•17

1.5K 207 39
                                    

Dengan tangannya yang gemetar Gulf lantas menyerahkan hasil testpack kepada Mew dan seketika itu juga Mew langusng memeluk Gulf dengan sangat erat. "Gulf," ucap Mew penuh kebahagian disela pelukannya ia bahkan sesekali mencium kening Gulf.

"Gulf, aku ingin bertanya tentang sesuatu padamu. Maaf jika ini tidak mengenakkan, tapi ini demi kepentingan kita. Sepeninggal Tasha, apakah kau melakukan operasi lagi saat kau pergi?" tanya Mew lirih.

Gulf mendorong Mew agar melepaskan pelukannya dan sedikit menjauh, "kenapa bertanya?" tanya Gulf. Dari seluruh kejadian itu, tak ada satu peristiwa pun yang Gulf lewatkan. Ia bahkan sadar saat dokter membisikkan perintah agar Gulf lekas pulih supaya mereka dapat dengan segera operasi kedua.

"Gulf," lirih Mew yang kemudian memegang kedua tangan Gulf. "Dokter yang mengoperasi mu dulu mengatakan bahwa mereka belum sempat melakukan operasi pengangkatan rahim, jadi kupikir-"

"Aku juga tidak melakukan operasi apapun setelah pergi darimu," lirih Gulf memotong kalimat Mew. Wajah Gulf pucat, ia bahkan terlihat sulit untuk menelan ludah.

"Gulf ada apa? Kau tidak senang?" tanya Mew dengan tangannya yang mengusap lembut pipi Gulf.

"Aku? Aku senang," sahut Gulf dengan senyum manisnya yang dipaksakan. "Hanya sedikit takut," sambungnya dalam hati.

"Pergi denganku kerumah sakit? Ayo periksakan keadaanmu, agar kita tau apa yang sebenarnya terjadi." ajak Mew.

"Mew," lirih Gulf yang menahan diri. "Bagaiman jika aku sungguhan hamil?" tanyanya seraya melepaskan tangan Mew yang menggenggam lengannya.

"Apanya yang bagaimana, sayang? Itu akan sangat luar biasa, kita akan kedatangan malaikat lagi dikeluarga kecil kita." sahut Mew. Jelas pria itu sangat bahagia dan terharu, tapi ini belum saatnya sebab semuanya belum pasti.

"Aku takut," lirih Gulf tertunduk. Gulf masih bisa melihat bekas jahitannya diperut, Gulf juga masih ingat bagaimana rasa sakit itu, bukan masalah Gulf menyalahkan bayi dalam kandungannya jika memang ada. Gulf hanya khawatir jika ia tak bisa menjaganya lagi, bagaimana jika bayi itu nanti bernasib sama seperti Tasha? Bagaimana jika Gulf tak sanggup memegang tanggungjawabnya?

"Takut?" tanya Mew. "Takut akan apa?  Aku ada disamping mu Gulf, aku tidak akan membiarkan apapun atau siapapun menyakitimu. Tidak perlu takut," ucap Mew yang berusaha menenangkan Gulf dengan pelukannya.

"Kenapa kita tidak menggunakan pengaman saja saat kita melakukannya kemarin-kemarin?" lirih Gulf menahan isakannya.

"Sttt, sayang. Tidak baik bicara seperti itu, kita juga belum tau pasti apakah itu memang positif atau mungkin hanya kebetulan. Kita perlu pergi ke dokter untuk memastikan hasilnya." Mew mengusap punggung Gulf dengan penuh kehangatan.

"Kau tidak tau Mew, kau tidak tau bagaiman rasanya saat seseorang harus mati didalam perutmu. Hiks ....

Bagaimana jika itu terjadi lagi? Bagaimana jika aku tidak bisa menjaganya nanti? Aku tidak ingin membunuh siapapun lagi, hiks."

Bulir air mata Mew turut serta jatuh, Gulf ada benarnya. Sesakit apapun Mew kala itu, Gulf pasti memiliki luka yang lebih dalam, tak salah jika Gulf merasa khawatir untuk saat ini.

"Aku takut Mew, hiks. Aku takut aku tidak bisa," lirih Gulf lagi.

"Sayang, dengar. Aku mungkin tidak mengerti bagaimana terlukanya hatimu sebab hanya kau yang tau betul bagaimana detail rasa sakitnya." Mew mengusap pipi Gulf yang dibasahi air matanya, matanya lekat menatap manik Gulf yang menyorotkan ketakutan. Luka yang Mew kira tak akan lama, ternyata tersimpan rapi dan abadi didalam sana, dihati Gulf.

IGNITI3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang