6. "Jadi?"

7.8K 748 56
                                    

Ada yang kangen Akbar nggak?🤔

•••

Akbar sengaja memilih perjalanan ke Wonosobonya kali ini pada siang menjelang sore. Agar sampai sana, ia bisa langsung menghilangkan pegalnya menyetir dengan istirahat. Dwi setuju-setuju saja karena ini pengalaman pertamanya ke Wonosobo, tidak tau rute jalan, pun dirinya sama sekali tidak bisa menyetir. Jadi ia pasrah saja ketika Akbar memajukan waktu keberangkatan mereka.

Selama perjalanan Dwi nyaris tidak berhenti mengunyah aneka camilan yang sengaja ia siapkan sebelum berangkat. Sebotol air mineral berisi 2 liter pun ia habiskan sendiri. Akbar hanya sesekali meminta Dwi membagi suapan padanya. Ia lebih banyak diam, fokus ke jalanan yang mulai menanjak, juga berkelok. Belum lagi hujan mengguyur sejak memasuki kawasan Dieng.

"Kenapa kakinya gitu? Pingin pipis?" Melalui ekor matanya, Akbar bisa melihat sang istri yang kini memperbaiki posisi duduknya.

"Iya, buruan makanya."

"Awas ngompol.." Astaga, tangan Dwi gatal ingin menggeplak lengan Akbar kalau saja ia tak ingat unggah ungguh seorang istri kepada suami yang sering ia dengar dari para tetua. Lagi, dan lagi, dia tidak setega itu untuk menyakiti suaminya.

"Ditahan sebentar, dikit lagi sampai penginapan." Akbar menahan tawa gelinya melihat raut gelisah sang istri. Entah sudah berapa kali mereka mampir hanya sekedar menuruti hajat kebelet pipis nyonya Akbar itu. Beser. Akbar sudah tidak asing dengan kebiasaan Dwi yang lumayan merepotkan ini.

"Ayo dong Mas, cepetan!" Gertak Dwi tak sabar.

Akbar melirik ke arah samping kirinya dengan senyum menggoda. "Apanya yang cepet Wi?"

Yang demikian membuat Dwi Senjani Ningrum mengelus dadanya, berdecak pelan sebelum menyebut asma Allah, berharap diberi sabar yang lapang menghadapi suami usil macam Akbar. "Astaghfirullahhaladzim, isengnya ditahan dulu bisa nggak Mas."

Kali ini Akbar meloloskan tawa gelinya mendapati gerutuan sarat putus asa itu. Dwi hanya mampu tergolek pasrah. Ia tak punya tenaga sekedar menegur Akbar yang masih menyisakan tawa gelinya.

Dwi menarik nafas lega mendapati kendaraan yang disetiri Akbar terparkir mulus di pelataran bangunan bercorak kayu yang bakal mereka tempati selama libur singkat itu. Tak butuh waktu lama untuk keduanya tiba di kamar usai mengurus beberapa prosedur. 

Begitu pintu kamar yang bakal mereka tempati selama dua hari kedepan terbuka, Dwi dengan bar-bar menanggalkan sepatu, kerudung, beserta jaket yang membebat tubuhnya. Dibelakangnya, Akbar hanya mampu berdecak, lalu menggeleng pelan memandangi punggung sang istri yang telah menghilang di balik pintu bercat kecoklatan.

Memilih menyimpan koper di dekat lemari, juga membereskan kerusuhan yang diperbuat Dwi, Akbar lalu beralih menyibak gorden, ia penasaran dengan suguhan pemandangan diluar sana meski hari sudah larut malam.

Akbar memijat pelan lengan atasnya yang terasa kaku juga pegal linu. Belum lagi udara ternyata tidak sehangat yang ia kira, lebih dingin dari terakhir kali Akbar ke sana. Atau barangkali karena sehabis diguyur hujan sehingga udara Dieng terasa lebih menusuk.

Kernyitan di dahinya tak bisa terhindarkan begitu mendapati Dwi keluar dari bilik kamar mandi. Jangan berpikir bahwa Dwi Senjani bakal mengenakan setelan dinas yang hanya boleh Akbar lihat seorang diri, lalu kini ia terpaku melihatnya. Bukan, bukan itu yang membuat Akbar memprotes sang istri. Mandi keramas tengah malam? Yang benar saja. Akbar hapal diluar kepala kebiasaan flu yang dengan gampangnya menyerang Dwi.

"Kamu mau ngundang flu?" Akbar berkata santai, tapi Dwi menangkap maksud lain dari sana.

"Badanku lengket, nggak nyaman dipake tidur Mas. Sekarang mending kamu bersih-bersih, aku udah siapin air panas. Aku mau pesen makan." Memilih enggan memprotes meski mulutnya gatal ingin memberi petuah, Akbar langsung berlalu menyambar handuk, lalu masuk dalam bilik toilet. Lelah juga enggan terlibat perdebatan dengan istri yang keras kepalanya tak beda jauh dengannya. Sama-sama egois, juga keras kepala. Berdebat dikala tubuh letih juga perut keroncongan bukan pilihan yang tepat, kali ini baiknya memang Akbar yang mengalah.

Our Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang