"Suamiku tergila-gila," senandung Gulf tiba-tiba hingga membuat Mew menoleh dengan kedua alis yang terangkat. Gulf mendiamkannya sejak kejadian dikantor, dan tiba-tiba ia menyanyikan entah lagu apa ditengah perjalanan untuk menjemput Alex.
Mew semakin kebingungan saat Gulf membuka kaca jendela mobil, Mew tak bisa mengalihkan lirikannya pada Gulf.
"Janda muda beranak dua!" teriak Gulf dengan nada. Mew berniat mencegah Gulf karena mereka jadi pusat perhatian sekarang.
"Aku tidak tergila-gila padanya," jelas Mew dengan frustasi. Mew mengusap wajahnya dengan kasar, bagaimana cara membuat Gulf mengerti dengan situasinya?
"Minta izin berpoligami, aku tak Sudi!" sambung Gulf dengan suara lebih lantang.
"Sayang, kapan aku meminta izin berpoligami? Aku tidak pernah," ujar Mew dengan lemah lembut.
"Gara-gara tak mau dimadu! Kau tetap nekat meninggalkan ku."
"aku tidak pernah melakukan itu, kau sendiri yang mengatakannya."
"Tak pernah pulang-pulang lagi ku sakit hati."
"Sudah bernyanyinya? Berhenti menyanyikan lagu itu, lagu yang lain saja."
"Sudah mabuk minuman," seru Gulf hingga pengendara disamping mereka ikut serta menoleh.
"Ditambah mabuk judi!"
Mew hanya bisa pasrah sekarang, terserah bagaimana mau Gulf. Jalan raya adalah tempatnya konser, biarkan pengendara lain menjadi penonton gratisan.
"Masih saja Abang, tergoda janda kantoran."
"Aku tidak, Gulf." ujar Mew dengan frustasi.
"Tak sudi ku tak sudi," Mew menghela nafas. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menunduk dan menggeleng pelan, ini adalah Gulf, kapan ia pernah berhasil menentang Gulf?
Mobil yang mereka kendarai akhirnya sampai di sekolah Alex, dua orang bocah yang tak lain adalah Alex dan Ghina yang sudah berdiri tegak didepan gerbang. Wajah keduanya tampak muram, entah apa yang telah mereka lalui seharian ini hingga tak terlihat sedikitpun kebahagiaan.
Alex sedikit terkejut saat melihat Gulf dan Mew, "kenapa bukan Rom yang menjemput?" batinnya.
"Sayang sayangku, ayo masuk!" Gulf melambaikan tangannya, meminta anak-anak agar segera masuk agar mereka bisa cepat pulang.
"Sebentar, papa akan menelpon Win." Gulf mulai meraih smartphone miliknya, ia akan menghubungi sahabatnya sembari menunggu kurcaci-kurcaci itu masuk kedalam mobil.
"Papa Gulf, Ghina tidak usah saja. Biarkan saja daddy menjemput Ghina," lirih gadis itu tertunduk lesu.
"Halo, Win. Aku menjemput Ghina, jangan mencarinya oke?" ucap Gulf dengan wajah gembira. "Em, tenang saja. Aku akan mengantar calon menantuku dengan aman dan selamat, hahaha."
"Padahal aku baru saja akan berangkat, terimakasih banyak Gulf." balas Win sebelum panggilan berakhir.
Alex menelan ludah,sebelah tangannya bergerak ragu-ragu untuk membuka pintu mobil. Bocah itu mempersilahkan kepada Ghina agar masuk lebih dulu, setelah itu barulah ia menyusul.
"Papa Gulf-" ucap Ghina tertahan sebab Alex menutup mulutnya.
Meski bagaimanapun Gulf sudah terpanggil tadi, tak ada salahnya jika Gulf menoleh.
"Alex kenapa?" tanya Gulf ketika mendapati kedua bocah yang terlihat saling menahan diri. Gulf memperhatikan putranya, dari atas hingga bawah.
"Apa yang salah?" tanya Mew.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI3
FanfictionKita hanya terluka, itu tak terlalu parah jika harus dijadikan alasan berpisah. Senyummu yang kembali merekah mengehidupkan tawa kita yang renyah, kehangatan yang indah menjanjikan hilangnya luka tak berdarah. ini adalah bagian ketiga dari IGNITI...