Bara?

41 5 0
                                    

Mereka sudah berada di ruang inap Bara. Setelah Bara menutup pintu Hanum langsung berlari menuju kamar mandi. Sedangkan Aldo, ia berjalan menuju tempat duduk yang memang sudah di sediakan. Bara sendiri, ia berjalan menuju kasur dan berbaring di sana.

"Kok kalian bisa nyasar tadi?" Bara bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap Aldo.

"Hanum tiba tiba masuk ruang itu. Pas gue udah ada di sono eh dia tiba tiba nangis waktu denger jawaban susternya, gue juga denger sih. Waktu Hanum nangis gue cuma bisa diem."

"HAHAHA, masa lo nggak tau nomor kamar gue?"

"Ya nggak lah, kan gue baru mau jenguk lo sekarang"

Bara mengangguk angguk mendengar penjelasan Aldo. Kini ia bangkit berjalan keluar ruang inapnya. Aldo yang melihat itu hanya menatap Bara dengan kening yang berkerut.

"Mau kemana lo?"

Tidak ada niat Bara menjawab pertanyaan Aldo. Dan Aldo juga tidak memusingkan itu toh nanti ia juga bakalan tau apa yang akan dilakukan sahabatnya itu.

Pintu kamar mandi terbuka dan langsung terpampang sosok Hanum yang keluar dengan wajah segar, lebih baik dari beberapa waktu lalu.

Pandangannya tersapu ke penjuru ruangan, saat sosok yang ia cari tidak ada, Hanum pun bertanya kepada Aldo yang tengah sibuk dengan handphone miliknya.

"Keluar, tapi nggak tau kemana" Jawab Aldo tanpa memalingkan pandangannya dari benda di hadapannya itu.

Setelah mendengar jawaban Aldo, Hanum pun keluar dan mencari sosok Bara. Ia celingukan mencari Bara. Tidak ada tanda tanda keberadaan Bara di koridor depan, Hanum pun langsung berjalan menyusuri koridor lain.

Tidak mau pusing Hanum pun berbalik ke dalam ruangan Bara. Perempuan itu menghempaskan tubuhnya di samping Aldo yang masih fokus pada game di ponselnya.

"Dari mana lo?" Aldo meletakan handphone miliknya di atas meja dihadapannya.

"Nyari Bara ke depan, tapi nggak ada. Tuh anak lagi sakit tapi kok santai banget"

"Kayak baru kenal Bara aja lo"

Suara kenop pintu yang diputar membuat dua orang yang sedang bercengkrama itu menoleh ke arah suara.

"Astagfirullah" suara pekikan Aldo membuat Bara berhenti berjalan.

"Temen lo Han?" Aldo berbisik kepada Hanum tanpa mengalihkan pandangannya dari Bara.

"Bukan deh kayaknya" Hanum mengedipkan matanya berusaha melihat lebih jelas lagi apakah orang yang sedang berdiri di hadapan mereka benar Bara atau tidak.

"Kenapa bisik bisik segala sih" Bara berjalan menghampiri dua sahabatnya itu dan langsung duduk di antara Aldo dan Hanum.

Hanum dan Aldo masih menatap Bara dengan pandangan tercengang.

"Lucu nggak?" Tanya Bara sambil memainkan topinya.

"Gue dikasih anak ruangan sebelah katanya kenang kenangan ya udah gue terima aja" Lanjutnya masih memainkan topinya itu.

"Eh kupingnya bisa gerak anjir" pekik Bara, membuat Aldo dan Hanum semakin geleng geleng melihat sikap sahabatnya itu.

"Han pulang yuk, tiba tiba merinding gue" Ucap Aldo kepada Hanum.

"Ayok!" Hanum langsung bangkit dari duduknya. Ia berjalan menghampiri tas punggung miliknya yang berada di atas meja.

"Kok cepet banget baliknya. Kalian nggak mau coba juga. Ini lucu loh, nih liat" kuping yang berada di topi itu kembali bergerak.

Hanum dan Aldo tertawa hambar melihat tingkah aneh Bara.

"Makin sakit nih anak" Gumam Aldo dan langsung berbalik keluar dari ruangan Bara.

