Happy reading 😊
Awas, banyak typo!
-
-
-Alessa berjalan menuju kelasnya dengan senyuman yang merekah dibibirnya. Entah kenapa, pagi ini ia sangat senang.
"Lo kenapa, Les? Senyum-senyum nggak jelas. Gila lo?" tanya Maya saat Alessa sudah duduk dibangkunnya.
"Nggak tahu," jawab Alessa.
Maya mengernyitkan keningnya. "Aneh banget lo. Senyum-senyum tapi nggak tahu kenapa," kata Maya. Alessa tak peduli dengan perkataan Maya.
"Eh, Dhifa sama Allen kemana? Tasnya ada, tapi kok orangnya nggak ada?" tanya Alessa yang baru menyadari kalau dua temannya tidak ada ditempat.
"Tadi Dhifa diajak Allen ke kelas XII IPA 2. Katanya mau balikin buku yang dipinjem Allen," jawab Maya.
"Eh, Jun. Muka lo kenapa?"
Atensi Alessa dan Maya teralihkan pada Juna dan Elvi yang ada di depan kelas. Orang-orang di kelas juga melihat ke arah mereka. Semua bertanya-tanya kenapa wajah Juna penuh luka.
"Palingan abis berantem. Dia, 'kan dulu anak Nusantara. Tahulah gimana tabiat anak-anak disana," celetuk Galang, salah satu siswa XII IPS 1.
Mendengar penuturan Galang, seluruh siswa langsung berbisik-bisik. Elvi meringis sebelum berlari ke kursinya. Juna tak menghiraukan perkataan teman-temannya. Ia langsung kembali berjalan menuju kursinya.
Alessa bisa melihat luka dipipi Juna. Ia sedikit terkejut saat melihat luka itu tidak tertutup plester. Padahal lukanya masih basah. Alessa jadi merasa bersalah. Karena dirinya, Juna jadi bahan pembicaraan teman-teman sekelasnya. Padahal Juna seperti itu untuk membantunya.
Alessa merogoh saku jasnya mencari plester yang ia simpan disana untuk berjaga-jaga jika ia terluka. Alessa membalikkan badannya menghadap Juna. Kemudian ia mengulurkan plester itu pada Juna. Juna memandang datar plester yang diulurkan Alessa.
"Ini, ambil," ucap Alessa.
"Nggak perlu," sahut Juna datar.
Alessa mendengus kesal. Ia berdiri lalu menarik paksa tangan Juna lalu meletakkan plester bermotif anak ayam itu ditelapak tangan Juna. Kemudian ia kembali duduk menghadap ke depan.
Juna memandang plester di tangannya sebentar sebelum ia memasukkan plester itu ke dalam saku celananya.
"Eh, Les. Udah dateng lo?" tanya Dhifa yang baru datang bersama Allen.
"Belum! Udah lihat gue duduk disini, masih tanya udah dateng atau belum," sungut Alessa.
"Biasa aja, elah. Lagi PMS lo?"
"Nggak, kok. Lo aja yang ngeselin," ucap Alessa. Dhifa langsung mengerucutkan bibirnya karena kesal.
"Eh, Len. Nanti lo dijemput bokap lo, 'kan?" tanya Alessa.
Allen menggeleng. "Enggak. 'Kan mau ke rumah lo. Lagi pula bokap gue pulang malem hari ini. Emang kenapa?"
"Mobil gue kemarin abis dari rumah Maya langsung masuk bengkel," jawab Alessa.
Kemarin mereka pulang dari rumah Maya sekitar pukul 11 malam dan saat di perjalanan, mobil Alessa mogok. Untung ia sudah sampai di dekat rumahnya.
"Terus lo berangkat sama Rezvan lagi?" tanya Allen. Alessa mengangguk sebagai jawaban.
"Terus gimana, dong?" tanya Allen.
"Ya lo nanti tinggal bonceng Juna. Apa susahnya, sih?"
Allen diam. Ia melirik Juna yang tengah sibuk dengan ponsel ditangannya. Dia tidak dekat dengan Juna. Pasti nanti akan sangat canggung. Apalagi Allen itu tipe orang yang tidak akan bicara pada orang yang tidak dekat dengannya kalau bukan orang itu yang mengajak Allen bicara dulu. Sedangkan Juna orangnya sangat pendiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Downpour
Teen Fiction[ON GOING] ~Laksana Jentayu Menantikan Hujan~ Sebuah kisah perjuangan dan pengorbanan yang harus dilakukan. Menyerah bukanlah kata yang tepat. Bahkan hujan selalu kembali walau telah jatuh berkali-kali, seolah tidak peduli berapa banyak sakit yang d...