang sesekali mencuri pandang pada Jeno.

Jeno sangat menyesal, “Maafkan saya Tuan Kim, apakah kita bisa melakukan meeting lain waktu? Saat ini saya sedang tidak dalam kondisi yang begitu baik.”

“Apa anda sedang bercanda Tuan Lee? Saya sengaja mengosongkan jadwal hanya untuk meeting kita ini, bahkan anda melarang kami datang ke perusahaan anda dan memilih bertemu di restoran macam ini! Apa anda sedang bermain-main dengan kami, Tuan!” Sang rekan bisnis naik pitam, merasa diri dipermainkan.

Jeno sungguh tak bisa melanjutkan semua ini, jika ia tetap memaksa maka kerja sama ini tak akan berjalan dengan baik. “Saya tidak bermaksud mempermainkan anda, Tuan Kim, sungguh saya minta maaf karena perilaku saya yang mungkin menurut ada sangat kurang ajar dan tidak menghormati anda, tapi bisakah kita bertemu dan membahas masalah ini lain waktu? Saya sungguh tidak bisa melanjutkannya.” Jeno berbicara setenang mungkin, ini adalah kesalahannya jadi sebisa mungkin Jeno tidak boleh menyulut emosi sang rekan bisnis.

Lelaki yang di panggil Tuan Kim mendengus mendengar ucapan Jeno. Bisa saja ia membatalkan rencana untuk bekerja sama dengan perusahaan Jeno, akan tetapi keuntungan yang begitu besar tak bisa ia lewatkan begitu saja, lagi pula di luar sana ada begitu banyak orang yang berlomba agar mendapatkan kesempatan emas seperti ini.

MINE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang