[CHAPTER 27] Badai

798 125 8
                                    

M I N E

;

Suasana sarapan pagi ini di kediaman Mark tampak begitu tenang, seolah masalah kemarin tidak pernah ada. Mark duduk di meja paling ujung sedang di sisi kanan ada Jaemin dan sisi kiri terdapat Renjun yang telah siap dengan seragam sekolahnya.

"Aku buat telur gulung, kau mau coba?" tawar Jaemin pada Mark yang di balas dengan anggukan kepala sebagai jawaban. Jaemin tersenyum lantas mengambil dua potong telur gulung untun Mark.

Kegiatan keduanya tak lepas dari perhatian Renjun. Tiba-tiba saja terlintas dalam benak Renjun perihal bagaimana bisa Jaemin ada disini, apalagi tampaknya hubungan Jaemin dan Mark terlihat baik-baik saja.

"Apa akhirnya kalian memutuskan untuk kembali bersama?" tanya Renjun di tengah aktivitas sarapan pagi mereka.

Mark dan Jaemin yang mendapatkan pertanyaan tersebut tampak terkejut, Jaemin tersenyum kecil sebelum menjawab. "Ya, aku memutuskan untuk menerima Mark kembali." Ucap Jaemin dengan pipi yang bersemu.

Renjun mengangguk paham, "Ya, baguslah jika begitu.." Ucap Renjun tak ingin bertanya lebih jauh, lantas mengalihkan pandangan mata pada Mark, "Hei, setelah ini jangan denial dan menyakiti Jaemin lagi."

Mark melotot pada Renjun, "Anak ini, siapa yang kau panggil hei, huh? Aku ini jauh lebih tua darimu tahu! Benar-benar."

"Iya iya, si paling tua.." Ejek Renjun dengan wajah yang tampak mengesalkan di mata Mark. Hampir saja Mark melempar biji kacang pada Renjun jika Jaemin tidak melerai. Tentu saja Renjun jadi lebih bersemangat meledek Mark.

Terus terang, Renjun senang mendengar hal tersebut. Itu artinya Mark benar-benar memperjuangkan Jaemin. Renjun harap hubungan keduanya benar-benar membaik dan bisa ketahap yang jauh lebih serius.

"Oh ya Renjun, kau jadi berangkat bersama dengan Jeno?" tanya Jaemin teringat percakapnnya saat menyiapkan sarapan bersama.

Mendengar nama Jeno, pergerakkan tangan Mark terhenti seketika. "Apa? Siapa bilang kau boleh berangkat bersama dengan Jeno? Tidak ada ya, kau berangkat denganku saja," ucap Mark dengan nada seakan-akan tak ada ruang untuk negosiasi.

Renjun hanya bisa menggelengkan kepala dengan ekspresi jengah. "Oh, ayolah Mark, jangan berlebihan! Jeno hanya mengantarku sampai ke sekolah, oke?" sahutnya, mencoba menenangkan situasi dengan suara yang lebih lembut, berharap agar Mark bisa mengerti dan tidak membesar-besarkan hal sepele.

Jaemin akhirnya turut serta. Dengan lembut, ia menyentuh punggung tangan Mark, isyarat yang mendalam untuk mengalah. "Biarkan saja, Mark," ucapnya, suaranya penuh dengan ketenangan.

Mark menghela napas, tatapannya masih tajam pada Renjun, seolah mencoba mencari jawaban yang lebih meyakinkan. Namun, akhirnya, dia menyerah, mengangguk pelan.

Selang beberapa menit kemudian, suara deru mobil yang sudah Renjun hafal dengan betul, mulai terdengar di depan rumah. Langsung saja Renjun meneguk habis air di samping piringnya yang sudah kosong, lalu berpamitan pada Mark dan Jaemin sebelum pergi.

"Lihat wajah sumringahnya itu." Mark berucap dengan senyum tipis, "Ya, siapa yang dapat menduga bahwa anak yang selalu memasang wajah masam, bisa tersenyum cerah seperti itu.. Aku akan membiarkannya, asal itu bisa membuatnya bahagia."

Jaemin kembali menggenggam tangan Mark, "Kau sudah melakukan semua hal yang kau bisa Mark, kali ini biarkan Renjun memutuskan kehidupan seperti apa yang dia inginkan.. Sebagai walinya, mendukung Renjun adalah hal terbaik yang harus di lakukan, dengan catatan itu bukan hal yang buruk atau dapat merugikannya."

MINE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang