Ujian akhir semester telah berakhir. Dira bisa menghela napas lega. Sekarang hanya tinggal menunggu hasil, semoga saja Dira beruntung. Oiya, tanggal berapa sekarang? Sepertinya hari ini Dira harus ke rumah bu Tika untuk kembali melakukan perawatan, dan tentunya juga bercanda tawa dengan Reza.
Dira berlari mencari bu Tika, ternyata perempuan itu sedang berjalan ke parkiran. Untung saja Dira ceoat menemukan guru satu iti. "Bu," panggil Dira menyeru sambil menyamai langkahnya dengan bu Tika.
Bu Tika terlihat kaget, tapi selanjutnya ia tersenyum lembut pada Dira. "Pulang bareng, Dir?"
Dira mengangguk semangat. "Iya, bu!" Perlajanan mereka pun diisi dengan seribu satu cerita Dira saat ujian tadi. Entah itu teman-teman Dira yang ricuh meminta kunci jawaban padanya, atau kejadian pengawas yang mereka tipu, dan banyak hal seru yang Dira ceritakan.
Bu Tika tertawa menanggapi cerita-cerita anak ini. Hatinya menghangat melihat anak yang kemarin masih berpakaian lusuh dan menyedihkan sekarang berceloteh dengan semangat serta senyum yang lebar. Bu Tika senang melihat Dira tampak lebih baik.
Sampai di rumah bu Tika, Dira tentu saja akan langsung mencari Reza dan kembali menjahili lelaki itu. Canda tawa antara keduanya memenuhi rumah bu Tika.
***
Dira melangkahkan kakinya ke mading sekolah dengan perasaan gelisah. Saat semua orang sudah pergi ke kelas masing-masing, Dira sibuk mencari namanya. Tiba-tiba Dira teringat dengan ucapan Bundanya pagi tadi, melihat angka di samping nomornya membuat Dira melemas seketika.
"Ingat kata Bunda, Dira! Nilai jangan sampai turun!"
Dira terdiam di tempat, nilainya sangat buruk. Angka untuk Dira hanya 75, dan itu tidak cukup untuk memuaskan Bundanya!
Habislah ia dipukuli. Dira meremang takut, gadis itu berlari ke kamar mandi. Menangis tersedu-sedu di dalam ruangan kecil itu. Dira memaki dirinya, memukuli kepalanya, tangannya, betisnya, perutnya sampai dia benar-benar tenang menahan sakit di mana-mana.***
Dira sampai di rumahnya dengan perasaan takut, dia berjalan mengendap-endap ke kamarnya. Dira harus menghindar Bunda. Membayangkan wajah perempuan itu saja sudah membuat bulu kuduk Dira berdiri. Dari kecil hingga sekarang, Bundanya memang suka main tangan, melayangkan sebuah tamparan adalah hal kecil untuk Bunda. Itulah yang membuat Dira takut, saat melihat mata Bundanya yang memukulnya itu ... sangat gelap--penuh kebencian Dira nerasa dunianya penuh dengan warna hitam.
Bahkan, Dira sering bertanya-tanya. Salahnya apa selama ini? Dira iri dengan bang Tomi yang hanya sekali dua kali dipukul. Mungkin karna lelaki itu mirip dengan Bunda, dari tingkah laku juga wajahnya.
"Dira."
Tubuh Dira meremang, mau mencoba seribu kali pun Dira tetap gagal. Gadis itu berdiri tegak. "Iya, Bunda?"
Bunda yang sedang membawa piring berisi ikan teri sambal itu menyeritkan kening. "Cepat mandi, nanti kita makan sama-sama. Abang bentar lagi pulang."
Dira mengangguk, mengiyakan perintah Bundanya. Lalu gadis itu berjalan menaiki tangga satu persatu. Hari ini benar-benar tidak ada yang menarik. Dira pun semakin gelisah saja.
Sampainya di kamar, Dira langsung menaruh tas dan sepatunya, lalu membersihkan diri di kamar mandi. Tidak sampai lima belas menit, Dira sudah keluar dan segera mengganti bajunya.
"Dira! Disuruh makan sama Bunda!" teriak Bang Tomi dari luar kamar Dira. Dira yang memang sudah siap memakai baju langsung membuka pintu kamarnya.
"Iya," sahut Dira mengikuti langkah Bang Tomi ke meja makan. Seperti hari-hari sebelumnya, meja makan terasa sangat tegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARA-GARA GLOW UP
Teen FictionDira mungkin saja tidak akan pernah merasa terasingkan jika wajahnya putih bersih dan licin. Lihat teman-temannya itu, sudah cantik, pintar, kaya, baik pula. Lalu, Dira itu apa? Baiklah, ia sangat muak berada di sekeliling manusia-manusia sempurna...