Episode 29: Pelarian tak berujung

69 17 54
                                    

Rasanya sulit, memerangi orang yang kita sukai. Namun apa daya, keadaan memaksanya. Jika saja gadis itu tak melakukannya dan memilih bergabung dengan pengkhiat itu, Jennie pasti sudah dalam pangkuannya saat ini.

Itu adalah pikirannya sepanjang perjalanan. Gadis itu. Jennie. Hanya dia yang ada dalam pikirannya. Ia harus menangkap gadis itu. Membunuhnya secara tidak langsung, jika dia menyerahkannya pada Crost Heschel. Hanya itu pilihannya. Ia tidak bisa egois.

"Are you sure?" Yudas bertanya, menutup pintu, dikursi depan. "Kau tidak ikut rapat? Mereka akan mengambil keputusan untuk itu,"

Max menatapnya intens. "Bukankah saat ini lebih penting untuk menangkap mereka? There's a little girl we have to catch," Max mengaitkan kacamata hitam pada hidung mancungnya. Memutar kemudi dijalanan aspal.

Yudas tak diam selama berada dimobil. Pria itu mengeluarkan laptop yang ia simpan. Masuk kesebuah situs khusus peta ibu kota.

"Aku tak pandai IT seperti Aiden, tapi untuk melacak seseorang, aku mungkin bisa. Aku pernah belajar darinya," Ia berkata, mengetikan sesuatu diatas keyboard.

"Yeah. I'm counting on you,"

Walau sudah dipercayai oleh Max, Yudas tidak sepenuhnya menguasai hal tersebut. Dia masih meminta bantuan, mengirim pesan pada Aiden.

"Aku memintanya mengirimkan rekaman dan akses cctv disekitar markas utama,"

Max menyahut dengan anggukan. Tepat saat itu juga, panggilan tersambung di earphonenya. Ia menyentuh benda pada telinganya. "Aiden.."

"I know, he already told me." Max diam karena Aiden memutuskan kalimatnya drngan jawaban yang dia inginkan. Pria itu mengangguk, berdesir.

"Kalau begitu sisanya, serahkan kepadaku."

"Baik." panggilan langsung diputuskan Aiden.

Mereka membagi dua tim sebagai memimpin penangkapan. Solon dan Aiden pergi dahulu dengan cara-cara yang diperintahkan Leone, bahkan membuat keributan di tempat umum. Awalnya Max tak berminat, ia juga tak mau menangkap gadis yang dia cintai dan melihatnya mati didepan mata kepalanya.

Namun daripada memikirkan kemungkinan terburuk, gadis itu tertangkap oleh orang lain dan tewas. Max lebih memilih menangkapnya sendiri. Soal melenyapkannya atau tidak, dia akan memikirkan nanti, dengan pilihan yang sulit.

Yudas tentu mau bergabung kedalam timnya. Kedua pria itu duduk diatas mobil mewah dengan kecepatan diatas rata-rata. Mobil berbelok diperempatan, melewati kawasan-kawasan ramai.

"Kau sudah menemukan mereka?" Yudas fokus pada layar mengangguk tanpa mengalihkan pandangan, jemarinya terkait pada dagu.

"Aku sedang mencoba sejak tadi. Namun, kau lihat," Yudas mendekatkan laptop kearah Max. Pria itu meliriknya sekali-dua kali sambil fokus berkendara. Kedua alisnya bertautan. Sebuah foto dari rekaman cctv yang berada di gang-gang gelap. Bukan hanya satu, namun ia mendapatkan beberapa foto lain dengan sosok dua sijoli yang ada disemua foto miliknya.

"Mereka, berdua.." Yudas kembali mengalihkan pandangan darinya. Membenarkan posisi laptop pada pahanya. "Pergi bersama," alisnya yang tampak menakutkan, menekuk, membuat kesan semakin tegas.

Pria itu meraih ponsel, mengirim pesan pada seseorang dengan wajah tegas. "Aku sudah mengirimkan foto itu pada para pasukan. Mereka akan mencari dengan rute yang dua orang itu lalui. Kita bisa memblokade kemana mereka akan muncul." Max mengangguk kesekian kali. Tanda terima kasih. Ia membelokan mobil lagi, menekan gas dalam. Mereka sudah menemukan rute kemana dua sijoli itu. Sisanya tinggal turun langsung kelapangan.

The Between Us (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang