Payung

339 28 13
                                    

Beberapa menit sebelum jam pulang, Dahyun merapikan meja kerjanya. Di tempat ia berdiri, Dahyun melihat langit mendung dari jendela kaca gedung kantor tempat ia bekerja. Suara guruh yang sesekali terdengar menjadi pertanda bahwa hujan akan turun.

Mengetahui hujan akan turun, Dahyun membuka ransel berwarna merah tua miliknya untuk memastikan hari ini ia membawa payung. Beruntung bagi Dahyun, payung berwarna abu-abu dengan corak tartan itu tak lupa ia bawa.

Ketika smartwatch yang ia kenakan di pergelangan tangan kirinya itu bergetar, Dahyun bersiap untuk pulang ke rumah. Dahyun membungkuk sedikit ketika melewati satpam yang kemudian melakukan hal yang serupa. Selain satpam tersebut, seorang wanita tua dicegat oleh satpam.

"Mohon maaf, Bu. Kami tidak dapat melayani Ibu karena jam pelayanan kami sudah selesai beberapa menit yang lalu. Silakan datang kembali besok pagi."

Dahyun yang mendengar itu pun langsung balik badan dan mendekat pada wanita tua itu. "Permisi, Bu. Perkenalkan, saya Kim Dahyun yang akan membantu Ibu. Mari saya antar ke meja pelayanan, Bu."

Wajah Dahyun yang seolah-olah mengatakan, 'Saya yang urus, Pak Song' pada satpam bernama Song itu langsung dimengerti oleh sang satpam.

Wanita tua itu dituntun Dahyun menuju meja pelayanan. Dahyun memundurkan kursi dan mempersilakan wanita tua itu duduk. Dahyun lalu kembali pada tempat kerjanya dan menyalakan komputer.

Namun, pemberitahuan bahwa komputer sedang melakukan pemutakhiran perangkat lunak muncul di layar monitor. Tak mau menunggu lama, Dahyun menelepon temannya yang sudah pulang terlebih dahulu untuk meminta izin menggunakan komputer temannya itu.

Setelah mendapat izin, Dahyun menyalakan komputer milik temannya. Beruntung komputer temannya itu tak mengalami hal yang serupa dengan komputer Dahyun.

"Baik, Bu. Apakah Ibu bisa menunjukkan dokumen identitas Ibu?" tanya Dahyun sembari menggerak-gerakkan tetikus membuka aplikasi pendukung pelayanan.

Wanita itu membuka dompet tua miliknya, mengambil kartu identitas, lalu menyerahkannya pada Dahyun. Dengan kedua tangan, Dahyun menerima kartu tersebut lalu membaca nama yang tercetak di kartu.

Jo Sangmi. Nama wanita tua itu. Dahyun berhenti sejenak ketika melihat nama yang tercetak di kartu identitas. Sesekali ia mengamati wajah wanita tua itu.

Sangmi benar-benar termakan oleh usia. Ia berbeda dari Sangmi puluhan tahun yang lalu. Sekarang, wajah itu dipenuhi dengan kerutan di sekitar mata dan dahi. Bintik penuaan akibat seringnya terpapar sinar matahari itu tak luput menghias wajah Sangmi. Rambut yang dulunya hitam legam itu sudah berganti dengan rambut putih.

Mata Dahyun berair saat mengamati wajah Sangmi. Bukan karena kasihan melihat Sangmi yang menua, tetapi karena ia teringat dengan masa kecilnya. Masa kecil yang seharusnya menyenangkan, tetapi menjadi petaka karena ucapan Sangmi kala itu.

Tak mau berlama-lama dengan Sangmi, Dahyun pun melakukan tugasnya untuk membantu Sangmi.

"Karena untuk mencetak kartu baru butuh waktu 1x24 jam, karena besok dan lusa akhir pekan, kemungkinan hari Senin kartu baru sudah tercetak. Namun, Bu Sangmi tak perlu khawatir, kurir kami akan mengantar kartu pada alamat Ibu sehingga tak perlu jauh-jauh datang ke sini lagi."

Sangmi mengangguk-angguk seolah mengerti apa yang Dahyun jelaskan, "Terima kasih, Nak Dahyun."

"Ini kartu identitas, Bu Sangmi." Dahyun menyerahkan kartu dengan kedua tangannya pada Sangmi. Saat melihat hujan yang masih turun, Dahyun khawatir dengan Sangmi yang datang seorang diri tanpa ditemani siapa pun. "Apakah Ibu membawa payung?"

Sangmi merogoh sesuatu di tas miliknya dan menunjukkan payung berwarna merah muda itu pada Dahyun.

"Baik, Bu. Ibu di sini dulu ya. Saya tinggal sebentar." Dahyun meninggalkan Sangmi di meja pelayanan seorang diri menuju lobi tempat satpam bernama Song itu bertugas.

Anthology: MiHyun & SaiDaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang