Episode 30: Tembak saja aku (END)

78 17 30
                                    

Pria itu.. Max!

Mulutku terbuka, hendak berkata, tetapi Ram dengan cepat menarikku kearah lain.

Dor! Kami merunduk. Untungnya peluru itu meleset ke dinding. Ram menatapku seakan bertanya apa aku baik-baik saja. Aku mengangguk sebagai jawaban.

Kami terus berlari entah kemana kaki kami membawanya. Yang penting sekarang menjauh dari orang-orang itu. Max tiba, mengejar. Dibelakangnya menyusul anggota CH yang mulai berdatangan.

"Kekiri, kekiri!" Ram berseru, membelokkan kami kejalan lain.

Aku menyapu pandangan kesekitar, menyelidiki belokan-belokan didepan. Mencari usaha untuk melarikan diri dari tempat ini.

"Max, kami sudah ada didepan. Titik koordinat bergerak seperti perkiraan," dari earphone, suara salah satu ketua pasukan tukang pukul yang sudah memblokade jalanan dekat jalan raya sepi, siaga.

"Ok, tunggu disana. Jangan lakukan apapun sampai aku memberi perintah."

Pria itu hendak berkata namun Max lebih dulu menyela. "Jangan lakukan apapun, sampai kuperintahkan." desak Max mengulang ucapannya sebagai peringatan, menekan.

Lion pasukan meneguk saliva. Lalu mengangguk. "Baiklah," ia berkata sambil menatap lekat layar IPad yang menunjukan peta kota kawasan sini dengan dua titik merah bergerak-gerak dijalan antara dua gedung.

Ram meperlambat langkah kakinya. Aku ikut berhenti. Pria itu mengode agar aku berlari lagi, lebih dulu. Aku melangkah menjauh, beberapa meter sampai para pasukan itu mendekat. Apa yang pria itu lakukan?

Tukang pukul tiba, menodongkan moncong senjata. Ram menarik lengannya, membantingnya dengan mudah. Dia bertarung sendirian mengunakan teknik judo yang bercampur dengan teknik bela diri lain. Ia tak memberikan kesempatan pada lawannya untuk melawan bahkan untuk menarik pelatup.

Senjata tajam berjatuhan ke lantai, para tukang pukul sebagian tumbang. Saat berkurangnya pasukan mereka, Ram mulai lari menyusulku. Pria itu sempat menyimpan satu pisau milik tukang pukul CH yang tergeledak dilantai.

Max tiba sepeninggalan kami. Max memerintahkan pasukannya membantu tukang pukul yang terluka, membawanya pergi dari sana. Sisanya ikut bersama dia mengusul ku dan polisi itu.

"Aku akan menangkap mereka. Kalian pergi menyusul Lion diujung jalan, kita perlu menjebak mereka disana." Max memerintah pada bawahannya. Sebagian banyak pasukan saling tatap, bingung. Max berdecak, "Kalian meragukanku? Kita butuh lebih banyak orang diujung jalan sana agar mereka tidak lari lagi. Aku akan memberitahu jika mereka sudah dekat." mereka yang awalnya meragukan rencana Max, mengangguk paham. Mereka berlari kearah lain. Tinggal sisa seperempat bagian pasukan yang hanya tersisa kurang dari sepuluh orang.

Dua tubuh mereka sudah terlihat lebih dekat didepan mata. Max mempercepat larinya dari pasukan lain, ia lebih mudah melihat aku dan polisi itu lebih jelas.

Aku menemukan tiga jalan didepan sana. Ada perempatan. Aku tidak tahu harus kemana, tapi jika lurus, aku curiga Max sudah menyiapkan pasukan lebih banyak karena sejak tadi yang mengikuti kami lebih sedikit dari perkiraan.

"Belok kanan!" perintah Ram. Aku mengangguk tegas. Kami hendak berbelok, tetapi sebuah peluru mengagetkan, dari belakang. Benda itu meleset, mengenai tong sampah yang nongkrong di arah kanan jalan.

Kalau begitu kami belok kearah berlawanan saja, kekiri. Aku menatap kebelakang, melihat Max, sang pelaku penembakan. Dia hendak menembak kami rupanya.

Stop!

Aku praktis membalikkan wajah. Langkah kami dipaksa berhenti. Aku juga kaget, dihadapan kami sebuah dinding menghalangi jalan. Mereka datang tak alam kemudian. Sial, kami terpojok!

The Between Us (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang