Bakpao

813 79 26
                                    

Dingin-dingin kek gini enak deh kayaknya makan bakpao
Dah lama gak makan bakpao juga

"Ah elah, pake ngode di cuiter lagi," batin Dahyun lalu bergegas mengambil jaket dan keluar dari kamarnya.

"Mau ke mana, mbak? Tumben banget keluar malem-malem, biasanya mager," tanya Minjeong ketika melihat kakaknya keluar dari kamar dan memakai jaket.

"Biasa, ngebucin. Jomblo gak usah iri ye," Dahyun mengejek Minjeong yang memang sedang menjomblo.

"Mulut lo mesti disumpel pake kaos kaki deh keknya. Gue laporin Ayah baru tau rasa lo. Bukannya ngerjain skripsi malah ngebucin"

Dahyun yang murka mendengar s-word yang terucap dari mulut adiknya itu pun melempar bantal sofa dengan sekuat tenaga. "Mulut lo tuh yang kudu disumpel. Sekali lagi lo ngomong itu kata di depan gue, lo gak bakal gue kasih uang jajan dari Ayah."

Melihat raut muka Minjeong yang berubah, Dahyun senyum penuh kemenangan. Pasalnya, dirinya lah yang memegang penuh keuangan di rumah mereka saat Ayahnya sedang dinas luar kota. "Baik-baik lo sama gue. Kalau enggak, ya lo gak bakal bisa jajan sesuka hati lo."

"Iya iya, maaf."

Dahyun mengusap-usap lembut rambut adiknya. "Adek baik."

"Ih apaan sih," Minjeong menepis usapan kakaknya. "Gue udah gede ya, mbak"

Dahyun mencibir. "Gii idih gidi yi, mbik."

Puas menggoda adiknya, Dahyun pun menuju garasi rumahnya, untuk mengeluarkan motornya. Sebelum menyalakan mesin motornya, Dahyun melihat langit yang gelap disertai dengan guntur. "Jangan hujan, ya Tuhan. Mau ngebucin nih."

Dahyun lalu menyalakan mesin motornya dan mulai menjalankan motornya.

***

Sebelum sampai di rumah pacarnya, Dahyun memberhentikan motornya di depan gerobak bakpao.

"Bang, bakpao isi daging dua, bakpao isi cokelat dua, bakpao isi selai kacang merah tiga."

"Bakpao isi dagingnya diangetin dulu ya, kak." Dahyun yang mendengar itu hanya mengacungkan jempol tanda setuju.

Sambil menunggu, Dahyun juga memesan martabak asin dan manis untuk keluarga pacarnya.

Tidak menunggu lama, pesanan Dahyun sudah dibungkus oleh si Abang penjual bakpao.

"Semuanya 18500, kak"

Dahyun menyerahkan selembar uang 20000, "Ambil aja kembaliannya, Bang." Dahyun pun kembali menjalankan motornya dan mulai masuk wilayah perumahan pacarnya.

Di depan rumah nomor 37, Dahyun memberhentikan motornya. Ia lalu menekan bel rumah pacarnya. Beruntung yang membuka pagar adalah mertuanya, ralat, calon mertuanya.

"Dahyun? Kirain siapa tadi. Kamu gak bilang ke Mina kalau mau ke sini ya?"

Dahyun mengangguk. "Saya sengaja enggak ngasih tau Mina, Tante."

"Oh, ya Tante, ini." Dahyun menyerahkan sebuah bungkusan kotak. "Saya enggak tahu Tante sama Om sukanya martabak manis apa asin. Jadi saya beli dua sekalian."

"Kamu kayak sama siapa aja sih, pake beli martabak. Yaudah masuk, langsung naik ke lantai atas aja ya," Dahyun mengangguk menuruti ibu dari pacarnya itu.

Di depan kamar pacarnya itu, Dahyun mengetuk pintu.

"Ma, udah dibilang kan jangan ganggu adek!" teriak Mina di dalam kamar yang merasa terganggu dengan ketukan pintu.

Anthology: MiHyun & SaiDaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang