Dira duduk di kursi tunggu, letaknya tepat di depan jalanan. Sambil memeluk tas hitamnya, Dira berdoa ia bisa pulang hari ini. Bukan karna rindu atau apalah, Dira hanya lapat, ia bertekad akan makan banyak di rumah, kalau ia tidak kena marah.
Terik matahari terasa sangat menyengat, sengatannya menggoreng kulit dekil Dira. Murid-murid sudah pulang satu jam yang lalu. Dira jadi sedikit menyesal kembali terlalu cepat. Tidak sedikit murid-murid yang belum kembali ke rumahnya, walaupun hanya beberapa tapi itu menganggu Dira.
"Eh, Dira?"
Sapaan seorang perempuan membuat Dira menoleh, melihat ke arah kakak kelas yang menyapanya ini. Namanya Bunga, kakak kelas yang lumayan baik. Dira tersenyum sopan. "Iya, Kak."
Bunga tampak terkejut melihat penampilannya, lantas bertanya, "Kamu kenapa dek? Kok bajunya bisa kotor banget, ada apa?" Prihatin, sepertinya itu yang dapat Dira tangkap. Bunga duduk di samping Dira.
Dira terkekeh kecil. "Gak papa kak. Tadi cuman nge-bolang aja. Eh, kakak kok belum pulang." Siapapun tahu, Dira sengaja mengalihkan pembicaraan. Hatinya sedikit tak enak jika di tanya-tanya seperti itu.
"Ah, gitu ternyata. Anu, Kakak tadi ada tugas, yang lain udah siap, terus kakak belum." Bibir gadis itu maju beberapa senti, menandakan ia kesal. Jika Dira di posisi Bunga, pasti dia juga seperti itu.
"Oalah, suka bikin kesel kadang, ya kan kak?"
Bunga mengangguk semangat. "Itu lah, Dir. Gimana kakak belum siap coba, temen-temen kakak yang udah pada siap rusuhin kakak. Terus mereka ngasi jawaban yang salah, kakak kesel setengah mati. Pas mereka pulang baru kakak bisa ngerjain. Sumpah, soalnya susah banget, kakak sampe ling-lung gini," curhat Bunga panjang lebar dengan mimik wajah yang beragam.
Dira nyaman dengan gadis ini, selain karna Bunga itu baik, kulit mereka juga hampir sama. Dira dan Bunga juga hampir sama-sama dekil, cuman Bunga itu mempunyai banyak bakat, seperti di bidang olahraga, sastra, seni, bahkan ia pandai main gitar.
Mereka kembali melanjutkan obrolan ringan. Mereka sama-sama menunggu jemputan masing-masing. Hingga berselang beberapa menit, mobil putih mewah berhenti di depan mereka. Bunga berpamitan dengan Dira, lalu gadis itu masuk ke dalam mobilnya.
Bunga juga sempat menurunkan kaca mobilnya dan melambai riang pada Dira hingga mobil putih itu melaju meninggalkan Dira. Kini, tinggal giliran dia untuk dijemput. Senyumnya muncul, Dira mengeratkan pelukan pada tasnya.
"Ayo, kita tunggu sebentar lagi," gumam Dira. Ini pasti tidak akan lama, hanya sebentar. Dira itu pasti dijemput. Tubuhnya bergerak risih, masih banyak anak murid. Dan Dira benci tatapan itu.
Matanya yang terlalu fokus memperhatikan jalanan membuatnya tak sadar, ketiga temannya itu sudah berdiri di belakang, dengan tatapan yang sama--datar.
"Lo ke mana, Dir?"
Itu suara Ara, bahu Dira sempat tegang beberapa saat. "Bolos lah," jawab Dira sedikit meninggikan suaranya. Dira sungguh tidak ada niat meladeni mereka. Terdengar suara decihan dari Ara.
Mereka bertiga duduk bangku yang sama dengan Dira, walaupun dengan jarak yang terpisah. Dira aman-aman saja, wajahnya tidak menandakan ia keberatan. Bahkan sesekali Dira menghela napas santai.
"Eh, kulit aku kusam banget ya." Aca memperhatikan kulit lengannya yang putih itu, ia juga membandingkan kulitnya dengan Ara dan rindu. "Aishh, kalian tuh lebih glow tau. Eh, kalu Dira bagaimana?"
Dira mendelidik saat mendengar namanya. Mereka malah tertawa bersama. Dira yang melihat itu cemburu setengah mati. Kepalanya tertunduk dalam, menahan beribu sesak di dalam sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARA-GARA GLOW UP
Teen FictionDira mungkin saja tidak akan pernah merasa terasingkan jika wajahnya putih bersih dan licin. Lihat teman-temannya itu, sudah cantik, pintar, kaya, baik pula. Lalu, Dira itu apa? Baiklah, ia sangat muak berada di sekeliling manusia-manusia sempurna...