"Cepet sembuh ya Bar, prihatin gue liat lo kayak gini" Hanum menepuk pundak sahabatnya itu.

"Santai aja Han, gue udah sehat kok nanti sore gue udah boleh pulang" Jawab Bara dengan senyum yang menghiasi wajah manisnya.

"Iya iya, gue pulang. Salam buat Bunda. Assalamualaikum" Hanum berbalik, berjalan keluar dan menyusul Aldo yang sudah berjalan mendahuluinya.

"Iya hati-hati, Waalaikumsalam"

Hanum berjalan keluar, menyusuri koridor rumah sakit. Ia berjalan menuju parkiran rumah sakit.

Dari tempatnya berdiri ia melihat Aldo sudah menyandar di motor miliknya.

"Langsung pulang?" Tanya Aldo saat Hanum sudah berada di hadapannya.

"Makan dulu juga gapapa, tapi bayarin" Usulan dari Hanum membuat Aldo membuang nafasnya dengan berat hati.

"Kayak anak orang susah aja lo minta dibayarin"

"Uang gue udah gue beliin album kemaren"

"Album udah selemari masih kurang aja?"

"Itu masih dikit"

"Album segitu banyaknya lo bilang dikit? Jiwa miskinku langsung anjlok Han"

"Lo bilang diri lo ini miskin?. Apa kabar sama koleksi miniatur bola lo yang rata rata harganya lima jutaan Hah!"

Kalah mulu perasaan

"Hehehe, udah ya Han. Babang Aldo kepanasan nih. Kita pulang yuk"

Tanpa aba aba Aldo langsung memasangkan helm ke kepala Hanum, sejenak Hanum terkejut dan kemudian ekspresinya kembali datar.

Aldo membantu Hanum naik ke atas motor besarnya, setelah memastikan Hanum sudah duduk nyaman ia kemudian menyalakan mesin motornya dan melaju keluar lari rumah sakit.

Seperti sebelumnya mereka sama sama diam dalam perjalanan.

Aldo memberhentikan laju motornya di depan kediaman Hanum.

"Mampir dulu?" Hanun menyerahkan helm yang ia kenakan kepada Aldo.

"Nggak ah, nyokap di rumah sendiri" Jawab Aldo sambil menerima uluran helm dari Hanum.

"Adek lo?"

"Rara nggak mungkin pulang cepet"

"Yaudah sono pergi nunggu apa lagi?"

"Cium dulu dong" Aldo menunjuk pipi kanannya dengan jari telunjuknya.

"Oh minta di cium?" Tawar Hanun dengan tatapan yang mengerikan menurut Aldo.

"Nggak deh nggak jadi, dari pada besok gue nggak bisa bangun"

"Tuh pinter"

"Ya udah gue balik dulu, salam buat om Daniel sama mbok Yani" Ucap Aldo sambil memakai helmnya.

"Oke, hati-hati"

Aldo membalas ucapan Hanun dengan mengacungkan jari jempolnya setelahnya ia melajukan motor miliknya menjauhi gerbang rumah Hanum.

Setelah melihat Aldo berlalu menjauhinya Hanum kemudian berbalik membuka gerbang rumahnya dan berjalan memalui pekarangan rumahnya yang bisa dibilang cukup luas.

"Assalamualaikum" Ucap Hanum saat sudah masuk kedalam rumahnya dan dibalas hangat oleh pembantu di rumahnya.

Setelah sedikit berbasa basi dengan pembantunya Hanum kemudian berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Hanum membanting tubuhnya kasur kesayangannya tanpa melepas sepatu dan seragam yang masih melekat di tubuhnya.

"Kasurku tercinta Hanum kangen" Hanum berucap sambil mengelus permukaan kasurnya dengan senyum yang melengkung indah sedari tadi.

Suara telefon dari dalam tas miliknya sampai tidak bisa membuat Hanum bangkit bahkan untuk berpaling saja ia sangat enggan untuk melakukannya.

"Andai gue punya kekuatan, gue bakalan ambil handphone tanpa harus susah susah bangun. Huh, magernya"

***



EUFORIA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang