11. Special Dwi POV

6.5K 623 23
                                    

Maaf lama nggak nongol ges,
Yang kangen dipersilakan untuk kirim emot terbaik buwat Akbar Dwi..

Happy reading, votenya yuk☺️

❤️❤️❤️

Jam dinding yang tergantung tepat didepan ranjang yang aku tempati menampilkan angka setengah empat pagi. Masih satu jam kurang lebih, menuju subuh. Tapi aku sudah terjaga sejak beberapa menit lalu.

Setelah dibuat begadang hingga menjelang dini hari, seharusnya aku bisa bangun lebih lambat dari biasanya. Tapi yang terjadi justru malah bangun lebih awal. Mataku sepenuhnya segar, sama sekali tidak merasakan kantuk padahal baru mengistirahatkan tubuh tiga jam lamanya.

Akbar masih tertidur pulas. Wajahnya tenggelam di dadaku dengan rambut lebatnya yang berantakan. Aku menyisirnya dengan jemari karena gemas dengan helai rambutnya yang sudah hampir menyentuh telinga. Biasanya ia rajin memangkas rambut-setidaknya tiga kali dalam sebulan. Itu sudah kutahu sejak lama, karena pasti akulah yang akan menungguinya selama rambutnya dipangkas.

Jangan ditanya bagaimana bosannya aku menunggu dirinya nyalon. Kebalik memang. Harusnya dia yang kebosanan menungguiku.

Entah selama apa dia tidur dengan posisi seperti ini, yang kupikir lumayan engap dan pegal. Tapi seberapapun aku berusaha menjauhkan tubuhnya agar tidak menindih diriku yang tak seberapa besar ini, tetap saja Akbar tidak langsung menuruti mauku. Yang ada tubuhnya semakin merapat, belitannya semakin erat saja. Beberapa kecupan ringannya bersarang di permukaan kulit dadaku. Kalau ditanya risihkah dengan perlakuan Akbar sekarang, ya jawabanku masih, sedikit.

Gimana ya menjelaskannya. Intinya aku hanya masih canggung dengan hubungan baru antara aku dengannya. Apalagi ketika kami saling menyatu, rasanya agak sedikit aneh. Meski tidak seaneh saat pertama kali. Tapi ya begitu, aku sudah mulai terbiasa dengan kehadirannya dan statusnya sebagai suamiku.

Butuh waktu memang, dan Akbar nggak memintaku untuk lekas menerima semuanya.

Tubuhku merasakan pergerakan pria dalam dekapanku ini. Tanganku lekas mengusap punggung lebarnya, "Belum subuh, tidur lagi, ya."

Aku tau dia lelah dengan tugas-tugasnya. Tadi malam pun, setelah bergumul denganku ia balik membuka laptopnya di sudut kamar. Padahal sudah hampir dini hari. Dan entah pukul berapa akhirnya ia bergabung denganku. Meski kutahu ia lelah luar biasa, tapi tidak sekalipun bibirnya mengeluhkan itu. Akbar tidak membiarkan aku tau pikirannya tengah se-semrawut apa.


...

"Nggak usah bawa bekel, kan Jumat wi. Aku pulang cepet." Seketika itu juga aku menghentikan gerakan tanganku yang hendak mengisi kotak bekalnya dengan salad buah yang baru selesai kubuat. Kutepuk dahi pelan sambil menggerutu kecil. Umur baru masuk seperempat abad tapi perihal hari saja aku sampai selupa ini. Doh. Efek keseringan begadang mungkin kali ya. Otakku jadi bertambah lambat.

"Mikirin apa,Hm?" Pandanganku tertuju padanya yang masih mengenakan sarung dan kaos polo biru muda. Rambutnya pun masih tertutupi songkok blundru hitam. Guantengnya. Jomplang sekali bila dia berdiri didekat ku yang kucel kumel ini. Daster lusuh, bau asap. Doh.

Aku mengurut hidung pelan, lalu menggeleng. Beralih ke kitchen set untuk membuat adonan bakwan jagung pesanan Akbar. Salad itu kupindahkan lebih dulu kedalam lemari pendingin. "Aku nanti mau ke supermarket, boleh?"

Our Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang