Extra Chapter: Shouki POV (part 1/3)

3.2K 310 49
                                    

Pengakuan. Pertemuan pertama. Bertumbuhnya rasa-rasa.


Tiga babak dalam kehidupan cinta Shouki Wisanggeni.

1/3 pertemuan

2/3 penyatuan

3/3 (bukan) perpisahan



Ini pertama kalinya ... aku ... sama laki-laki ...



Dari jendela kaca Shouki Wisanggeni selalu menemukannya. Lelaki itu mahasiswa seni yang berjalan sembari memanggul tabung gambar. Wajah putih mengilap, dengan kepala selalu menoleh ke Kafe Tiadadua.

Mata yang tajam.

Saat Shouki berpikir mahasiswa ini sedang dahaga butuh mampir minum kopi, Shouki salah. Mahasiswa ini selalu lewat di depan kafe hanya untuk menoleh.

Mata tajamnya itu tertuju pada Shouki yang duduk di samping jendela. Shouki baru menyadarinya pada suatu pekan.

Shouki tak pernah tahu dirinya populer. Kecuali kamu penyuka otomotif dan pengikut setia ajang balap motor terbesar, mestinya sudah mendengar namanya. Jadi, barangkali mahasiswa ini salah satu fans. Kalau bukan penggemar, lalu apa? Tak ada alasan mengapa si mahasiswa selalu menoleh, setiap hari, ke arah yang sama, kepadanya.

Dari pekan ke pekan, bulan ke bulan, lalu Shouki menjadi terbiasa dengan keakraban Tiadadua. Bu Titian, owner baik hati yang membebaskan biaya untuk setangkup krim dan sesendok karamel ke dalam matcha latte-nya. Mang Tito yang selalu membersihkan mejanya dengan kilap yang membuatnya seperti baru. Para barista yang senang tersenyum, Sihar, salah satunya.

Dan si mahasiswa itu, yang selalu lewat dan menoleh. Mata tajam yang kelamaan bercahaya, seolah ia menyerap energi matahari di atas ubun kepala. Hangat, panasnya bisa Shouki rasakan menembus selapis kaca. Kadang Shouki tergoda untuk membalas tatapan itu. Ingin tahu apa jadinya jika ia menatap balik, tepat di mata. Hanya padanya.

Kontak mata mereka tak lebih dari sedetik, saat ditatap balik, si mahasiswa pasti membuang muka. Shouki tak sempat melempar senyum. Dahi Shouki berkerut. Mau tak mau tatapan Shouki jadi jatuh pada pundak lebar si mahasiswa, atau tengkuk putih yang sedikit ditutupi ujung rambut, atau kemejanya yang denim, atau bebek karet kuning yang tergantung di sudut ranselnya. Berapa usianya? Barangkali masih mahasiswa tahun pertama karena terkadang si mahasiswa mengenakan jaket mahasiswa baru. Entah sejak kapan, Shouki memiliki ritual aneh ini; menebak-nebak usia si mahasiswa, kemudian menebak huruf pertama namanya. Mungkin "A", "D", atau "Z". Sambil menyeka buih susu matcha di sudut bibirnya, Shouki tergoda untuk menoleh lebih sering ke kaca, menunggu si mahasiswa datang menoleh sehingga mereka bisa bertatapan sedikit lama.

Lalu, tiba-tiba selama beberapa minggu si mahasiswa menghilang.

Benar kata mereka, setelah kehilangan, barulah kamu baru merasakan sesuatu itu berharga. Shouki kehilangan momen mengintip ke jendela dan ingin beradu pandang dengan mahasiswa seni penuh misteri. Sejak saat itu, matcha latte nikmat dari Tiadadua terasa sedikit hambar. Buih susu tak lagi berasa gurih, rasa saus manis karamel menurun. Meski sudah tak ada seseorang untuk dipandang, Shouki sudah terbiasa menoleh jendela kaca. Di tengah kesibukannya bertelepon dengan Arian, sesekali ia masih menunggu tatapan mata tajam itu lewat.

Shouki tak ingat pasti, tetapi sepertinya saat itu cuaca sedang terik-teriknya, lalu ia melihat tiga sopir ojek online nongkrong di depan kafe. Tiadadua sering ramai dengan pesanan menjelang makan siang. Pemandangan wajar melihat sopir ojek online memarkir motor di depan sana, di tepi parit dan penjual buah tusuk. Namun, Shouki baru menyadari itu hari ini; di antara mereka ada seseorang yang tak pernah melepaskan helm. Dan pada motor orang itu—Honda Revo berwarna putih—bertengger bel bebek kuning.

DADDY HOT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang