Dira yang kemarin itu begitu kuat. Dira yang kemarin itu yang begitu kokohnya, ternyata bisa layu juga. Dilihat dari mana pun, wajah Dira sangat lesu. Belakangan ini Dira terlihat tidak semangat. Tubuhnya melemah, entah sebab apa--mungkin Reza. Senyum dan wajah ceria gadis itu lenyap seketika.
Hari ini, pertama kalinya Dira makan bersama dengan keluarga besar--tanpa dipaksa--setelah kejadian mengenaskan 'itu'. Perut Dira sedari tadi berbunyi, tidak heran karna dia belum makan dari pagi dan ini sudah malam hari.
Bang Tomi yang melihat adiknya berdiri lesu langsung menghampiri Dira. "Kamu mau makan apa? Biar abang ambilin," ucap Tomi lembut. Semuanya langsung menawari Dira dengan segala jenis makanan yang ada di meja.
Ruang makan rumah neneknya penuh dengan keluarga besar mereka, penuh kehangatan dan canda tawa bersama, tapi Dira tetap murung. Dia menggeleng menolak semua tawaran.
"Dira sudah kenyang," kata gadis itu lesu sambil memegangi perutnya.
Bang Tomi menghela napas pelan. Merangkul adiknya. "Ayo, duduk dulu." Tomi mengajak adiknya bergabung dengan yang lain.
"Kak Dira sakit?" tanya Sifa, gadis berumur 6 tahun yang sangat imut. Sifa menyentuh tangan Dira yang hangat. "Tangan kakak hangat."
Dira tersenyum kecil mengelus kepala Sifa. "Kakak gak papa. Tuh," tunjuk Dira di kubu anak-anak kecil. "Gabung sama mereka, makan dulu ya."
Sifa mengangguk tak rela melepaskan tangan Dira. Para orang tua yang melihat itu tersenyum hangat. "Kalau sakit ke kamar aja, Dir. Istirahat," sahut Tante Efi berjalan menemui Dira.
Dira menggeleng. "Enggak, Tante. Dira sehat," alibi gadis itu.
Bang Tomi menyenggol lengan Dira. "Makan ya," pujuk lelaki itu. "Abang suapi deh, tapi makan dulu."
Dira terkekeh. "Apaan, dih. Udah kaya anak kecil aja. Dira-
"Dira," peringat Bunda. Jangan salah, perempuan itu menguping kata-kata yang keluar dari mulut Dira. "Makan! Kamu gak makan dari tadi pagi."
Dira menghela napas beralih ke bang Tomi yang ada di sampingnya, menarik baju lelaki itu sambil memasang wajah memalas. "Bang, suapi."
Bang Tomi tertawa kecil diikuti yang lain. Mereka senang menggoda Dira, lihat wajah gadis itu, sudah memerah. Dira menerima suapan pertamanya dengan canggung. Rasanya sudah lama sekali tidak disuapi bang Tomi. Dulu kecil, setiap Dira makan pasti minta di suapi, bukan kepada Bundanya tetapi pada abangnya.
"Abang kemana aja selama ini?" tanya Dira menyelidik setelah merasa mulutnya sudah kosong.
Bang Tomi yang tahu maksud Dira menjawab, "Abang sembunyi."
Dira mengangguk saja. Dira paham bang Tomi itu hanya canggung. Bagaimana pun, lelaki ini adalah seorang ketos yang dingin. Kata teman-temannya sih.
Dira tersenyum dalam batin sambil berkata."Hangat."
Memang, seharusnya Dira istirahat saja, benar kata tante Efi. Badannya sangat lemas sekarang. Bahkan rasanya kepala Dira hampir pecah, perutnya pun mendadak mual. Gadis itu berlari cepat ke kamar mandi, memuntahkan isi perutnya di sana.
Keluarga besar Dira langsung panik melihat keadaan gadis itu. Bang Tomi melesat cepat mengikuti adiknya. "Dir, ke rumah sakit aja ya."
Dira menggeleng cepat sambil membuka pintu kamar mandi. Dira mengerjabkan matanya, entah kenapa bayangan wajah keluarga yang khawatir malah terlihat buram. Dira berusaha menggeleng. "E-enggak." Dan berkata sebelum tubuh gadis itu melemas dan terjatuh, untung saja Bang Tomi langsung menangkapnya dan menggendong Dira.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARA-GARA GLOW UP
Teen FictionDira mungkin saja tidak akan pernah merasa terasingkan jika wajahnya putih bersih dan licin. Lihat teman-temannya itu, sudah cantik, pintar, kaya, baik pula. Lalu, Dira itu apa? Baiklah, ia sangat muak berada di sekeliling manusia-manusia sempurna...