Empat Puluh Dua

241 20 0
                                        

"You're everything I want, but I can't deal with all your love." — The Walters, I Love You So


MALAM Minggu akhirnya tiba, dan kami pun gugup. Well, sebenarnya cuma aku yang gugup. Farhan terlihat tenang dan santai-santai saja. Dia bahkan bisa bersiul riang sambil memutar setir dengan santai ketika mobil memasuki area parkir Mal Boemi Kedaton. Kami parkir di basement, dan setelah mesin dimatikan, kegugupanku makin menjadi-jadi.

"Aku nggak yakin ini ide bagus," kataku setelah keluar dari mobil.

"Kenapa nggak bagus?"

"Karena kita bakal ketemu segerombolan perempuan yang ngefans sama kita," kataku. "Aku nggak pernah suka kalau harus berhadapan dengan perempuan sebanyak itu."

Malam ini, seperti yang sudah dijadwalkan Dayena, kami akan ketemuan dengan para Fujoshi Lampung yang jumlahnya kurang lebih dua belas orang. Bisa dibayangkan? Dua belas perempuan yang menyukai romantisme di antara dua orang lelaki. Dayena bilang malam ini kami akan ditraktir, semua biaya ditanggung mereka, jadi kami hanya perlu datang, duduk, tersenyum ke mereka, menyapa mereka, menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, foto bareng mereka, dan setelah itu kami boleh pergi. Kami hanya harus memuaskan nafsu Fujoshi mereka, itu saja. Dan itulah yang membuatku gugup. Aku takut nggak bisa memuaskan nafsu mereka.

"Santai aja kali, Din," kata Farhan, membenarkan kerah kemejaku yang terlipat nggak rapi. "Aku udah searching di Internet tentang Fujoshi, dan sebagian besar blog mengatakan bahwa mereka itu friendly. Salah satu situs web bahkan ada yang menulis bahwa Fujoshi itu harapan terakhir para gay agar bisa diterima oleh masyarakat. Dan kalau kita mau hubungan kita diterima oleh masyarakat, maka kita harus bersikap ramah sama Fujoshi-Fujoshi ini."

Kuembuskan napas untuk menenangkan diri. Ketakutan berlebihan ini nggak ada gunanya karena ketika gugup keringat keluar lebih banyak dari tubuhku dan membasahi bagian belakang kemejaku. Kalau aku nggak berhenti gugup sekarang, kemejaku pasti akan basah kuyup. Dan bakal lebih memalukan lagi bertemu Fujoshi dengan kemeja basah kuyup dan penampilan berantakan.

Starbucks Mal Boemi Kedaton ramai sekali malam weekend begini, tapi untungnya Dayena berdiri dan melambaikan tangan sambil tersenyum lebar sehingga kami langsung bergegas menghampiri mereka.

Hal pertama yang aku lakukan setelah sampai di meja mereka adalah menghitung jumlah Fujoshi yang ada di situ. Bukan dua belas orang, tapi tujuh belas! Gila, lebih banyak dari yang dibilang Dayena. Tujuh dari tujuh belas cewek itu memakai hijab, sementara yang lainnya membiarkan rambut mereka tergerai rapi di punggung. Tapi ada satu cewek yang berambut cepak dan berpotongan seperti lelaki. Dan belakangan baru aku tahu bahwa yang berambut cepak itu adalah lesbian.

"Hai Kak Din, Kak Farhan." Dayena menyapa setelah kami duduk di kursi yang sudah mereka siapkan untuk kami. Kursi kami terlihat sangat mewah dan spesial karena posisinya yang menghadap ke mereka semua.

Yang selanjutnya terjadi adalah tujuh belas perempuan Fujoshi itu mulai memperkenalkan diri mereka satu per satu. Ketika orang terakhir dari kumpulan Fujoshi itu memperkenalkan diri, aku sudah mulai pusing karena harus mengingat nama dan wajah-wajah mereka.

"Untuk menunjukkan keantusiasan kami dalam mendukung hubungan Kak Farhan dan Kak Dino," Dayena angkat bicara setelah semua teman-temannya selesai memperkenalkan diri, "tulisan yang ada di gelas minuman kami sengaja kami tulis dengan nama 'FarDin'."

Aku dan Farhan mengangkat gelas minuman kami yang sudah disiapkan oleh mereka sebelum kami datang, dan benar ada tulisan FarDin di sana. Kami bertukar pandang sejenak, bingung dan heran.

Menangkap tatapan heran kami, Dayena menjawab, "FarDin itu singkatan dari Farhan dan Dino. Mulai sekarang, kami bertujuh belas ini akan jadi Team FarDin."

Kamu & Aku #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang