"One day, I'll be good. Right now, I'm just mad." — Ashe, Save Myself
SETELAH kegiatan MOS selesai, aku dan Bimo akhirnya punya waktu berduaan lagi. Dea dan Dayena sudah nggak mengintili kami lagi setelah mereka dapat teman baru di kelas mereka. Tapi, si Dayena masih tetap maksa ingin ketemu Farhan secepatnya. Dia bahkan sudah mengatur jadwal pertemuan kami. Starbucks, Sabtu malam, 19.00 WIB, on time. Saat aku memberitahu Farhan bahwa ada seorang Fujoshi yang sangat terobsesi pada kami—real gay couple, begitu Dayena menyebut kami—dan Farhan langsung menyetujui undangan pertemuan itu. Katanya, "Nggak apa-apa, Dino. Aku malah seneng bakal ketemu perempuan yang mendukung hubungan kita." Jadi, aku menyetujui jadwal yang disusun Dayena, dan malam Minggu besok aku dan Farhan sudah harus berada di Starbucks pukul tujuh tepat.
Saat jam istirahat aku dan Bimo langsung ke kantin, memesan makan dari warung favorit kami dan mulai mengobrol. Sejak Dea dan Dayena selalu mengintili, aku dan Bimo nyaris nggak pernah ngobrol serius lagi. Dan sekarang ada banyak hal yang nggak aku ketahui yang ingin aku dengar penjelasannya dari Bimo.
"Pertama kita mulai dari Egy," kata Bimo. "Dia masih membenci lo dan bersumpah nggak akan mau memaafkan lo kecuali kalau lo mau berubah."
Aku tertawa mencemooh. "Berubah jadi apa? Power Rangers?"
Bimo angkat bahu. "Berubah jadi normal lagi, mungkin."
"Bim, nggak ada yang perlu diubah dalam diri gue," kataku.
Bimo mengangguk setuju, lalu mulai cerita hubungannya dengan Egy mulai membaik akhir-akhir ini. Bimo punya nomor WA Egy, dan mereka sering berkirim pesan menanyakan kabar masing-masing. Bimo menceritakan ulang apa yang diceritakan Egy kepadanya, bahwa Egy sangat senang sekali bisa kuliah di ITB dan ngekos di luar kota. Dia akhirnya bisa bebas, hidup sendiri, tanpa ada yang melarang dia mau pulang jam berapa, main ke mana saja, dan membawa pulang cewek siapa saja. Ketika Bimo cerita bahwa Egy makin nggak benar dan sering banget mainin cewek, aku mulai memikirkan bagaimana perasaan Ellen—kekasihnya—kalau sampai tahu hal ini. Secara, mereka sudah pacaran dua tahun, dan kalau sampai hubungan itu kandas di tengah jalan hanya karena Egy yang ketahuan selingkuh, itu pasti akan sangat menyakitkan.
"Egy memang berengsek," komentar Bimo setelah ceritanya selesai. "Pacarnya di sini setia nungguin dia, tapi dia di sana malah kegatelan sama cewek lain."
"Itu emang sifatnya Egy, kan?" Lalu tiba-tiba aku teringat pada Sebastian dan semua fakta yang aku dapatkan ketika berkunjung ke rumah Farhan beberapa hari lalu. "Bim, lo masih ingat Sebastian?"
Bimo berpikir sebentar sebelum menjawab. "Adiknya si Egy?"
Aku mengangguk mengiyakan.
"Kenapa dia?"
"Dia itu ternyata temannya Farhan. Satu tim futsal bareng Farhan."
"Oh," Bimo angguk-angguk. "Lampung memang sempit, ya? Ini kenal sama yang ini. Itu kenal sama yang itu. Itu dan ini kenal satu sama lain." Dia tertawa, dan aku juga tertawa.
"Tapi ada satu hal lagi yang lebih mengejutkan, Bim," kataku, sengaja menggantungkan penjelasanku supaya dia penasaran.
Dan dia memang penasaran. "Kenapa, Din? Jangan bikin gue kepo."
"Lo tahu Leo yang satu kelas bareng kita waktu MOS kemarin, kan?"
Bimo mengangguk.
"Nah, Leo juga ternyata satu tim futsal bareng Farhan dan Bastian."
Bimo angguk-angguk kepala seperti robot, matanya menatapku penuh ingin tahu.
"Terus? Bagian mana yang hebohnya?" tanyanya, nggak sabaran.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu & Aku #3
Fiksi RemajaDino berusaha memperbaiki pertemanannya dengan Egy, yang ternyata susahnya minta ampun. Tapi untungnya dia nggak sendirian. Ada Bastian, Bimo, dan juga Farhan yang membantunya. Dan di rumah, keluarganya mulai mencurigai hubungannya dengan Farhan.