Happy reading :)
Awas banyak typo!
-
-
-Jam masih menunjukkan pukul 04.00 WIB ketika Rezvan keluar dari tenda. Langit masih gelap dan suasana masih sepi karena belum ada yang bangun.
Rezvan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket karena hawa dingin yang menusuk. Meski begitu, Rezvan tetap berjalan ke bawah menuju ke camp site Halimun dan duduk dipinggiran dekat dengan sungai.
Rezvan berkali-kali mengembuskan napas berat. Perasaannya sedang tidak karuan sekarang. Dia hanya butuh teman cerita yang bisa memahami situasinya dan kalau bisa juga memberi saran terhadap masalahnya.
"Rezvan?"
Rezvan menoleh ke belakang kala ada yang memanggilnya. Dia pikir itu adalah seorang guru. Namun ternyata yang memanggilnya adalah Allen. Dilihat dari wajahnya, kentara sekali kalau Allen baru bangun dan masih mengantuk.
"Lo ngapain pagi-pagi buta ada disini?" tanya Allen dengan suara serak khas orang bangun tidur.
"Kebangun tadi. Nggak bisa tidur lagi," jawab Rezvan. Allen mengangguk sembari mengucek matanya.
"Lo sendiri? Kenapa ada disini?" Rezvan balik bertanya.
"Gue udah biasa bangun jam segini. Terus tadi pas mau ambil minum di luar tenda, gue lihat lo. Gue samperin, deh," jelas Allen. Suaranya masih terdengar parau.
Allen berjalan semakin mendekat dan kemudian duduk di samping Rezvan. Allen merapatkan jaketnya agar tubuhnya tetap hangat.
"Lo lagi mikirin sesuatu?" tanya Allen.
"Enggak," jawab Rezvan bohong.
"Alessa, ya?"
Tepat sekali. Rezvan sampai menoleh ke arah Allen saking terkejutnya. Benar kata Alvin. Allen itu orangnya sangat peka.
"Mau gue bantuin?"
"Bantuin apa sih, Len? Kenapa juga bawa-bawa Alessa?" kata Rezvan dengan nada yang sedikit sewot.
Allen terkekeh pelan.
"Dih, sensi amat lo. Udah nggak usah pura-pura. Gue tahu kok kalau lo suka sama Alessa. Kalau lo mau, gue siap bantuin lo ngomong ke dia," ujar Allen.
"Kok lo bisa tahu?"
"Dari mata lo. Tatapan lo ke Alessa itu beda. Kelihatan banget. Cuma ya, emang dasarnya Alessa nggak peka. Jadi dia nggak tahu. Seperti yang pernah gue bilang, Alessa itu kayak nggak tertarik sama cowokㅡbukan berarti dia nggak normal, ya. Atau mungkin lebih tepatnya dia nggak mau punya komitmen sama cowok. Yah, seperti yang lo tahu, dia anak broken home. Bokapnya nggak tahu dimana, masih hidup apa enggak. Nyokapnya selalu mengalihkan pembicaraan kalau Alessa tanya, atau bahkan dimarahin. Tapi beliau pernah nggak sengaja bilang kalau bokapnya Alessa pergi gitu aja dan nggak pernah ada kabar lagi sampai sekarang."
Allen mengembuskan napasnya berat.
"Dia selalu bilang ke gue, kalau dia pengen banget ketemu atau minimal tahu kabar tentang bokapnya. Dia juga pernah bilang, kalau dia iri sama gue, Maya, dan Dhifa yang punya keluarga yang utuh dan harmonis. Dia selalu kesepian di rumah karena nyokapnya jarang pulang. Tapi setelah keluarga lo pindah, dia udah nggak merasa kesepian lagi. Dan itu hal yang bagus buat membangun hubungan sama dia. Pelan-pelan aja," ujar Allen diakhiri dengan senyuman yang manis. Sedangkan Rezvan masih terdiam, mencerna semua perkataan Allen.
"Lo beneran mau bantu gue?" tanya Rezvan setelah lama terdiam.
"Of course. Gue juga pengen temen gue bahagia. Gue bantu sebisa gue," jawab Allen mantap.

KAMU SEDANG MEMBACA
Downpour
Roman pour Adolescents[ON GOING] ~Laksana Jentayu Menantikan Hujan~ Sebuah kisah perjuangan dan pengorbanan yang harus dilakukan. Menyerah bukanlah kata yang tepat. Bahkan hujan selalu kembali walau telah jatuh berkali-kali, seolah tidak peduli berapa banyak sakit yang d...