Episode 24: Ram Curren

61 16 23
                                    

Bola mata para pemimpin melebar, terutama pria muda bermata biru itu. Aku meneguk saliva susah payah.

Lenggang. Pria bertopeng emas berdehem, mencairkan suasana. Ia kembali menatapku seksama, menyelidiki. "Aku, seperti pernah melihatmu, nak."

"Tentu saja. Dia hadir disetiap pertemuan." ucap Max.

"Tidak, tunggu. Bukan disini, tapi diluar."

Keningku menekuk, ikut berpikir. Mencoba mengingat-ingat pria bertopeng emas itu. Tubuhnya sama seperti pria buncit diluar sana, hanya aku bahkan merasa asing dengannya. Benar, kami tidak bertemu, mungkin hanya perasaan pria itu.

"Ah.. iya, di acara pelelangan. Kau wartawan itu kan? Yaampun, aku tidak tahu ternyata kau adalah anakku. (Anggota CH)" ia tertawa pelan. Tersenyum lebih bersahabat.

Hah? Aku yakin sekali kami tidak pernah bertemu. Wajah ini-wajahku.. mirip seperti Emily?! Benar, kembaranku. Aku adalah seorang penulis dan kembaranku adalah wartawan yang dia maksud. Benar! Pasti Emily. Hanya dia yang memiliki wajahku.

Aku ikut tersenyum kecil. "Maaf tuan, tapi. Aku bukanlah seorang wartawan. Mungkin hanya seseorang menyerupaiku." kataku menunduk sopan. Tawanya perlahan memudar.

"Oh benarkah?" Aku mengangguk menyakinkan. Ia bergumam. Mengangguk paham. "Baiklah, pakai lagi topengmu," aku patuh mengikuti printahnya.

Giliran selanjutnya. Sampai pria ketujuh melepas topeng, jantungku tiba-tiba berdegup. Terpana melihat wajahnya, bukan karena dia tampan--walau memang iya, namun bukan itu yang membuatku kaget. Tetapi wajahnya itu, sangat familiar, dan entah mengapa aku merasa dia berbeda diantara anggota CH yang lain. Apakah kami sama?

Kami lulus dalam pengecekan, dipersilahkan kembali menikmati pesta. Aku keluar bersama yang lain. Diambang pintu, Max tepat dibelakangku, dipanggil oleh para pemimpin. Ia pamit kembali masuk sendirian. Pintu ditutup.

Akhirnya aku sendiri. Kesempatan bagus. Aku melangkah berkeliling, mencari keberadaan seseorang. Dimana pria itu?

"Hey!" aku tersentak kaget. Pria itu menyentuh lenganku, menarik kami sudut ruangan dibalik tirai. Dia.. pria yang ku cari. Orang ketujuh diruangan tadi.

"Aku tahu siapa dirimu." Keningku mengerut dalam. Apa? Dia kenal denganku? Jangan-jangan dia tahu identitasku adalah Jennie sang penulis itu?

"Kau bukan anggota Crost Herschel, kan?" Aku meneguk saliva. Bertatap mata lama.

"Kau juga sama." tepat sasaran, sesuai dugaanku. Sebelah sudut bibirku terangkat. Ia kalah, membungkam mulut. Genggamannya mengendur.

***

Aku menyesap wine. Menunggu dia bicara. Kami duduk di sebuah sofa pojok. Tempat ini lebih aman, agar tidak ada yang mendengar pembicaraanku dengannya.

"Apa yang kau lakukan disini?" Ia akhirnya membuka mulut.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Between Us (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang