Hanum memutuskan untuk menyudahi perbincangan yang dirasa tidak penting itu, untuk beberapa waktu ke depan. Pasalnya, dia akan pergi ke suatu tempat, untuk mencari tahu di mana keberadaan orang tersebut tinggal.
Sebenarnya bukan tanpa alasan Hanum melakukannya, tetapi ada sebab dan akibat yang ingin diketahui lebih jauh, tentang peristiwa beberapa waktu belakangan yang sempat membuat dirinya sendiri bertanda tanya. Siang itu, dia tidak pergi sendiri. Melainkan ada Ben yang sengaja diajak untuk menemani perjalanan menuju ke sana, tempat tujuan.
Berjalan sedikit lebih cepat, Hanum berada di depan. Dari arah belakang, Ben mengikuti jejak langkah wanita tersebut, kemudian memainkan gerak-gerik yang lemah, seperti tidak ada niat untuk lanjut berjalan. Baginya, tak peduli seberapa besar kemarahan yang diterima dari seorang gadis di hadapan, terpenting saat ini Ben bisa merasakan sedikit ketenangan dengan sikapnya sendiri. Toh, itu adalah pilihan.
“Hanum .., tunggu aku! Jangan cepat-cepat, santai aja! Nanti kita tetap sampai ke tempat tujuan, dalam keadaan yang sama. Bukan begitu?” titah Ben yang terdengar sangat memekik keras keadaan menjadi lebih dipenuhi amarah. Ben memang cukup jago dalam memancing suasana agar lebih mengancam seperti ini.
“Jangan banyak bicara, aku lagi serius. Kita harus cepat sampai ke rumah Roy, dalam beberapa waktu yang sudah aku targetkan. Ini ketetapan dari aku, ayo cepat ikut!” ujar wanita itu lagi, yang kali ini lebih sangat singkat dan ketus.
Membelah setapak demi setapak jalanan di depan sana, Hanum merasa bahwa langkah kali ini terasa lebih lama dari sebelumnya, padahal bukan sekali saja dia berjalan jauh. Namun, melihat keseluruhan, akses yang dilalui memang cukup membuat langkah dia sendiri terasa kesusahan. Sedangkan di belakang, Ben tak terlihat sama sekali. Ke mana laki-laki itu berada?
“Ben .., tolong jangan seperti ini! Kamu belum puas buat aku marah, ya?” Tersenyum kecil, Hanum merasa bahwa Ben benar-benar ingin bermain-main dengannya. Cara apa lagi yang harus dia lakukan untuk segera membuat Ben sadar diri.
Melanjutkan langkahnya lagi dengan lebih berhati-hati, sekarang Hanum telah mendapati sosok yang dimaksud itu tengah bersembunyi di semak belukar. Sangat konyol, sebab separuh dari rambutnya terlihat jelas. Ben juga samar-samar sangat bahagia dan tertawa begitu renyah menghadapi cara seperti ini.
“Ben ...! Kamu, ya, enggak bisa diam apa?”
Berhenti untuk itu, sekarang Ben dan Hanum berjalan beriringan. Mereka saling pandang, sampai pada akhirnya kedua langkah dan gerak kaki keduanya saling menjejak secara masing-masing. Hanum berada paling depan; seperti posisi awal. Sementara Ben terus melangkah sedikit main-main, walaupun banyak larangan dan omelan dari sudut bibir Hanum yang ditujukan untuknya.
Lepas dari itu semua, sekarang penglihatan yang ada di depan mata begitu terlihat menyenangkan. Dengan sangat berhati-hati, Hanum mengendurkan langkah kaki untuk lebih tenang dan santai. Sesuatu di depan sana, yang dirasa bahwa itu akhir dari gerak kaki mereka terus menapak, menunjukkan titik untuk henti.
“Kamu yakin, itu rumahnya? Aku enggak merasakan apa-apa, sih,” titah Ben yang membuat wanita di dekatnya menjadi kurang respons dan percaya diri.
“Ah, udah! Aku yakin, kamu enggak ada kepastian. Coba tenang, kita pastikan sama-sama. Tujuan aku mengajakmu memang untuk ini, jadi coba santai dulu,” pintanya yang terdengar lebih serius.
Tertatih-tatih dan setengah menghasilkan pantulan derap langkah kaki, Hanum merasa bahwa ini keadaan yang sangat memungkinkan. Ben, laki-laki itu ada di tempat dan tak ada niatan untuk bergerak sama sekali. Sepi, tempat di hadapan sana memang terbilang cukup nyaman untuk melanjutkan aksi tersebut. Belum lagi hanya ada beberapa rumah saja, membuat perasaan dan insting Hanum sangat yakin bahwa itu adalah kediaman target, yaitu lelaki bernama Roy berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
KHODAM (NOVEL TERBIT)
Historical FictionBlurb: "Resi, saya merindukannya," keluh Lokapala. Resi Wardha menatap sang pangeran yang tertunduk lesu. Mata Lokapala menatap air danau yang melukiskan indahnya malam ini. Di kepala sang pangeran hanya terisi tentang Hanum, Hanum, dan Hanum. "H...