"Aw!" pekik Mew saat jarinya tak sengaja menyentuh pinggiran wajan.
Gulf yang sedang menyiapkan sandwich langsung menghampiri Mew dan melihat apa yang terjadi. "Mew, hati-hati!" keluh Gulf yang kemudian mematikan kompor lalu mengarahkan Mew untuk pergi ke wastafel bersamanya.
"Aku sudah bilang, tidak perlu memaksakan diri. Lakukan saja hal lain yang bisa meluluhkan Alex tanpa harus melukai dirimu," ucapnya yang masih fokus pada tangan Mew.
"Sayang, itu tidak parah." balas Mew karena Gulf mungkin terlalu mengkhawatirkan dirinya.
"Kau baru saja sembuh, aku tidak akan membiarkanmu terluka lagi." ujar Gulf yang melirik tajam kearah Mew.
Mew tersenyum dan segera membalikkan bahu Gulf agar pria itu bisa menatapnya, "aku baik-baik saja sekarang."
Melihat senyum Mew yang begitu meyakinkan justru membuat Gulf takut, Mew tidak tau tentang seberapa putus asanya Gulf ketika harus melihat Mew terkulai lemah seperti orang mati.
"Aku benar-benar baik-baik saja," lirih Mew seraya mengusap pipi Gulf saat mata pria manis itu mulai berkaca-kaca.
"Lain kali, jika apapun terjadi. Berjanjilah padaku untuk menjelaskan semuanya, jangan memendamnya sendiri. Jangan memaksakan dirimu," ucap Gulf tertunduk. Ia tak boleh membiarkan Mew melihat air matanya.
"Gulf," ucap Mew seraya memeluk Gulf. Tangan kekar itu mengusap kepala pasangannya dengan penuh kehangatan, Gulf terlalu membebani dirinya karena mengkhawatirkan Mew. Betapa beruntungnya Mew karena takdir menuliskan nama Gulf sebagai pendampingnya.
"Berhenti memelukku, aku harus membuat sandwich." ucap Gulf kemudian.
"Apa kau lebih suka membuat sandwich daripada memelukku?" ejek Mew yang semakin mengeratkan pelukannya.
"Mew, aku tidak bisa bernafas. Longgarkan sedikit," pinta Gulf seraya menepuk pundak Mew pelan.
"Akan ku lepas, dengan syarat." sahut Mew yang telah melonggarkan sedikit pelukannya.
"Ck! Modus pagi hari, kau akan menagih kiss morning lagi kan? Apa masih tidak cukup dengan yang kau lakukan saat baru bangun tadi? Hm?" keluh Gulf.
"Hm, Gulf." rengek Mew. "Siapa suruh menjadi candu," balas Mew yang kemudian mendekatkan wajah Gulf ke arahnya.
"Lihat pipimu," ucap Mew gemas saat menekan kedua pipi Gulf dengan telapak tangannya hingga membuat bibir Gulf terlihat seperti anak bebek.
"Kenapa kau begitu menggemaskan? Jika begini bagaiman aku bisa jauh darimu, hm?" tanya Mew.
"Mew, hentikan. Kau membuat pipiku sakit." keluh Gulf karena Mew tak kunjung melepaskan pipinya.
Cup!
Satu kecupan mendarat di bibir Gulf. Gulf tau Mew adalah suaminya, ini bukan pertama kalinya untuk mereka. Tapi hal seperti ini masih membuat jantung Gulf berdebar tak beraturan, Mew benar-benar terlihat memiliki pesona yang berbeda dengan celemek di badannya.
"Kenapa menatapku begitu?" tanya Mew dengan suara berat.
Manik Gulf tiba-tiba bergerak menatap retina mata Mew secara bergantian, apa yang salah dengan Gulf? Kenapa dia salah tingkah pada suaminya sendiri?
Sikap Gulf yang malu-malu membuat Mew memikirkan satu hal, terlebih ketika Gulf terlihat kesulitan untuk menelan ludahnya sendiri.
Niat jahil Mew dimulai dengan menarik lengan kiri Gulf agar memeluk leher Mew, lalu Mew meletakkan tangan kanan Gulf di dadanya. Mew kemudian mengangkat Gulf kedalam gendongannya dan membuat Gulf duduk di meja yang ada di samping dispenser, Mew benar-benar membuat tubuh Gulf menjadi panas dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI3
FanfictionKita hanya terluka, itu tak terlalu parah jika harus dijadikan alasan berpisah. Senyummu yang kembali merekah mengehidupkan tawa kita yang renyah, kehangatan yang indah menjanjikan hilangnya luka tak berdarah. ini adalah bagian ketiga dari IGNITI...