Episode 2: Mencari jati diri

287 65 17
                                    

Aku duduk disofa, disebelah kananku ada papah dan disebelah kiriku ada kembaranku. Emily. Kami duduk bersama diruang keluarga sambil menyaksikan siaran televisi tentang bencana alam.

Setelah mendengar keluhan kak Raff dikunjungan kemarin. Papah jadi menganggap itu cukup serius, dia mulai menjauhkanku dari berita-berita tentang politik dan sebagainya. Entah dari televisi, koran, artikel internet, novel, film dan masih banyak lagi. Itu cukup membuatku kesal. Karena aku sudah berumur 15 tahun, dan aku sudah dewasa.

Aku merasa semua itu terlalu berlebihan. Aku hanya mengatakan apa yang aku tahu. Lagipula yang aku katakan baru 15% dari keadaannya kan? Tapi papah justru menganggap itu serius. Apa dia tidak mengerti aku memiliki ketertarikan dalam masalah ekonomi, politik dan sebagainya? Aku sudah 15 tahun, dan ini waktunya aku menentukan masa depanku mau menjadi apa.

Aku sudah tahu ketertarikanku, tinggal mengembangkan bakatnya saja. Tapi karena kak Raff sumber mengisi otakku menjadi terhambat dan terpaksa dihentikan oleh papah dan mama.

"Oh iya pah.. setelah lulus, aku mau mendaftar di SMP yang ada didekat perbatasan boleh?" Aku tersadar dari lamunanku ketika Emily berbicara sambil menguyah popcorn.

Papah sepertinya tertarik. Mendekat mengambil popcorn didalam toples yang Emily pegang, aku tidak terlalu peduli walau duduk diantara mereka berdua. Kedua tanganku melipat didada, pandanganku fokus kedepan.

"Hm, sepertinya papah harus mempertimbangkannya lagi."

"Yah kenapa pah? Padahal kan tidak sampai ke kota. Cuma didekat perbatasan kok!"

"Kamu tahu SMP yang kamu mau itu sangat dekat jaraknya dengan sekolah kakak sepupumu. Dia saja sampai tinggal di asrama, bagaimana denganmu. Pulang pergi jauh, mau naik apa? Sepeda, memang kamu kuat mengayuh sejauh itu?"

Emily mendengkus kesal melipat tangan. Posisi mereka kembali seperti semula.

"Ngomong-ngomong sekolah. SMA nanti kalian akan masuk jurusan yang mana? IPA kah seperti tradisi keluarga kita atau.. IPS?" Papah kembali mencomot topik menyambung dengan sebelumnya.

Emily berpikir, bergumam. "Sepertinya, aku netral sih." Papah mengangguk mengerti, dia beralih menatapku.

"Kalau kamu, akan masuk jurusan apa, Jen?" Tanyanya padaku.

Aku melirik papah sebentar, tanpa berpikir lama aku langsung menjawab singkat. "IPS?" Kedua alis papah mengangkat.

"Wow.. itu hebat sekali, kamu sangat berbeda dengan keluarga ini yang terlalu berambisi menjadi anak IPA." papah terkekeh menepuk pundakku. "Kenapa kamu mau masuk IPS, heh?"

"Karena ada pelajaran ekonomi, sejarah, dan akutansi. Aku bisa fokus mempelajari pelajaran yang aku sukai." ekspresi papah yang tadi penuh senyum, pudar seketika.

"Jen, kamu tidak boleh terlalu dalam mempelajarinya."

Kedua bahuku terangkat. "Itu hanya pelajaran anak SMA, pah. Bukan pelajaran penting anak kuliah."

"Iya papah tahu. Tapi papah tidak mau kamu melanjutkan hal itu sampai terlalu jauh, apalagi saat kuliah nanti. Kamu bisa saja mempelajarinya lebih dalamkan?"

"Hanya ilmu ekonomi, pah. Aku akan meneruskan usaha mamah, makanya aku harus belajar tentang keuangan kan?"

"Kalau itu boleh. Tapi jangan gunakan alasan itu untuk ambisi kamu, papah tidak akan setuju hal itu."

The Between Us (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang