"Mew, kau yakin akan pergi ke kantor?" rengek Gulf yang memeluk lengan Mew dengan sangat erat hingga membuat pipinya tertekan.
"Kau ini kenapa Gulf, hm?" tanya Mew seraya mengusap lembut kepala Gulf. "Aku sudah lama tidak kekantor, aku juga sudah sangat sehat sekarang. Kasihan Mild, dia pasti sangat pusing karena mengurus perusahaan sendirian." sambung Mew.
"Rasanya sangat tidak rela jika kau harus pergi ke kantor, tapi aku tidak ingin ikut. Biarkan Mild daja yang mengurusnya, dia pasti akan menghubungimu jika perlu sesuatu." ucap Gulf manja dan masih mempertahankan pelukannya.
"Jangan begini, Gulf. Aku bisa mengira bahwa kau mengidam, hahaha."
"Mew!!!" sentak Gulf yang seketika melepaskan pelukannya dan memasang wajah murka.
"Daddy, belum siap?" keluh Alex yang mengintip di balik pintu.
"Sebentar ya sayang, bayi besar dirumah kita tidak ingin ditinggal." ejek Mew menahan tawa.
"Ck! Baiklah, kalian pergi saja. Hati-hati dan jangan pulang terlambat," sabut Gulf yang kemudian pergi menuju ke kamar mandi.
Alex menatap punggung Gulf dan wajah Mew bergantian, "daddy apakan papa sampai harus merajuk pagi-pagi?"
"Tidak tau, papa melarang daddy ke kantor." sahut Mew setengah berbisik sebelum akhirnya menghampiri Alex dan meninggalkan kamarnya.
Setelah merasakan pergerakan Mew dan Alex, Gulf kembali membuka pintu kamar mandi yang sebelumnya ia kunci. "Mereka benar-benar pergi?" keluh Gulf seraya menghentakkan kakinya. Ia benar-benar kesal hingga hampir mengamuk sendirian.
Setibanya di sekolah, Alex langsung melepaskan sabuk pengamannya saat Mew memberhentikan mobil yang mereka kendarai tepat di depan pintu gerbang. Gadis cantik juga imut sudah melambai menyambut Alex, siapa lagi kalau bukan Ghina?
"Sepertinya pacar Alex sudah menunggu lama," goda Mew pada putranya yang memasang wajah datar dengan tatapan kesal.
Alex sedikit bangkit dan mencium pipi daddy dengan malas. "We just a friend, Ghina is not my girlfriend. Daddy tidak boleh mengejek Alex begitu, oke?" ucap Alex yang kemudian bersiap membuka pintu mobil.
"Alex," cegah Mew. Mew langsung menunjuk sisi dari lain dari pipinya yang diabaikan oleh Alex, setelah membuang nafas malas Alex akhirnya mencium pipi Mew sekaligus dahi Mew. Tak ada lagi alasan untuk Mew mencegahnya keluar.
"Alex," ujar Mew lagi.
"Apa lagi daddy?" keluh Alex jengah.
"Nah," mata Alex mantap tangan Mew yang terulur dengan sebuah jam tangan.
"Daddy tau, Alex tidak memakai jam tangan Alex lagi. Sekarang daddy belikan yang baru, yang sesuai dengan gaya Alex." sambung Mew seraya memasangkan jam tangan pilihannya di pergelangan tangan Alex.
"Keren," gumam Alex dengan mata berbinar.
"Fungsinya masih sama seperti milik Alex dulu, Alex bisa menelpon dengan itu. Hubungi daddy jika sesuatu terjadi, setuju?" pinta Mew.
Alex mengangguk dengan senyumannya, Mew masih perhatian sama seperti dulu, prioritasnya juga masih Alex. "Terimakasih daddy," ucap Alex lirih.
"Daddy tau, Alex mungkin masih kecewa pada daddy. Daddy akan sangat berterimakasih kalau Alex mau memberi daddy kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita, Alex tetap kesayangan daddy dan daddy tidak pernah berniat menyakiti Alex." ucap Mew dengan senyuman tulus.
"Alex sudah memaafkan daddy, papa bilang itu juga bukan salah daddy. Alex percaya papa tidak akan membela sesuatu yang salah, mungkin Alex hanya salah paham, tapi Alex perlu daddy untuk meminta maaf secara langsung. Maaf Alex egois," sahut bocah itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI3
FanfictionKita hanya terluka, itu tak terlalu parah jika harus dijadikan alasan berpisah. Senyummu yang kembali merekah mengehidupkan tawa kita yang renyah, kehangatan yang indah menjanjikan hilangnya luka tak berdarah. ini adalah bagian ketiga dari IGNITI...