Chapter 12

11 6 11
                                    

Happy reading :)

Awas banyak typo!

-
-
-

23.58 WIB

Bella duduk sendirian disamping tempat tidurnya. Lampu kamarnya tidak menyala. Penerangan hanya dari sebuah lilin ulang tahun didepan Bella yang berbentuk angka 1 dan 7 yang diletakkan diatas balok kayu kecil. Di belakang lilin itu terdapat tiga buah bingkai foto kecil. Sebelah kiri adalah foto Sania—Ibu Bella, kemudian ditengah adalah foto Bella saat baru lahir, dan disebelah kanan adalah foto pria paruh baya. Ayahnya.

Sebentar lagi usianya genap 17 tahun. Dan selama itu pula Bella tidak mendapatkan kasih sayang dari Ayahnya. Bahkan Ayahnya tidak tahu kalau dia ada. Ayah Bella masih hidup, tapi beliau tidak tahu kalau Bella adalah anaknya. Tapi teman-temannya mengira kalau Bella sudah tidak punya Ayah. Bella tidak ingin menjelaskan cerita hidupnya yang cukup rumit baginya. Jadi Bella membiarkan semua orang mengira kalau dia sudah tidak punya Ayah.

23.59 WIB

Terkadang Bella iri dengan teman-temannya yang dekat dengan Ayah mereka. Terutama Elvi. Elvi sangat dekat dengan Ayahnya. Dia selalu dimanja walau Elvi bukanlah anak tunggal. Rachel pun begitu. Meski tidak terlalu dekat dengan sang Ayah, Rachel selalu dimanja.

Bella sering berpikir, kenapa dunia tidak adil padanya. Kenapa harus dia yang merasakan ini semua? Kenapa bukan orang lain saja? Dan kenapa dia harus lahir di dunia kalau hanya akan tersiksa seperti ini?

Pernah terlintas di pikirannya untuk mengakhiri hidupnya. Tapi Bella sadar kalau hal perbuatan itu sangat dibenci Tuhan. Bella sadar, masih ada yang menyayanginya. Walau bukan orang tuanya, dia masih punya teman yang mau mendengar keluh kesahnya. Bella yakin, Tuhan sudah menyiapkan hadiah yang indah di masa depan. Bella hanya harus sabar menunggu sampai tiba waktunya.

00.00 WIB

"Happy birthday, Bella..." Bella mulai bernyanyi untuk dirinya sendiri dengan suara yang lirih.

"Happy birthday, Bella..." Air mata Bella perlahan mengalir membasahi pipi mulusnya. Isak tangisnya juga mulai terdengar.

"Happy birthday—hiks—happy birthday, happy birthday—hiks—Bellvania~~"

Bella memejamkan matanya, membuat permintaan. Permintaannya kali ini sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Dia hanya ingin keluarganya kembali utuh. Dia ingin Ayahnya kembali. Itu saja.

Ditiupnya lilin di depannya hingga apinya padam. Kamarnya jadi gelap. Seketika tangisannya pecah. Bella sudah tidak bisa menahannya meski ingin. Wajahnya dia benamkan diantar lipatan tangan diatas lututnya yang ia tekuk untuk meredam tangisnya agar sang Ibu tidak mendengarnya.

Ddrrtt... Ddrrtt...

Dering ponsel membuat Bella mengangkat kepalanya. Bella melirik ponselnya yang berdering di dekat kakinya. Senyumnya mengembang saat melihat nama Rezvan beserta foto profilnya terpampang di layar ponselnya. Segera Bella menghapus air matanya dan mengatur napasnya lalu segera mengangkat panggilan itu.

"Assalamualaikum! Happy birthday Bellvania! Happy sweet seventeen! Semoga semua doa-doa lo dijawab sama Allah. Wish you all the best." Bella tersenyum senang mendengar ucapan selamat dari Rezvan. Dia tidak menduga ini akan terjadi.

"Wa'alaikumsalam. Makasih Rezvan. Lo orang pertama yang kasih ucapan selamat sama gue," kata Bella.

"Wah, gue kira gue orang kesekian. Seneng gue kalau ternyata gue orang pertama," balas Rezvan diakhiri dengan kekehan khas Rezvan yang membuat Bella ikut terkekeh.

"Lo sendirian?"

"Iya. Nyokap gue udah tidur. Tadi jam setengah 11 baru pulang kerja. Pasti capek banget." Bella tersenyum miris setelah mengatakan hal tersebut.

DownpourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang