Hembusan nafas terdengar kentara untuk yang kesekian kalinya, Rom yang sedang duduk di kursi kemudi sampai memijit kening karena bosan. Sudah hampir setengah jam mereka parkir didepan gerbang rumah keluarga Vachirawit, tetapi Alex melarang Rom untuk masuk. Petugas yang menjaga gerbang sampai terheran-heran dan mulai curiga dengan mobil mewah yang terparkir dengan si pengendara yang tak kunjung menyampaikan niat maupun maksudnya.
Hingga penjaga itu mulai tak bisa mentolerir dan memilih untuk menghubungi tuan rumah yang tak lain adalah Bright, Bright yang mendapat kabar bahwa rumahnya sedang dimata-matai lantas keluar dengan langkah tegas. Matanya menyipit melawan terik matahari, siapa pula yang akan memata-matai rumah tangga mereka yang harmonis sejahtera?
"Maaf, pak. Mobil itu sudah terparkir sejak setengah jam yang lalu. Tapi yang mengendarainya tidak keluar," adu si penjaga kepada bosnya.
Bright yang menyipitkan mata dan sedikit membungkuk agar dapat mengintip nomor dari plat mobil itu, "MS?" gumam Bright. "Alex?" ucapnya kemudian.
"Bapak kenal? Atau perlu saya persilahkan masuk?" tanya si penjaga.
Bright menjawab pertanyaan si penjaga dengan gelengan, "tidak perlu. Itu anak Mew, nanti dia akan masuk sendiri jika ingin." ucap Bright yang kemudian kembali kedalam rumah setelah berterimakasih kepada penjaganya.
Penjaga itu memiringkan kepalanya untuk berpikir sejenak, "Alex? Alex?" gumamnya seraya berusaha mengingat dengan keras. "Oh, anak Mew Suppasit." ucapnya setelah mendapatkan jawaban yang sudah berada di ujung lidah sedari tadi.
"Ghina?" sapa Alex pada sahabatnya yang berada di balik smartwatch.
"Kenapa?" tanya si gadis yang jauh berada dalam kamarnya.
"Alex ingin kerumah Ghina, apa paman angry bird ada?"
"Ada, mampir saja. Ghina dan papa Ghina ada dirumah, semua orang ada di rumah."
"Ck, Alex malas bertemu daddy Ghina."
"Tidak mau sudah, daddy Ghina tidak bekerja hari ini. Kami akan pergi jalan-jalan setelah makan malam, Alex ingin ikut dengan papa dan daddy Alex?" tawar si gadis. Mungkin itu satu-satunya yang bisa ia berikan sebagai bayaran atas smartwatch pemberian Mew.
"Alex sendiri saja, juga belum ganti seragam." keluh bocah laki-laki yang bersandar pada jok belakang mobil.
"Masuk saja!" seru Ghina yang kemudian mengakhiri panggilan mereka.
"PAPA PAPA PAPA!!!" teriak Ghina yang berlari menuruni tangga.
"Hmh, lihat saja. Putri kecil kita akan segera memintamu memasak sosis untuk semangkanya yang sedang menunggu didepan gerbang." keluh Bright pada Win yang bersandar dalam rangkulannya.
"Jangan bilang begitu, kita harusnya bersyukur karena mereka berteman baik." ucap Win seraya mengusap paha Bright.
"Ada apa sayang?" tanya Win pada putrinya yang manis.
"Boleh tolong masakan sosis? Alex akan bertamu, Ghina akan bantu papa." ejek Bright dengan nada yang dibuat-buat agar mirip dengan rengekan permohonan dari Ghina.
"Daddy," protes Ghina pada Bright yang terus menggodanya.
"Ghina punya jam baru?" tanya Bright yang tiba-tiba memfokuskan pandangannya pada benda yang melilit anggun di lengan putrinya.
"Papa tidak membelikan itu, kalau daddy juga terkejut berarti ... Ghina dapat itu darimana?"
"Daddy Mew," sahut Ghina dengan senyumannya.
"Ghina, kenapa memanggil Mew daddy? Alex menyebut daddy angry bird," protes Bright yang benar-benar tidak bisa menerima ketidakadilan. Kenapa Ghina harus begitu sopan pada orangtua Alex sementara Alex menyebutnya dengan sebutan yang menyebalkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI3
FanfictionKita hanya terluka, itu tak terlalu parah jika harus dijadikan alasan berpisah. Senyummu yang kembali merekah mengehidupkan tawa kita yang renyah, kehangatan yang indah menjanjikan hilangnya luka tak berdarah. ini adalah bagian ketiga dari IGNITI...