"Oh my God," gumam Gulf seraya menutup mulutnya.
"Mew Mew Mew Mew, ini sungguhan?" tanya Gulf takjub seraya melepaskan kacamata hitamnya.
"Iya, daddy apa ini sungguhan?" tanya Alex shock dan terheran-heran.
"Em, cute." ujar Gulf seraya memeluk sofa berwarna kuning pastel yang ada diruang tamu. Gulf merasa bahwa dirinya benar-benar berada di surga sebab dekorasi rumah mereka bebas dari warna biru, Gulf terus tersenyum dan hampir terharu dengan gorden yang bergelantungan indah. Vas bunga dan beberapa dinding juga berwarna kuning sekarang.
"Terimakasih suamiku tercinta, i love you so much. Mew, apa kamar kita juga seperti ini?" tanya Gulf yang kemudian bangkit dari sofa. Mew hanya menanggapinya dengan senyuman, sebab ia juga belum tau karena ia baru saja sampai bersama Gulf.
"Daddy, kenapa rumah kita jadi kuning?" keluh Alex setelah kepergian Gulf.
"Papa kan benci warna biru," sahut Mew. Ia juga hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya karena warna kuning yang bertebaran.
"Daddy bisa menggantinya dengan warna lain selain biru, tidak perlu kuning seluruhnya."
"Sayang, demi papa." ucap Mew. Bukan Alex tak ingin menghargai Gulf, masalahnya adalah pakaian Alex juga menghilang, tak ada warna lain selain kuning didalam lemarinya.
"Tidak apa-apa, setidaknya seragam sekolah Alex tidak berwarna biru." gumam Alex. Bagaimana jadinya jika seragam itu biru, mungkin Mew akan meminta sekolah untuk mengganti seragamnya.
***
Malam ini mereka tak melakukan rutinitas seperti hari-hari sebelumnya yang selalu menonton televisi, mereka hanya duduk di halaman belakang, menggunakan sehelai kain untuk dijadikan alas.
"Bintang yang paling terang itu," ucap Alex dengan jarinya yang menunjuk salah satu bintang yang berjarak paling dekat dengan bulan. Alex tengah berbaring di pangkuan Mew, sementara Gulf duduk bersandar pada Mew. Ucapan Alex mengingatkan Mew pada Fa, mereka juga pernah membahas bintang dulu.
"Sirius? Bintang yang paling terang tapi cepat redup," ucap Mew, persis seperti yang Fa ucapkan padanya dulu.
"Kalau keluarga adalah semesta, apa papa dan daddy setuju jika ayah sebagi langit, ibu sebagai bulan, dan anak sebagai bintang." tanya Alex yang bangkit dari baringnya dan segera duduk bersandar pada Mew.
"Em, mungkin." sahut Mew mengangguk.
"Kenapa Alex mengatakan itu?" berbeda dengan Mew yang langusng menjawab, Gulf justru balik mengajukan pertanyaan.
"Karena langit menampung semuanya, bulan dan bintang-bintang juga matahari. Langit tidak keberatan dengan matahari, tapi yang bulan lakukan adalah tetap datang dimalam hari, meskipun sering diremehkan karena cahayanya sedikit. Orang-orang tidak tau kalau bulan itu setia menjaga bintang untuk langit, meskipun bintang tidak ada kalau mendung, bulan tetap ada kan?" jelas Alex.
"Berarti bulan hanya diabaikan langit dan bintang?" tanya Gulf.
Alex menggeleng. "Bintang tidak mengabaikan bulan, papa. Kalau mendung, bintang hanya terlindung awan hitam, bukan pergi. Tapi kalau matahari datang, bulan dan bintang harus menepi kan?"
"Daddy mengerti sekarang, Alex menyindir daddy kan?" ujar Mew dengan wajah tertekuk.
"Kan memang begitu, kalau daddy punya pacar, papa dan Alex akan menepi, kalau bulan dan bintang tidak menepi saat ada matahari, akan kiamat. Hahaha," ucap Alex kemudian. "Itu tidak lucu, Alex memperingatkan daddy tadi. Daddy tidak boleh memiliki pacar," sambung Alex.

KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI3
FanfictionKita hanya terluka, itu tak terlalu parah jika harus dijadikan alasan berpisah. Senyummu yang kembali merekah mengehidupkan tawa kita yang renyah, kehangatan yang indah menjanjikan hilangnya luka tak berdarah. ini adalah bagian ketiga dari IGNITI...