•20

1.6K 199 39
                                    

"Ututututu, anak tapa ini? Tuami tapa ini? Tampan tekali," ucap Gulf dengan wajah cerahnya.

"Kenapa kau bicara seperti itu?" tanya Mew menahan tawa. Mew dan Alex baru saja sampai di meja makan untuk sarapan, ada begitu banyak makanan yang berjajar rapi, tapi Gulf tak mengambil apapun untuk dirinya sendiri. Gulf hanya menaruh beberapa sandwich di piring Alex dan membiarkan Mew untuk memilih sarapannya sendiri.

"Papa tidak sarapan?" tanya Alex. Gulf menggeleng, melihat makanan saja rasanya ingin muntah, bagaimana jika ia memasukkan nasi kedalam mulutnya? Gulf tidak ingin membuka harinya dengan mual.

"Adik bayi tidak suka sarapan, sukanya makan tengah malam." jelas Mew. Sebab Gulf memang selalu terbangun ketika lewat tengah malam, ia juga akan membangunkan Mew dan meminta Mew untuk membuat telur dadar, mungkin itu akan menjadi ritual keseharian Gulf selama hamil.

Alex menatap perut Gulf dan turun dari kursinya, bocah itu kemudian menghampirinya Gulf dan mendekati perut papanya. "Adik cantik, jangan sering makan tengah malam." omel Alex.

"Belum lahir saja kakak Alex sudah marah-marah pada adik," ejek Mew yang disusul oleh gelengan kepala dan senyuman dari Gulf.

"Darimana Alex tau kalau adik cantik? Bagaimana jika tampan?" sahut Gulf seraya mengecup kening putranya.

"Papa, Ghina juga suka bangun malam-malam untuk minum."

"Oh, maksud Alex, Ghina cantik?" ejek Mew.

"Papa, what's wrong with daddy?" keluh Alex dibarengi dengan lirikan tajam pada Mew.

"Ayo sarapan dulu, nanti terlambat." ucap Gulf yang meminta Alex agar kembali ke kursinya dan melanjutkan sarapan. "Mew, apa kau akan pergi ke kantor?" tanya Gulf dengan matanya yang terus menatap wajah Mew. Gulf juga tidak tau jawaban apa yang ia inginkan, dia merasa sedikit muak melihat Mew tapi ia tak ingin Mew pergi. Rasanya Gulf ingin menempel terus pada manusia menyebalkan seperti Mew.

"Tentu," sahut Mew singkat.

"Ish, dasar! Menjawabnya singkat sekali, apa dia menyembunyikan sesuatu?" batin Gulf dengan matanya yang sengaja disipitkan.

"Kenapa?" tanya Mew.

"Tidak, pergi saja. Hati-hati dan cepat pulang," sahut Gulf acuh.

"Papa, boleh tidak nanti setelah pulang sekolah pergi ke toko mainan?"

"Em? Ingin beli apa?" tanya Gulf.

"Beli ... ah, tidak jadi." sahut Alex sebelum melanjutkan sarapannya.

***

Suasana kantor sedikit ricuh dikarenakan listrik yang tiba-tiba padam tanpa diketahui sebabnya, beberapa komputer mati dan lift tidak bekerja.

Mew berusaha untuk menenangkan karyawan wanita yang berada didalam lift bersamanya, biasanya Mew tidak akan naik lift kantor bersama orang lain terkecuali Mild atau Gulf jika sedang berkunjung. Tapi karena karyawan itu hamil, Mew mempersilahkannya saja. Mew memang tak banyak mengerti, tapi ia tau bahwa wanita yang hamil tidak boleh memiliki rasa panik berlebihan, karena itulah Mew memintanya agar tetap tenang sampai lampu kembali menyala. Mew terus meyakinkan bahwa mereka benar-benar akan baik-baik saja, lagipula ia sedang berada bersama pemilik perusahaan, orang-orang tidak mungkin membiarkan mereka berada dalam bahaya lebih lama.

Sudah lebih dari dua puluh menit, dan lift tak kunjung terbuka. Wanita itu terlihat berkeringat sebab udara yang mulai pengap. "Jika memang sulit lepaskan saja kancing jasnya, kau harus menjaga pernafasanmu." ucap Mew. Meskipun Mew mengatakan bahwa dirinya tidak keberatan, tapi wanita itu tetap sungkan. Ia memang mengenakan dress lagi dibalik jasnya, tapi ia merasa tidak pantas jika harus melepas jas dihadapan bosnya.

IGNITI3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang