Dwi patut berbahagia ketika tubuhnya tak menunjukkan perubahan berarti meski selama ini ia makan sesuka hati. Dirinya tak pernah pusing perkara berapa berat badannya. Karena makan sedikit atau makan banyak pun, tubuhnya tetap seperti itu saja.Biasanya begitu.
Namun, ketika kedatangannya pagi ini ke rumah orang tuanya disambut kalimat sang ibu yang mengatakan jika dirinya manglingi dengan tubuh yang tambah lebar, Dwi tidak bisa tidak memikirkannya.
"Tambah subur ini badan kamu, makmur kan punya suami." Tutur Renjani menilai. Melihat bagaimana tubuh anaknya tampak lebih berisi serta raut berseri yang menghias wajah, membuat hatinya tidak bisa menahan buncahan bahagia.
"Masa sih Bun?" Sahutnya tak percaya, "Keliatan banget memang bedanya ya?"
"Lha liat itu pahamu sudah sebesar apa, pipinya makin melar begitu, bah naik berapa kilo itu.." Renjani melarikan pandangannya pada perut dan pinggang sang anak, "Udah pernah tespek belum?"
Dwi seketika terperangah, otaknya baru mengingat sesuatu yang mengganjal akhir-akhir ini. Jadwal haidnya memang tidak teratur saat sejak sebelum menikah dulu, sehingga tidak ada kecurigaan apapun ketika dirinya tidak mendapat tamu bulanan sampai lewat satu bulan lebih dari hari terakhir dirinya haid.
Oow, apakah dalam rahimnya kini sudah dihuni segumpal darah bernama janin?
"Belum Bun," Katanya dengan air muka sarat kebingungan. Perempuan itu lantas menuliskan sesuatu di ponselnya agar dirinya bisa dengan mudah mengingat catatan penting tersebut. Dia berencana memastikan sesuatu sebelum pulang nanti.
Renjani mengulas senyum, tangannya bergerak membelai rambut panjang sang anak, "Nggak usah terlalu dipikirkan begitu, kalau sudah waktunya pasti nanti dikasih. Jangan dibuat beban..anak itu rezeki, Allah yang lebih tau kapan waktu tepatnya."
Benar, Yang Maha Esa tau kapan waktu terbaik untuknya memiliki buah hati. Tapi kalau ternyata sekaranglah waktu terbaiknya, apakah Dwi juga telah siap membagi perannya menjadi Ibu disaat dirinya sendiri kadang masih tak sempurna menjadi seorang pendamping hidup untuk Akbar?
Disaat perempuan lain akan menyambut dengan suka cita ketika dirinya dinyatakan hamil, Dwi belum bisa meraba perasaannya sendiri jikalau nanti benar ternyata dia hamil. Dwi yakın, dia juga pasti akan merasa bahagia dan amat bersyukur memiliki buah hati, tapi mungkin tidak untuk sekarang ini.
Dwi menepis sejenak pikiran serta bayang-bayang yang berseliweran perihal kemungkinan dalam tubuhnya telah tumbuh calon bayi, keturunannya. Dia ingin segera memastikannya. Agar perasaan tak tentu tersebut dapat segera enyah dari bilik-bilik hatinya.
Setelah pembicaraan yang cukup membuat kepala Dwi berdenyut-denyut itu, Renjani mengajaknya mengolah daging yang sengaja dibelinya dengan racikan bumbu rendang.
"Akbar kan susah makan sayur, kamu harus pandai olah olah daging Wi, biar nggak makan mi terus suamimu." Renjani memulai dengan menyiapkan bumbu-bumbu yang selanjutnya dioper pada Dwi, lalu lanjut dengan memotong-motong daging menjadi ukuran yang lebih kecil.
"Aku bikinin sop biar dia makan sayur terus Bun, kadang sengaja tak bikin smoothies buah campur sayur gitu."
Renjani manggut-manggut sembari memeras santan kelapa, "Kalau ada rejeki lebih, ajak suamimu cek up rutin Wi. Buat jaga kesehatan kalian, kalau amit-amit nya ada penyakit kan bisa ketauan lebih awal, apalagi suamimu pernah ngerokok lama begitu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Wedding Story
RomanceIni adalah kisah kedua sahabat kecil yang kini menjadi sepasang suami istri. Dari teman bermain menjadi teman seumur hidup. ... Baca selagi Ongoing! ... DISCLAIMER! Cerita rate dewasa. Bijak dalam memilih bacaan ya.