"HAHAHA!!!" tawa Alex menggelegar saat Gulf membantu mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Daddy payah sekali," ejek Alex kemudian seraya mencibir kearah daddynya yang cemberut dengan lirikan tajam dan hanya memegang handuk yang diberikan Gulf padanya.
"Kenapa kalian main air panas-panas begini?" keluh Gulf yang kemudian melilitkan handuk di badan Alex.
"Kami tidak main air, Alex yang memulai duluan." sahut Mew yang mulai mengeringkan rambutnya dengan gerakan malas.
"Daddy benar-benar payah, daddy mengira Alex tenggelam sungguhan padahal kolam itu tidak terlalu dalam." ucap Alex yang tak ingin di salahkan sendirian. Ia hanya bercanda, mana mungkin ia menyangka bahwa Mew akan mengira bahwa dirinya benar-benar tenggelam.
"Tidak terlalu dalam? Kepala daddy saja tidak akan terlihat jika daddy menenggelamkan diri, lalu bagaimana dengan Alex yang bahkan lebih pendek dari daddy? Alex membuat daddy khawatir, bagaimana jika daddy jantungan?" protes Mew panjang lebar.
"Papa, beritahu pada daddy bahwa Alex adalah pemenang lomba renang tingkat sekolah. Alex sangat jago berenang hingga kolam milik kita tidak akan membahayakan Alex," ucap Alex penuh kesombongan. Ia masih tak ingin disalahkan karena candaannya.
"Coba ku dengar," ucap Gulf seraya menempelkan telinganya di dada Mew. "Em, detak jantung suamiku masih aman." gumam Gulf seraya mengusap dada Mew pelan. Gulf paham bahwa Alex mungkin kelewatan dan Mew berhak marah, tapi keadaan mereka sekarang tak cukup baik untuk beradu argumentasi.
"Iya, jika saja Alex terlambat tertawa aku mungkin akan mati karena serangan panik." keluh Mew.
"Maaf daddy," lirih Alex yang akhirnya menurunkan ego.
Mew segera meraih smartphonenya untuk menelpon seseorang, "halo?" sapa Mew yang mulai bangkit dari tempatnya duduk.
"Kerumahku sekarang, aku ingin meratakan kolam renang." ucap Mew yang kemudian masuk kedalam rumah dalam kondisi pakaian yang masih basah.
Alex mendongak menatap wajah Gulf. "Papa, apa daddy akan menyingkirkan kolam renangnya?" tanya Alex khawatir.
Gulf menghela nafas dan mengangkat kedua bahunya. Tapi jika Mew sampai harus menimbun kolam itu, berarti Mew benar-benar khawatir tadi. Mew jelas tidak ingin candaan yang sama terulang.
"Pergi ganti baju dulu, nanti kita akan bicara pada daddy." pinta Gulf pada putranya.
"Oke, pa." setelah menjawab perintah papanya, Alex segera meninggalkan tempat dan memasuki rumah. Tersisa Gulf yang akan bangkit, tapi pandangannya teralihkan pada pelampung yang masih mengapung damai.
"Kenapa benda sialan itu masih disini?!" umpat Gulf didalam hati. Dengan langkah tegas Gulf menghampiri benda berbentuk kerang itu dan segera menyeretnya hingga ke halaman depan.
"Gulf, mau dibawa kemana?" tanya Joy ragu.
"Singkirkan!" titah Gulf dengan nafasnya yang memburu, darahnya benar-benar dibuat mendidih oleh benda berwarna biru itu hingga ia melempar benda itu sekuat tenaga, tapi yang namanya pelampung tak akan terlempar jauh.
"T-tapi-"
"Tidak peduli! Terserah! Singkirkan saja!" tegas Gulf sebelum memasuki rumahnya dengan rasa kesal yang memuncak.
"Pelampung malang, apa salahmu hingga Gulf mengusirmu hah?" batin Joy seraya menggeleng.
***
Mew yang sedang memainkan smartphonenya melirik ke arah Alex yang tiba-tiba duduk dihadapannya seraya memasang wajah manis, Mew tau bocah itu akan membujuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI3
FanfictionKita hanya terluka, itu tak terlalu parah jika harus dijadikan alasan berpisah. Senyummu yang kembali merekah mengehidupkan tawa kita yang renyah, kehangatan yang indah menjanjikan hilangnya luka tak berdarah. ini adalah bagian ketiga dari IGNITI...