9. "Suamiku.."

7.1K 691 9
                                    

Sebelum baca, yyuk vote dulu 😗
300 vote dan 50 komentar untuk part ini ya❤️

Aku pernah ngasi tau keponakannya Akbar namanya siapa belum ya? Lupa-lupa inget😩

Plis, kalo aku udh pernah nyebutin nama keponakannya Akbar , kasi tau aku ya! Nnti aku perbaiki 🙏😗

Boleh tandai typo, ngetik cepet soalnya mau qerja hehe🙂

Happy reading


🌲🌲🌲🌲


Dwi tidak berhenti mengomel sejak Akbar kembali ke pulau kapuk usai berjamaah subuh di masjid pagi ini. Namun sepanjang apapun ceramahnya, Akbar tetap bergelung nyaman tanpa terusik sedikitpun.

Memang dasar kebo.

Hari Minggu begini, Dwi berniat mengajak Akbar bebersih area kosong di samping, depan dan belakang rumah mereka. Rumput-rumput liar sudah mulai tumbuh dan tangannya gatal ingin membabad habis lalu menggantinya dengan tanaman sayur atau bunga-bungaan. Yang jelas, area itu harus ditata ulang supaya lebih sedap dipandang. Begitu pikirnya. Namun suaminya malah sibuk molor sampai ia sendiri bosan bolak balik ke kamar dan Akbar masih enak-enakan tidur.

Sementara dirinya sibuk menyetrika, menggiling pakaian kotor mereka yang menumpuk karena beberapa hari belakangan cuaca mendung. Belum lagi beberapa paket belanjaannya yang teronggok di sudut ruangan.

Jadilah Dwi sibuk sendiri menata beberapa printilan interior yang masih berserakan di mana-mana, juga perabotan hasil belanja online nya yang akhirnya dapat tersusun di lemari dapur. Lumayan membuat tubuh yang jarang ia ajak olahraga itu, linu-linu sedap. Tapi begitu matanya mengedar ke sekeliling rumah bercat putih gading itu, Dwi merasa puas dengan hasil kerja rodinya pagi ini.

Karena dirasa lantai rumahnya sudah cukup lengket, Dwi akhirnya kembali bertempur dengan kain pel. Luas rumahnya kini jika dibandingkan dengan kediaman orang tuanya memang hampir sama. Jadi sebenarnya bukan masalah yang berat jikalau harus mengepel lantai sendirian begini.

Pukul sembilan pagi, ia bergegas mengendarai motor matik miliknya untuk membeli sarapan. Dwi tengah malas menyentuh dapur dan tentu saja karena area itu sudah ia sterilkan sedemikian rupa. Lumayan tidak tega mengotorinya kembali.

Untungnya meski sudah agak siang, sarapan incarannya kali ini masih tersedia. Dwi juga membeli beberapa jajanan pasar yang membuat perutnya makin menjerit keras.

Semangkuk bubur ekstra ayam untuknya, dan nasi uduk komplit untuk suaminya. Dwi kali ini ingin egois dengan sarapan sendirian. Masa bodo. Perutnya sudah menahan perih. Membangunkan Akbar juga bukan perkara mudah, ia butuh tenaga, dan tenaganya sudah habis terkuras. Jadi menghabiskan sarapan lebih dulu menurutnya sudah paling benar.

Lagipula, ia tidak yakin bisa membangunkan Akbar dengan lembut bila perutnya sudah merongrong minta diisi. Emosi jiwa. 

"Alhamdulillah.." Tangannya reflek menutup mulut karena tiba-tiba bersendawa.

Puas dengan sarapannya, Dwi beralih ke kamar membangunkan Akbar setelah menaruh bekas sarapannya ke dapur. Pria itu masih asik tidur memeluk guling. Padahal diluar matahari sudah terik, tapi laki-laki yang sayangnya suaminya itu tidak beranjak sedikitpun dari ranjang. Dwi jadi berfikir kemungkinan ada lem yang merekatkan keduanya.

"Bar, udah siang ini, bangun.." Ujar Dwi sembari menarik selimut beserta guling yang didekap Akbar, lalu melemparnya ke lantai dengan sengaja, agar suaminya yang hobi tidur itu tidak bisa menjangkaunya.

"Hmm.." Şahut Akbar lemah. Matanya masih terpejam.

"Melek dulu coba, aku mau ngomong ini." Dwi duduk di sisi ranjang. Tangannya menyisir rambut sang suami lembut. Tau Akbar sudah terjaga meski belum sepenuhnya, Dwi lantas berujar, "Aku mau keluar sama Luna ya, kamu nggak usah ikut tapi."

Our Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang