Chapter 3

90 29 10
                                    

Meminta maaf adalah hal yang pantang untuk Lokapala lakukan. Harimau bermata blueberry blue itu menahan diri untuk tidak berbicara sedari tadi. Begitu pun dengan empunya. Hanum tidak suka saat Loka tidak menurut dan bertindak semaunya. Akhirnya setelah aksi saling mendiamkan berlangsung selama satu jam, Lokapala mengalah.

"Ndoro, saya tidak bisa diam saja melihat Ndoro tersakiti," keluh Loka.

Menggunakan ekor mata, Hanum melirik sang khodam yang sedang menunduk di kaki jenjangnya. Dia membuang muka ke kanan dengan bibir yang mengerucut. Ingin sekali beranjak meninggalkan harimau kesayangannya, tetapi harimau itu malah mengendus-endus tangan Hanum.

Sadar tidak di hiraukan, Loka memilih jalan pintas agar sang empu tidak mengabaikannya. Harimau itu memejamkan mata, mengumpulkan energi yang tersisa, dan dia menjelma menjadi Pangeran Dyah Lokapala.

Pakaian bernama Wdihanganjar patra sisi dan kain jarik dengan panjang tujuh sampai delapan kubik melilit tubuh Loka yang atletis. Pakaian atasnya merupakan pakaian tanpa lengan, memperlihatkan otot-otot biseps yang terpahat dengan sempurna. Khodam Hanum, si Lokapala telah berubah menjadi wujud manusianya.

Loka berlutut, hanya kepada Hanumlah dia merendahkan derajat seperti ini. Memohon ampun agar sang empu tidak membuangnya. Beratus-ratus tahun menjadi khodam pendamping, baru kali ini dia merasakan sesuatu yang berbeda kepada pemiliknya. Dia akan mencari tahu dulu apa 'sesuatu' yang mengganjal di hatinya.

"Hanum, tolong jangan abaikan saya," pinta Loka.

Hanum menunduk, menatap lelaki berambut sebahu yang sedang bersujud di hadapannya. Loka adalah seorang pangeran penerus takhta kerajaan dan sekarang sang pangeran itu sedang memohon kepada garis keturunannya.

Hati sang empu tersentil. Perempuan itu mengembuskan napas pelan. Dia membungkuk menyentuh kedua lengan Loka, memintanya berdiri agar tinggi mereka sejajar.

"Kamu pernah bilang, kalau kamu mau kembali ke masamu 'kan? Bagaimana bisa kamu kembali kalau emosimu saja nggak terkontrol, Loka?" tanya Hanum.

Yang di tanya hanya diam saja dengan kepala tertunduk. Nyali Loka menjadi ciut jika sang empu menatapnya sinis seperti ini.

"Jaga emosimu," peringat Hanum.

Loka menempelkan tangan kanan ke dada kirinya, ia sedikit membungkuk, "Sendiko dawuh, Ndoro Ajeng."

Terkadang, menjadi dewasa tidak membutuhkan usia ratusan tahun lamanya. Anak berusia sepuluh tahun juga bisa menjadi dewasa. Di sini, Hanum harus benar-benar bersabar dengan tingkah harimau miliknya. Sudah tiga tahun lamanya si harimau mengabdi untuk perempuan itu karena sang kakek meninggal dunia.

Tepatnya pada bulan Februari 2018.

Mendung memenuhi langit desa Bacin, Kudus. Semilir angin bergerak pelan menyapu dedaunan. Di sebuah rumah klasik, beberapa petinggi keraton dan ngabdi dalem tersebar di berbagai titik.

Kakek Hanum tersenyum menatap cucunya yang menangis dalam diam. Jemari keriput itu menepuk punggung tangan sang cucu, "Orang yang di tinggalkan harus hidup sebahagia mungkin. Terkadang kau akan menangis, tapi kau akan sering tertawa cucuku. Hiduplah dengan tegar. Selamat ulang tahun cucu kesayanganku"

Raungan sang cucu mengundang seluruh orang yang berada di rumah itu untuk bergegas masuk ke dalam kamar utama. Hanum di tarik menjauh dari ruangan itu membiarkan ahli medis mengambil alih. Kakek yang dia sayang, telah meninggalkannya.

Hanum memeluk perkamen peninggalan kakeknya. Perkamen ini adalah hadiah ulang tahun tiga tahun silam. Air mata dengan deras membanjiri pipi perempuan itu. Bukan karena rindu terhadap sang kakek, tetapi saat ini kebingunan tengah melanda otak perempuan berambut panjang itu.

KHODAM (NOVEL TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang