Perhatian!
Font paling kecil.
Warna laman hitam.
Font Source sans pro.
***Dira sudah sampai, gadis itu memasang wajah datar, sehambar itu memijaki kaki di halaman rumahnya ini. Dira benar-benar melewati semua pelukan mereka. Lagi pula, pelukan tersebut tidak berpengaruh apa-apa untuk dirinya. Sampai saat Dira ingin melangkah memasuki rumah, suara Bunda terdengar.
"Mandi, makan, istirahat." Dira tidak tahu sungguh, kalimat itu sebuah perintah atau sebuah ancaman. Namun, tubuh Dira langsung menurut patuh pada Bundanya, tak hayal hatinya bergetar takut hanya dengan mendengar suara Bundanya.
Dira buru-buru masuk dengan menundukkan kepala. Dira tidak lagi merasakan kehangatan, keluarganya sekarang bencana. Banyak sekali kemunafikan, dan semesta malah memaksanya untuk kuat. Dengan langkah gontai Dira masuk ke kamarnya, menutup pintu dan mencoba tidur di balik pintu kayu itu.
Dira mendengkus, ternyata ia tidak bisa tidur. Dira ingin kembali menangis rasanya, Dira begitu kesal. Mau tidak mau, Dira harus mandi dulu, membersihkan badannya yang begitu bau. Dira benar-benar bau, mencium bajunya saja Dira sudah ingin muntah.
"Cuci baju, cuci baju, cuci baju. Capekk dehh," monolog Dira dengan wajah kesal. Dira menghela napas, cuci baju sudah, buang hajat sudah, gosok gigi sudah. Keningnya mengerut mencoba mengingat sesuatu.
"Ahh, iya! Sabunan." Dira berbalik mengambil sabun yang baru ia beli sekitar empat hari yang lalu, hampir saja Dira benar-benar lupa pada sabun itu. Dira mulai melanjutkan ritualnya di kamar mandi.
Beberapa menit kemudian, Dira keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih baik dari sebelumnya. Dira cepat-cepat memakai pakaiannya dan mengecek hp baru yang diberikan tante Efi tadi. Dira hampir lupa dengan hp barunya. Kalau tidak salah tadi ada logo apel yang tergigit, dan benar saja. Dira mendapatkan hp iPhone baru.
Dira menjerit kecil, melompat senang ke kasur. Dira pun mulai sibuk dengan hp baru miliknya itu, melupakan tubuhnya yang harus diisi tenaga. Hingga tak lama, mata Dira mulai mengatup-melebar. Wajar saja Dira begitu lelah, bahkan hp barunya masih menyala di atas bantal. Dira pun tertidur pulas.
Seseorang yang baru saja lewat mendecih pelan. Menyadari Dira tidak keluar kamar. Seseorang itu mengambil kunci cadangan yang selalu ia simpan, membuka pintu hendak berteriak, tapi ia tahan. Matanya menatap dalam Dira yang terlelap nyenyak di sana.
"Bahkan dia enggak makan." Seseorang itu menutup pintu kamar Dira rapat-rapat dan menjauh perlahan.
***
Dira tersentak--terbangun dari tidurnya. Mata Dira membulat lebar menyadari ia ketiduran. Dira meraih handphonenya, melihat jam sudah menujuk pukul sebelas malam. Segera Dira bangkit berjalan ke kamar mandi, ia lupa belum menjemur pakaian.
"Dira! Makan dulu!" Terdengar suara dari luar mengetuk pintu kamarnya, itu suara bang Tomi. Dira yang sedang memindahkan pakaian ke ember menyahut.
"IYA!"
Sedikit informasi, Dira lebih suka mencuci bajunya dengan cara manual dari pada menggunakan mesin. Bukan kenapa-kenapa, Dira hanya suka. Mungkin ini kelebihannya. Dira terkekeh kecil mengangkat ember berisi baju yang sudah ia cuci.
Dira membuka pintu dan berjalan ke teras belakang yang berada satu lantai dengan kamarnya. Dira mulai menjemur. Lumayan kan, jemuran Dira bisa terkena angin malam. Setelah siap, Dira kembali ke kamarnya untuk meletakkan ember dan mengambil hp.
Dira tidak ingin berbohong, perutnya benar-benar minta diisi. Kaki-kaki Dira melangkah cepat menuruni tangga. Mata Dira seakan berkilau melihat makanan di meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARA-GARA GLOW UP
Teen FictionDira mungkin saja tidak akan pernah merasa terasingkan jika wajahnya putih bersih dan licin. Lihat teman-temannya itu, sudah cantik, pintar, kaya, baik pula. Lalu, Dira itu apa? Baiklah, ia sangat muak berada di sekeliling manusia-manusia sempurna...