Episode 22: Casino

77 16 6
                                    

TOK TOK TOK..

Ketukan palu hakim mengakhiri persidangan kali ini. Max akhirnya dibebaskan karena dinyatakan tidak bersalah. Penyelidikan masih berlanjut, tersangka Josep ditahan oleh polisi. Persidangan kedua akan digelar sampai menemukan titik terang kasus ini juga menunggu keputusan hakim.

Sebenarnya mudah saja bagi presdir itu mengakhiri kasus ini. Dia bisa menyuap banyak pihak dan mengatakan ia tidak bersalah. Koleganya yang membantu sudah menyiapkan segala yang ia butuhkan. Namun demi lancarkan rencana ini dengan matang, melakukannya harus secara perlahan dan bertahap. Bersabarlah semua akan baik-baik saja.

"Lucanne!" Max dirangkul bergantian oleh Solon, Aiden dan beberapa pria berjas didepan pintu persidangan. Seluruh hadirin sudah meninggalkan ruangan, hanya tersisa keluarga korban.

Yanifer mendekati para pria. Max melepaskan rangkulan Solon. Ia akhirnya bertemu dengan sepupu ia secara langsung setelah sekian lama.

Kedua sijoli itu berdiri berhadapan. Terdiam cukup lama. Solon menggaruk tekuk, para pria berdehem mencairkan suasana. Situasi dingin ini seperti sudah menjadi kebiasaan dua orang dingin itu saat bertemu. Tidak ada salam hangat, pelukan keluarga, atau lain sebagainya. Hanya bertukar pandangan dengan mulut tertutup rapat.

Yanifer akhirnya bergerak, mengalihkan pandangan pada Solon. Pria itu mengangkat kedua tangan, berwajah konyol. "Apa?" ia bertanya bingung.

"Aku pulang." Yanifer hanya mengatakan itu pada Max, berbalik pergi. Tubuhnya hilang dibalik tembok meninggalkan gedung persidangan.

"Dimana dia?" tanya Max kepada Solon dibelakangnya.

"Eh?

Detik yang sama aku baru keluar dari ruang persidangan, mengenakan mantel yang kemarin. Aku sudah sempat pulang ke apartmant ku. Menyempatkan diri menghadiri persidangan, penasaran seperti apa dia setelah terakhir kali dipelabuhan.

Kami bertatapan. Membuat keheningan yang cukup lama. Ia tak kunjung bersuara, karena itu aku berinisiatif mencairkan keheningan ini.

"Aku pergi, sampai jumpa." kataku membalikkan badan sebelum ia menahan.

Kami kembali seperti awal, canggung. Dia diam dengan mata elang, bibirnya tak menampakan lekuk apapun. Aku juga malas bertegur sapa, apalagi para pria dibelakangnya menatapku penuh tanya. Seperti penasaran akan keberadaanku.

"Akan kuantar." tanpa meminta bersetujuanku, Max menerima kunci yang Aiden berikan. Berdua melangkah keluar, meninggalkan para pria.

"Apakah Max menyukainya? Gadis itu tampak berbeda." cicit salah satu pria. Solon dan Aiden menatap dia kompak, pria konyol itu langsung menyerangnya dengan merangkul lalu menekan tinju keatas kepala dia.

"Lepaskan aku!"

"Berisik kau, ayo pergi."

Kami naik mobil lambor yang kemarin dipelabuhan. Kali ini aku naik bersama pemilik aslinya. Mobil ini tampak lebih mewah jika digunakan dalam situasi yang lebih santai.

Kami naik, mengenakan seat belt. Mesin menyala dengan suara menawan. Pria itu memutar kemudi, mobil keluar dari parkiran bergabung ke jalan raya. Untungnya tidak macet. Mobil kami dapat bergerak leluasa ditengah tatapan berdecak kagum para pengendara lain yang melihat.

Diperjalanan tidak ada sedikitpun obrolan. Aku enggan bertanya, dia juga seperti berubah dalam beberapa malam. Berubah menjadi Max a.k.a Lucanne, sosok kaku itu lagi.

Yang penting sekarang aku segera pulang kerumah dan beristirahat. Melanjutkan pekerjaan yang banyak tertunda, walau aku penulis swasta aku juga adalah seorang karyawan di perusahaan penerbit. Jadi wajar aku mencemaskan pekerjaan padahal tidak sedang izin mengambil cuti. Aku bahkan tidak menduga perjalanan ini memakan banyak waktu, yang menguras cutiku yang berharga.

The Between Us (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang