Happy reading😊
Awas ada typo!!!
-
-
-Setelah kejadian 'kejutan ulang tahun' tempo hari, Juna sudah tak sedingin biasanya pada Alessa. Namun, terkadang keduanya masih terlihat canggung. Terlebih Juna. Kerena ini kali pertamanya ia memiliki teman perempuan setelah kepergian Sandra.
"Anak-anak, jangan lupa minggu depan kalian sudah Penilaian Akhir Tahun. Belajar yang benar. Kalian sudah kelas 12. Kalau nilai kalian jelek, kalian bisa-bisa tidak lulus." Bu Vina selaku wali kelas 12 IPS 1, memberi wejangan pada anak muridnya sebelum mengakhiri pembelajaran Geografi hari ini.
"Pokoknya kalian harus semakin rajin belajar. Waktu kalian tinggal sebentar lagi. Jangan nge-bucin terus kerjaannya. Ya, Alvin?"
Alvin yang sedang sibuk dengan ponselnya terkejut saat Bu Vina menyebut namanya. Dengan gerakan kaku, Alvin mengangguk meski tak tahu apa yang dibicarakan wali kelasnya tersebut.
"Kalau begitu, Ibu permisi. Selamat siang semua," ucap Bu Vina sebelum pergi meninggalkan kelas.
"Wah, cepet banget ya? Sebentar lagi kita mau lulus. Semoga kita bisa satu kampus ya nanti," kata Dhifa setelah Bu Vina sudah benar-benar pergi.
"Gue nggak mau ah, satu kampus sama kalian. Masa dari SMP sama kalian terus. Bosen gue," sahut Maya.
"Ya udah kalau nggak mau. Pergi sana yang jauh," kata Dhifa kesal. Maya mendengus kesal mendengar perkataan Dhifa.
"Eh, mau belajar bareng nggak kalian? Belajar bareng aja, yuk. Bosen gue belajar sendirian mulu," pinta Allen penuh harap.
"Tapi gue bosen belajar mulu," sahut Alessa sembari menopang dagunya.
"Emang lo pernah belajar?" tanya Maya.
"Pernah," jawab Alessa.
"Kapan?"
"Pas di sekolah."
"Di rumah?"
"Enggak," ucap Alessa dengan senyuman yang lebar.
"Heran gue sama lo. Nggak pernah belajar, tapi nilai lo bagus-bagus semua. Gue yang tiap hari belajar, nilainya selalu dibawah lo," ujar Dhifa.
"Itu artinya gue pinter," sahut Alessa dengan senyuman menjengkelkan.
"Nah biar tambah pinter, ayo kita belajar bareng. Gue tahu tutor belajar yang bagus. Tapi beliau baru mau ngajar kalau muridnya minimal ada 6. Kita ajak juga Rezvan sama Alvin," kata Allen.
"Kita nggak akan bisa belajar kalau ada mereka berdua. Pelawak semua," ucap Maya.
"Kalau gitu ajak Farrel sama Juna aja. Mereka berdua, 'kan pendiem."
"Ya nggak dua tembok es itu juga kali, Len. Ya udahlah Alvin sama Rezvan aja. Gue nggak mau belajar bareng sama 2 tembok es," ujar Maya. Untung saja dua orang yang sedang ia bicarakan sudah keluar kelas beberapa detik setelah Bu Vina keluar.
"Oke, jadi udah fix ya? Kita mulai besok ya, belajarnya. Nanti pulang sekolah gue mau ngomong dulu sama tutornya," ujar Allen senang.
Alessa, Dhifa, dan Maya sampai heran. Allen bisa sesenang itu hanya karena akan belajar bersama. Apa selama ini dia begitu kesepian di rumah karena tidak ada teman?
Well, kedua orang tua Allen bekerja semua. Dan dia adalah anak tunggal. Terkadang memang jika bosan, Allen akan pergi ke cafe milik Ibunya untuk membantu. Tapi tetap saja di sana dia juga kesepian. Tidak ada teman untuk bercerita karena semua pegawai cafe berusia 20 tahun ke atas. Ibunya sendiri jarang ada di cafe karena beliau juga bekerja sebagai HRD di sebuah perusahaan. Jadi Allen lebih sering menghabiskan waktu untuk belajar sendiri jika ketiga temannya itu tidak mengajaknya keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Downpour
Teen Fiction[ON GOING] ~Laksana Jentayu Menantikan Hujan~ Sebuah kisah perjuangan dan pengorbanan yang harus dilakukan. Menyerah bukanlah kata yang tepat. Bahkan hujan selalu kembali walau telah jatuh berkali-kali, seolah tidak peduli berapa banyak sakit yang d...