Berbicara tentang Bara

5 1 3
                                    

Suasana tegang dan dingin menyelimuti ruang tamu kediaman Daniel sore ini.

Masih dengan tatapan yang sulit diartikan, Hanum kini sudah ikut bersama Ayahnya dan kedua orang tua Bara.

Masih menjadi tanda tanya, mengapa hanya kedua orang tua Bara. Walaupun sedikit memiliki rasa dendam kepada Bara, tidak dipungkiri Hanum juga khawatir sesuatu yang buruk terjadi kepada Bara.

Ada banyak pertanyaan yang berkeliaran di dalam pikiran Hanum tapi perempuan ini hanya diam dengan tatapan dingin. Sangat berbeda dengan Hanum yang mereka kenal dulu.

"Hanum" Ucap Mila. Perempuan yang Hanum anggap seperti ibunya sendiri kini sudah tidak bisa membendung lagi air matanya. Dirinya juga ikut merasa bersalah atas perubahan sikap Hanum.

"Boleh Bunda mulai ngobrolnya?" Ucap Mila pelan.

Melihat Mila menangis semakin membuat Hanum tidak mengerti dan takut diwaktu bersamaan. Jadi dia hanya bisa membalas dengan anggukan.

"Sebelumnya Bunda mohon maaf atas semuanya dan berharap Hanum mau mendengarkan Bunda kali ini saja" Ayah dari Bara sedari tadi tidak melepaskan tangannya dari pundak istrinya.

Hanum menatap Daniel yang duduk disampingnya dan dibalas dengan senyuman dan anggukan dari Ayahnya.

"Sekitar 4 tahun lalu sewaktu Bara masuk rumah sakit kita pikir dia hanya pusing dan kecapekan aja, tapi ternyata nggak..."

"Dokter bilang ada penyakit lain yang sudah ada di tubuh Bara, lebih dari setahun waktu itu.." Mila menjeda sebentar ucapannya karena rasa sesak yang tiba tiba ada.

"Bara didiagnosa menderita kanker darah"

Seperti dijatuhi beban berpuluh puluh ton. Hanum hanya bisa diam dan berusaha mencerna ucapan Mila baru saja.

"Maksudnya? Bunda jangan bercanda" Ucap Hanum karena dia berusaha berpikir positif tentang Bara, dan mengingat tujuan awal lelaki itu adalah untuk belajar bukan untuk yang lain.

"Bunda juga berharap ini semua cuma bercanda Han. Tapi Tuhan serius memberi takdir seperti ini kepada Bara"

"Bara bilang ke aku dia ke Canada untuk studi lanjut. Gak mungkin kan Bara kesana untuk hal lain. Bunda jangan ngada ngada" Daniel mengusap punggung putrinya karena Hanum mulai tidak bisa terkontrol.

Mereka semua menjeda obrolan karena sama sama sedang kalut dalam kesedihan.

"Dulu kalian semua pergi buat ninggalin aku sendiri, dan sekarang kalian datang dengan kabar gak jelas kaya gini? Kalian pikir ini semua lucu? Ini semua berat buat aku. Bunda, Papa, Bara, kalian keluarga paling berpengaruh di hidup aku. Tapi kenapa kalian juga yang paling bisa ngehancurin hidup aku, ngehancurin kebahagiaan aku. Aku ada salah apa sama kalian?"

Hanum meraung raung dalam tangisnya, membayangkan kehidupannya tiga tahun belakangan ini.

Masih dengan tangan yang setiap mendekap putrinya Daniel berusaha mengerti atas luapan emosi putrinya sekarang.

Mereka diam dalam suasana yang semakin dingin dengan tangisan Hanum dalam dekapan Daniel.

"Kalau Hanum mau marah sama Bunda, sama Papa, gapapa. Tapi tolong maafkan Bara ya" Ridwan berucap demikian karena Mila masih sesenggukan dalam dekapannya.

"Setelah kalian hancurkan kehidupan saya?" Ucap Hanum sedikit tersentak karena sehabis menangis.

"Hanum" Ucap Daniel karena tutur kata Hanum yang mulai tidak bisa terkontrol.

"Mereka jahat Ayah" Hanum menatap tepat kepada Daniel.

"Ada alasan di setiap kelakuan. Mau dengerin Bunda Mila ngomong lagi. Kali ini Bunda Mila bakalan ngomong tentang Bara. Hanum kangen kabarnya Bara kan?" Seperti berbicara dengan anak balita. Daniel lakukan itu supaya Hanum mau sedikit luluh, beberapa tahun ini sifat keras kepala Hanum mulai tumbuh jadi sebisa mungkin Daniel akan berucap lembut supaya Hanum mau mendengarkannya.

EUFORIA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang