0.3 Dira hanya ingin melepas sesaknya

107 12 2
                                    

Gadis jelek dengan badan penuh luka itu menyusuri jalanan, tubuhnya menggigil ketakutan. Dira itu tidak suka gelap, tapi Dira harus pergi. Baginya rumah bukan lagi jalan pulang.

Dira mengerjab pelan. Tidak ingin mengingat kondisi mengenaskannya tadi malam. Kini, ia harus kembali sekolah. Untung saja di tasnya itu ada seragam sekolahnya. Dira sangat bersyukur walau sepatu dan kaos kakinya tidak ada. Hanya tersisi sepatu yang ia pakai kemarin.

Tadi malan, setelah diusir Dira memutuskan untuk pergi ke sekolahnya. Mungkin semesta memberinya izin, makanya ia bisa membersihkan diri dan tidur di sini sebentar. Dira juga menyembunyikan tasnya di gudang, takut ada yang tahu.

Ejekan mereka membuat Dira muak, ya siapa sih yang betah? Dira kini sedang berdiri di depan cermin, mendengkus keras. Gafis itu sudah memakai seragamnya, tinggal berangkat saja. Lebih tepatnya berjalan ke kelas.

"Jelek banget ya ternyata." Beginilah keseharian Dira. Meratapi betapa jeleknya wajahnya, meratapi akankah hidupnya bisa lebih baik jika ia cantik?

Dira kembali menghela napas, berjalan pelan ke arah kelasnya. Gadis jelek itu menyapa orang-orang yang lewat. Namun, tidak ada satupun yang membalas. Dira mengerutkan kening sambil mengedikkan bahunya, lebih asik bersenandu.

Hari ini hari jumat. Ramai, Dira melihat kesekeliling. Dira tersenyum senang, merasa sangat percaya diri dengan kaki ceker ayamnya. Bahkan Dira merasa ia adalah seorang yang hebat.

"Woy!" Bahu Dira dirangkul seseorang. Rindu namanya, begitu indah bukan? Iya, seperti wajah perempuan manis itu. Dira tersenyum senang.

"Lihat, Rin! Kaki gue ceker ayam!" pamer Dira tanpa rasa malu. Dira selalu bertingkah apa adanya--tidak menjadi seseorang yang lain.

Rindu menahan tawanya, menatap geli pada kaki dekil milik Dira. "Gak malu, Dir?" tanya Rindu menatap kasihan pada temannya ini. Padahal Dira itu anak dari keluarga lumayan. "Dir, lo kok jadi gini. Astagfirullah."

Dira menyengir jenaka, si Rindu ini memang begitu. Prihatin dengan kemirisannya. Mereka pun berbarengan masuk ke dalam kelas. "Gue mau kemah, Rin."

Bola mata Rindu membesar sehingga wajahnya tampak menggemaskan. "Kemah? Aku mau ik-"

"Eee ... anak kecil gak boleh ikut." Dira duduk di bangkunya diikuti Rindu yang juga duduk di bangkunya dengan kesal. Gadis menggemaskan itu berteriak frustrasi.

"AKU UDAH GEDE!" teriak Rindu menggoyangkan bahu Dira di depannya. Rindu duduk di belakang Dira. Sementara Dira menghela napas lelah.

"Apanya sih yang gede, Rinduu?" gemas Dira membalikkan badan, berbarengan dengan dua teman mereka yang datang bersamaan. Mereka, Ara dan Aca. Dua gadis cantik dengan postur tubuh tinggi bak model. Wajah keduanya begitu menawan, bedanya Aca itu memakai kaca mata. Padahal, mata Ara lebih minus dari pada Aca. Namun, gadis setengah jantan itu tidak ingin ribet memakai alat optik itu.

Kelas mereka menjadi heboh dengan kedatangan dua manusia pembawa aura positif ini. "WOY! BAWA BEKAL GAK!" Suara Aca yang paling nyaring itu memekakkan ketiganya. Gadis berkaca mata itu duduk di sebelah Dira.

Mereka ini tergolong anak yang pintar di dalam kelas. Cuman, Dira itu terlalu malas, dan lebih suka berleha-leha. Sementara si Ara, anak ambis yang penuh dengan skils. Dira sempat merasa iri dengan Ara yang memiliki segalanya.

"Hari ini mata pelajaran apa?" tanya Dira sambil membuka tutup bekal milik Aca, sementara pemiliknya melihat itu sambil tersenyum paksa. Memaki temannya ini dalam batin.

Tangan Dira di tepuk oleh Ara. Gadis itu melototi Dira. "Dir, yang punya dulu!" tegurnya.

Dira menyengir, menggeserkan tempat bekal milik Aca kembali ke pemiliknya. "Sorry, pren."

GARA-GARA GLOW UP Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang