"Selamat pagi, pak Mew."
"Bagaimana kabar anda?"
"Teh hangat, pak?"
Sapaan-sapaan hangat silih berganti menghampiri Mew yang berjalan tenang kearah ruangannya, Mew bersyukur bahwa karyawan-karyawannya masih bersikap normal, tak ada yang memandangnya sebelah mata akibat peristiwa sebelum ia koma.
Mew menanggapi sapaan yang menghampirinya dengan senyuman dan anggukan sopan, pria dengan jas berwarna hitam dan dasi berwarna navy itu semakin dekat dengan ruangannya, disana sosok akrab telah menunggunya, Mild.
"Bagaimana kabar pemimpin kita?" tanya Mild setengah bergurau dan merangkul pundak bos sekaligus sahabatnya.
"Aku baik, bagaimana kabar mu?" ujar Mew balik bertanya.
Mild memasang wajah shock, "kau menanyakan kabarku?"
Mew hampir tertawa mendengar pertanyaan Mild, ia memang jarang menanyakan kabar atau mungkin hampir tidak pernah. Tapi Mew sadar sekarang, orang-orang terdekat adalah yang paling berharga, semuanya Mew pelajari dari Gulf.
"Aku baik," sahut Mild canggung.
"Terimakasih banyak karena mengurus kantor ini, Mild. Aku berhutang padamu," ucap Mew seraya menepuk pelan pundak Mild.
Mild tersenyum, terharu. "Santai saja sobat, itu tanggungjawab ku sebagai bawahanmu, lagipula kita bersahabat kan? Tidak ada salahnya saling membantu, kau sudah sering membantuku juga selama ini."
Mew langsung disuguhi oleh beberapa dokumen diatas mejanya, ini membosankan tapi Mew merindukan pekerjaannya. Dengan Mild yang berdiri disampingnya sembari menjelaskan apa saja yang harus Mew lakukan dan menjelaskan apa saja yang Mild lakukan selama Mew tidak dikantor, Mew memotong penjelasan Mild karena baginya Mild tidak akan berhianat, apapun yang Mild lakukan Mew percaya semuanya demi kebaikan bersama.
"Mild, apa kau pernah merasa bahwa kau lelah menjadi rekan kerjaku?" tanya Mew setelah ia menandatangani beberapa dokumen.
"Kenapa kau berpikir begitu? Ada yang kurang dari dokumennya?" tanya Mild. Mew adalah orang yang cenderung keras, jika ia berkata pedas mungkin ada kekurangan yang ia dapati.
Mew menggeleng. "Aku hanya berpikir bahwa aku mungkin aku harus menaikkan jabatanmu? Direktur?" tanya Mew.
Mild tersenyum dan menunduk, tawaran Mew membuatnya tersanjung.
"Kurasa aku ingin meluangkan lebih banyak waktu dirumah, aku akan serahkan semuanya padamu saja. Jika kau tidak keberatan," sambung Mew.
"Mew," ucap Mild setelah mengehela nafas. "Kau membuatku tersanjung, ini pekerjaanku dan lelah adalah konsekuensiku kan? Kau selalu menjelaskan itu pada semua pegawaimu," jelas Mild.
"Mild, aku menawarkan ini bukan karena kau sahabatku atau rasa terimakasih atas apapun. Ini karena kinerja mu bagus, kau berhasil mempertahankan bahkan menaikkan beberapa saham." sela Mew.
"Aku lebih suka posisi ini, setidaknya aku bisa sambil mengawasi mu atas permintaan Gulf. Hahaha."
"Kau masih bisa mengawasi ku, jika ingin. Karyawan yang lain saja berlomba agar bisa naik jabatan, apa kau akan menolak padahal aku secara terang-terangan memberikannya padamu?" tanya Mew dengan nada memelas.
"Bukan begitu, Mew. Kurasa aku belum mampu untuk memegang jabatan itu, jika aku jadi direktur itu artinya kita hanya berbeda satu tingkat dan tingkatan itu sangat samar, aku tidak yakin aku sanggup." jelas Mild yang tak ingin sahabatnya salah paham.
"Sebenarnya aku takut kembali ke dunia kerjaku lagi," ucap Mew lirih dan memutar kursinya agar dapat menatap keluar jendela.
"Aku bodoh dan ceroboh, Gulf sudah memberiku kesempatan ketiga padahal aku sering tergoda pada orang yang mempermainkan ku. Aku tidak bisa memaksa Gulf untuk terus ikut denganku setiap hari, aku memutuskan untuk tetap tinggal dirumah terkecuali memang ada hal mendesak baru aku akan ke kantor. Tapi aku tidak bisa mempercayakan perusahaan kita pada siapapun, hanya kau satu-satunya teman yang aku punya." jelas Mew.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI3
FanfictionKita hanya terluka, itu tak terlalu parah jika harus dijadikan alasan berpisah. Senyummu yang kembali merekah mengehidupkan tawa kita yang renyah, kehangatan yang indah menjanjikan hilangnya luka tak berdarah. ini adalah bagian ketiga dari IGNITI...