"Papa, kenapa kita selalu menonton televisi?" tanya Alex sebelum memakan potongan semangka yang ia pegang. Keluarga kecil itu kini tengah berkumpul di ruang keluarga, dengan Gulf yang bersandar pada dada Mew dan Alex yang bersandar pada Gulf.
Gulf yang baru selesai memasukkan potongan buah apel ke mulut Mew lantas terlihat berpikir sejenak, "agar kita memiliki waktu bersantai bersama?" sahut Gulf.
Mew yang sedari tadi memijit bahu Gulf lantas mengusap rambut Alex sebelum ikut campur dalam pembicaraan. "Kenapa? Alex bosan? Ingin pergi ke bioskop?" tanya Mew.
Alex bangun dan duduk dengan tegak, dari lirikan tajamnya untuk Mew bisa diprediksi bahwa ia benar-benar keberatan dengan sentuhan dari daddynya itu. "Tangan daddy kotor, kenapa memegang kepala Alex?" keluhnya.
"Tidak, tidak kotor." elak Mew seraya memperlihatkan tangannya.
"Tadi daddy makan buah kan?" protes Alex lagi.
"Iya, tapi daddy disuapi oleh papa." sahut Mew kemudian. Alex berganti untuk menatap Gulf, tatapan garangnya berubah menjadi tatapan manja. "Papa, apa benar?" tanya Alex yang kemudian dijawab dengan anggukan kepala oleh Gulf.
"Kenapa?" protes Alex. Mew punya dua tangan yang bisa digunakan dengan sempurna, kenapa hanya untuk makan buah saja perlu disuapi? Gulf sudah mengupas buah untuk mereka, apa Gulf juga harus membantu Mew untuk memasukkan buah kedalam mulutnya?
"Karena daddy memijit papa tadi, tangan daddy sibuk. Jadi papa membantu daddy, itu namanya simbiosis, Alex tau?" jelas Gulf.
"Alex tau, simbiosis mutualisme kan?" sahutnya malas. "Papa kesini!" ujar Alex yang menarik Gulf untuk menjauh dari Mew, tak ada gunanya bersandar pada Mew jika Mew hanya merepotkan saja.
"Ada apa?" tanya Gulf saat Alex lagi-lagi memisahkannya dengan Mew. Bocah itu bahkan meminta Gulf untuk duduk dilantai sementara dirinya duduk di atas sofa, dengan begitu Alex akan mudah untuk memijit bahu Gulf sebagai ganti dari pijitan Mew. "Ini lebih baik, simbiosis komensalisme. Papa bisa memakai jasa Alex tanpa melakukan balasan dan tanpa membuat Alex keberatan." ujar Alex yang menahan kepala Gulf agar papanya itu tidak menatap Mew.
"Lalu, bagaimana dengan daddy?" tanya Mew yang terpojok.
"Daddy harus balas budi, suapi papa karena papa sudah menyuapi daddy tadi." ketus Alex.
"Apa Alex marah pada daddy?" tanya Mew seraya menyodorkan buah kepada putranya itu.
Gulf melirik Mew sejenak, akhirnya Mew berani menanyakan itu?
"Entah," sahut Alex setelah memakan potongan buah yang disodorkan oleh Mew.
"Alex selalu menjaga jarak dengan daddy, Alex juga menghindari daddy. Daddy pikir Alex marah pada daddy," ucap Mew pelan seraya menatap mangkuk berisi potongan buah.
"Alex tidak harus selalu menempel pada daddy, Alex sudah besar sekarang."
"Alex tidak tau kalau daddy sangat sedih karena Alex mengabaikan daddy, Alex hanya memeluk papa saat baru bangun tidur, Alex hanya memberi papa kiss morning dan melupakan daddy. Daddy cemburu," ucap Mew lirih.
Gulf melirik ke arah Mew dan Alex bergantian, baik putra maupun suaminya itu kini saling menunduk. Suasana benar-benar canggung, tapi Gulf tidak akan menyalahkan salahsatunya karena ini memang sudah saatnya. Tidak mungkin mereka akan terus bersikap seperti saling bermusuhan padahal saling menjaga diam-diam, jika memang harus berdebat dulu itu tidak akan jadi masalah. Sesudahnya mereka akan saling mengerti satu sama lain, Gulf harap.
"Kenapa daddy menuntut? Alex hanya mengabaikan daddy. Daddy mengabaikan papa, Alex tidak marah. Daddy memarahi Alex waktu itu," sahut Alex yang tertunduk. Tangannya yang imut tak lagi menyentuh pundak Gulf.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI3
FanfictionKita hanya terluka, itu tak terlalu parah jika harus dijadikan alasan berpisah. Senyummu yang kembali merekah mengehidupkan tawa kita yang renyah, kehangatan yang indah menjanjikan hilangnya luka tak berdarah. ini adalah bagian ketiga dari IGNITI...